Suka Duka Warga Palembang Tinggal di Rumah Rakit, Sering Goyang saat Perahu Lewat

Rumah rakit yang ditinggali Ita (47) dan keluarga selama 25 tahun. (mita rosnita/rmolsumsel.id)
Rumah rakit yang ditinggali Ita (47) dan keluarga selama 25 tahun. (mita rosnita/rmolsumsel.id)

Rumah rakit merupakan salah satu rumah adat khas Kota Palembang. Namun, hanya sedikit masyarakat di Palembang yang saat ini tinggal di rumah rakit. Seperti yang dilakoni pasangan suami dan istri (pasutri), Ita (47) dan Ridwan (50).


Keduanya sudah 25 tahun terakhir tinggal di rumah rakit yang berada di sekitaran Sungai Ogan Kelurahan Ogan Baru, Palembang. Di rumah rakit tersebut, keduanya membuka usaha warung kelontong. Rumah rakit mereka sering disinggahi banyak orang. Mulai dari kapal yang mencari bahan makanan dan bahan bakar, orang memancing dan lainnya.

“Jadi kalau ada kapal yang melakukan perjalanan jauh, biasanya speed atau kapal pengangkut barang sering mampir ke sini untuk istirahat. Kadang kalau malam juga banyak orang sini yang mancing ikan,” kata Ita.

Tinggal di rumah rakit, sambung Ita, memiliki sensasi tersendiri. Apalagi saat kapal melintas. Ombak yang ditimbulkan dari baling-baling kapal membuat rumahnya bergoyang. “Kami juga sering merasakan sensasi goyang-goyang setiap kapal melintas,” ucap ibu dua orang anak ini.

Ia menjelaskan, meski tinggal di rumah rakit, namun keluarganya juga memiliki rumah yang ada di darat. Sebab, rumah rakit kurang bisa diandalkan untuk dijadikan tempat tinggal permanen.

“Rumah rakit harus rutin diganti. Terutama bambu-bambunya. Untuk mengganti bambu saja, kita bisa menghabiskan uang belasan juta,” bebernya.

Sebagai penghuni rumah rakit, keluarganya tidak pernah merasakan bencana banjir. Seperti yang kerap dialami penghuni rumah di darat. “Misal air naik ke darat, kami yang di rumah rakit ini tidak akan terdampak kayak air masuk rumah dan perabot rumah tangga rusak karena banjir. Sebab rumah rakit akan terus mengapung mengikuti ketinggian air, gak akan ikut tenggelam,” jelasnya

Selain Ita, Febri (21) merupakan putrinya yang saat ini menempuh pendidikan S1 di Universitas Sriwijaya (Unsri) juga ikut membagi pengalamannya selama tinggal di rumah rakit. Darinya juga banyak cerita, salah satunya saat biawak ikut masuk ke dalam rumah saat air pasang.

“Dulu pernah ada biawak yang naik ke rumah. Tapi misal buaya dan hewan buas lainya gak pernah. Paling di sini orang-orang sering mincing. Ikan hasil pancingan biasanya Patin, Baung dan Lambak,” kata perempuan dengan rambut sebahu ini

Selama 12 tahun menempuh pendidikan dasar, Febri bercerita dirinya tidak pernah lepas dari kapal angkutan atau yang lebih dikenal warga sekitar dengan sebutan ketek.

“Selama 12 tahun sekolah aku selalu naik ketek. Kalau pas SD naik ketek sampai 15 ulu karena dulu sekolah di SDN 90 Palembang, pas SMP aku Cuma nyebrang sampai depan, kalau pas SMA aku nyebrang sampai pasar induk Jakabaring di situ,” pungkasnya.