Namun sebutan pulau seribu ini pun bukan hanya ada di Ibukota Jakarta tetapi pula di Kota Palembang, sebuah daerah yang berada di wilayah administrasi kelurahan ogan ulu, Kertapati Kecamatan Palembang.
Masjid ini bernama Masjid Syekh Muhammad Azhari yang merupakan seorang ulama kharismatik asal Palembang yang hidup semasa dengan Sultan Mahmud Badaruddin II, Beliau semasa hidupnya mengabdikan diri sebagai pendakwah yang menyebarkan agama islam di kawasan sungai ogan diantaranya di daerah ulak naga, tanjung karang hingga selapan menggunakan perahu menuju wilayah-wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam.
Waktu Syekh Muhammad Azhari melewati sungai ogan menuju daerah dakwahnya, singgahlah beliau kesuatu daerah pulau seribu untuk menumpang beribadah sholat, bersamaan itu dia menyambangi orang sakiit yang tinggal di pulau ini, hingga singkatnya; orang sakit itu menawarkan tanahnya untuk diwakafkan menjadi tempat mengaji dan rumah singgah untuk tempat beribadah (H. Munir Rozak, Pengurus Masjid Pulau Seribu).
Hingga tepatnya pada tahun + 1.897 M dibangunlah masjid ini dengan dukungan masyarakat sekitar, proses pembuatan masjid ini berbeda dengan masjid tua bersejarah di kota Palembang, karena lokasi masjid yang terpencil dan jauh dari kota saat itu, pembuatan masjid dilakukan dikawasan 24 ilir tepatnya di jerambah karang tempat tinggal Muhammad Azhari, semua bahan berasal dari kayu diantaranya kayu unglen, tembesu, kapuk dan ulim yang dirangkai, setelah jadi barulah, rangkaian ini dibawa ke daerah pulau seribu dengan menggunakan perahu.
Bila dilihat, kawasan ini merupakan perbatasan antara sungai musi ke sungai ogan dimana, daerah ini masih berada dalam wilayah kesultanan Palembang Darussalam yang menjadi tempat keluarganya berlibur dan berkebun dimasa Sultan Mahmud Badaruddin 1 Jayo Wikramo.
Dari catatan SMB II yang dibaca para zuriatnya, SMB II pernah bersembunyi dari kejaran Belanda di Pulau Seribu, Zuriat SMB II sudah puluhan tahun mencari pulau ini, yang terpikir oleh mereka sejak lama yaitu pulau seribu yang ada di Jakarta ( Akhmadi, Anak H. Munir)
Tidak banyak catatan dan buku yang menjelaskan tentang peranan Pulau seribu ini pada masa Kesultanan Palembang Darussalam baik dari masa Suhunan Abdurrahman hingga SMB II, hanya daerah ini diyakini oleh masyarakat sekitar merupakan daerah tempat persembunyian SMB II pada waktu berperang melawan penjajah Belanda, bersama pasukkannya SMB II mengatur strategi menyiapkan pasukannya untuk melawan Belanda, ini dapat diterima dalam pandangan saat ini, dimana bila dilihat dari lokasi tempat pulau seribu yang jauh dari Keraton atau pusat kota, hingga daerah ini contoh untuk menjadi tempat persinggahan.
Selain di masa kesultanan terkait sebagai tempat persembunyian, wilayah ini pula diyakini sebagai tempat yang aman untuk para perompak tinggal dan bermukim, di masa setelah SMB II, daerah ini diistilahkan sebagai sarang penyamun. Ketika satu keluarga yang awalnya mantap perompak ini mulai tinggal disini,
Syekh Muhammad Azhari (1860-1938) yang kiat menyiarkan islam sempat singgah di rumah mantan perompak tersebut yang tengah sakit untuk menumpang sholat” namanya juga mantap perompak, dia tidak punya sajadah, terus beliau mengobati perompak tersebut sampai sembuh (H. Munir Rozak, Pengurus Masjid).
Karena terkesan akan kebaikan Syekh Muhammad Azharilah, perompak itu tergerak hatinya untuk belajar agama islam dan ia pun menyatakan diri bertobat dan berkeinginan menghibahkan tanahnya untuk perjuangan dakwah islam di Pulau Seribu.
Saat ini selain masyarakat pulau seribu, tidak begitu banyak masyarakat yang datang ke masjid ini karena alasan transportasi yang masih mengandarkan perahu dari jalur sungai dan jalan setapak yang hanya dapat digunakan oleh kendaraan roda dua saja.
Profil Singkat KH. Syekh Muhammad Azhari
Syekh Muhammad Azhari merupakan cucu dari Pasangan H. Bakri dan Najibah, seorang anak yang lahir dan berasal dari Palembang yang menimba ilmu agama di mekkah, Saudi Arabia, ayahnya merupakan asli orang banten sedangkan ibu berasal dari daerah selapan, H. Syekh Muhammad Azhari merupakan seorang tokoh ulama kharismatik yang menjadi salah satu guru ulama besar KH.Hasyim Azhari, kenal dikemudian hari, cucu beliau yang juga seorang ulama asal Palembang yaitu KH. Zen Sukri Bin H. Hasan Syukur Bin H. Syekh Muhammad Azhari menjadi murid dari KH. Hasyim Azhari.
Karena perjuangan kakeknya masjid ini pun menjadi tanggung jawab dan anak bagi sang cucu KH. Zen Sukri, dimana nantinya KH. Zen Sukri mengamanahkan masjid ini kepada salah satu muridnya yaitu H. Munir rozak yang sekarang menjadi Ketua Pengurus Masjid ini.
Penulis merupakan penggiat budaya Kota Palembang
- Kunjungi Situs Cagar Budaya, Siswa Diktukbasus TNI AD Kenali Kekayaan Sejarah di Lahat
- Mahasiswa PPG Prajabatan Sejarah Gelar Nobar Film Dokumenter Pertempuran Lima Hari Lima Malam
- Palembang Darurat Cagar Budaya