Keuangan negara di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo diproyeksi akan melonjak jelang purna tugasnya di tahun 2024 mendatang.
- Perludem: Sulit Melarang Politik Dinasti Melalui Pendekatan Hukum
- Mendag Lutfi Harus Mundur, Arief Poyuono: Gak Mungkin Dirjen Ambil Keputusan Tanpa Persetujuan Menteri
- Bantah KIB Bubar, Airlangga: Kita Solid, Guyub Rukun
Baca Juga
Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu mengamati, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun 2024 akan menambah defisit anggaran negara atau utang.
"Dari RAPBN yang dibuat oleh Presiden Jokowi tahun 2024, membikin utang Rp 1.250 triliun, karena kalau tidak dilakukan negara bisa bangkrut," ujar Said Didu dalam podcast Refly Harun, yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (26/8).
Dari utang yang dialokasikan untuk kebutuhan tahun 2024, Said Didu mencatat perkiraan pemerintah megantongi pendapatan negara hingga Rp 2.781 triliun.
"Itu (jumlah pendapatan negara sebesar Rp 2.781 triliun) belum termasuk utang," sambungnya menegaskan.
Namun, Said Didu mengkalkulasi pendapatan negara yang disiapkan itu tidak cukup mencover kebutuhan yang membutuhkan anggaran lebih tinggi.
Dia mengurai, ada 7 komponen belanja wajib APBN yang harus direalisasikan pemerintah di setiap tahun anggaran antara lain gaji, pembayaran bunga dan pokok utang, biaya pendidikan 20 persen, transfer ke daerah, transfer ke desa, dan biaya kesehatan.
"Kalau belanja mandatory (7 komponen belanja wajib) sudah dimasukkan itu minus hampir 300 triliun, karena belanja mandatory hampir Rp 3.000 triliun," paparnya.
Sementara, Said Didu mendapati defisit anggaran naik apabila komponen anggaran subsidi yang sebesar Rp300 triliun akan menjadi minus Rp565 triliun. Bahkan kalau dimasukkan perbaikan jalan, maka itu minus Rp736 triliun.
"Sehingga, untuk mengurangi minus itu negara ini hanya bisa selamat kalau ngutang lagi sebesar 1.250 triliun. Jadi jangan menganggap negara ini baik-baik saja," urainya.
"Nilai (utang) Rp 1.250 triliun itu belum masuk dana IKN. belum masuk biaya untuk pertahanan, keamanan yang sekitar Rp 130 triliun, belum biaya polisi yang hampir Rp100 triliun," sambung Said Didu.
Maka dari itu, mantan Komisaris Utama PT Bukit Asam itu meyakini keuangan negara akan hancur lebur apabila tidak menambah utang sekitar 1.250 triliun. Tetapi, dampak terusan justru akan lebih berbahaya, karena nilai utang secara keseluruhan di masa pemerintahan Jokowi.
"Maka negara kita sebenarnya, APBN kita itu kalau dimasukkan semua belanja minusnya 1.000 triliun dari pendapatan. Perkirakaan (kalkulasi di pemerintahan Jokowi) Rp8.500 triliun untuk utang pemerintah saja," ungkapnya.
"Kalau ditambah (utang) BUMN, mungkin Rp 6.500 hingga Rp 7.000 triliun, menurut saya akan mencapai 16.000 triliun," demikian Said Didu menambahkan.
- Jokowi Komentari soal Seruan "Adili Jokowi": Ekspresi Kalah Pilpres
- Jawab Tantangan, Said Didu Beberkan 5 Klaster Dugaan Korupsi Jokowi
- Sederet "Dosa" Jokowi di Tengah Tuduhan Tokoh Terkorup Dunia