PTBA dalam Cengkeraman Pamapersada, Kontrak MTBU Dikabarkan Berlanjut Tanpa Lelang

PT Bukit Asam/Net
PT Bukit Asam/Net

Perpanjangan kontrak tersebut informasinya dilakukan tanpa proses lelang alias kontrak payung. Perpanjangan kontrak tersebut juga menguatkan dugaan persekongkolan kedua perusahaan. Sebab, PAMA diketahui telah menjadi kontraktor pengelolaan site MTBU sejak 1993 lalu. 


Padahal, manajemen PTBA di era Milawarma Cs sudah mengakuisisi, PT Satria Bahana Sarana (SBS), untuk keluar dari cengkeraman PAMA yang dinilai mematok tarif terlalu besar untuk pengelolaan site MTBU, hingga menggeret mereka ke meja hijau. (Baca: https://sumatra.bisnis.com/read/20240105/534/1729847/kasus-akuisisi-pt-sbs-mantan-dirut-pt-bmi-sebut-tarif-jasa-penambangan-bisa-ditekan)

"Informasi yang kami dapat tetap dipegang PAMA selama lima tahun. Berakhir 2027 mendatang. Perpanjangan kontrak itu kabarnya juga tanpa lelang alias kontrak payung," kata Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI), Bony Balitong, saat dibincangi, Selasa (7/5). 

Bony mengatakan, kontrak tersebut tentunya bernilai fantastis hingga triliunan rupiah. Untuk nilai sebesar itu, kata Bony, seharusnya dilakukan secara transparan dengan mekanisme lelang terbuka. Sehingga, membuka kesempatan perusahaan lain untuk ikut. 

"Termasuk juga anak perusahaan PT SBS harusnya bisa diberi kesempatan. Tujuan diakuisisinya perusahaan ini kan untuk memecah dominasi PAMA yang selama ini dinilai terlalu mahal mematok tarif. Hal itu sudah terungkap dalam persidangan dugaan korupsi akuisisi PT SBS. Tetapi, kenapa kontraknya malah tidak dilakukan secara terbuka. Itu jadi tanda tanya kita," ucap Bony. 

Jika mengacu kepada Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bony mengatakan, setidaknya ada empat praktek yang dilarang, yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan.

Sehingga, apa yang dilakukan PTBA dan PAMA terhadap kontrak pengelolaan MTBU bisa saja mengindikasikan adanya dugaan persekongkolan penguasaan pasar. Apalagi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pernah menyelidiki dugaan adanya persekongkolan tersebut. (Baca: https://rmol.id/nusantara/read/2023/01/04/559307/dugaan-persekongkolan-ptba-pama-naik-penyidikan-langgar-persaingan-usaha-dan-rugikan-negara)

"Namun, penyelidikan oleh KPPU ini tidak terdengar lagi. Seharusnya ini bisa dilanjutkan lagi jika memang ada pelanggaran," terangnya. 

Menurut Bony, kelanjutan kerjasama PTBA dan PAMA dalam pengelolaan MTBU juga telah menutup ruang bagi PT SBS untuk berkembang sesuai dengan cita-cita para petinggi sebelumnya. "Seharusnya kontrak bisa diberikan kepada PT SBS. Sehingga kedepannya, PTBA dapat menghemat biaya jasa kontraktor pertambangan. Selain itu juga, memberikan kesempatan para pekerja lokal yang 90 persen bekerja di PT SBS mengambil manfaat dari buminya sendiri," bebernya. 

Sementara itu, Anggota DPRD Lahat, Andriansyah mengatakan, kelanjutan proyek pengelolaan site MTBU oleh PAMA belum ada sosialisasi ke pemerintah. "Belum ada sosialisasi. Seperti apa kontrak kedepan. Bagaimana target produksi dan sebagainya," kata Andriansyah. 

Andriansyah mengharapkan, site MTBU yang sebagian wilayahnya berada di Kabupaten Lahat dapat memberikan dampak ekonomi terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal. 

"Seharusnya disosialisasikan sebelumnya, rencana-rencana perusahaan seperti apa, berapa daya serap tenaga kerja lokal. Kalau tidak ada sumbangsih, lebih baik perusahaan lain saja yang mengelola," tandasnya.