Prihatin Liga 1 Berlanjut di Tengah Badai Covid-19, Koordinator SOS Bikin Surat Terbuka untuk Presiden

Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali. (Net/rmolsumsel.id)
Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali. (Net/rmolsumsel.id)

Terdorong rasa prihatin atas kompetisi BRI Liga 1 2021/2022 yang tetap dilanjutkan di tengah badai Covid-19 yang melanda klub peserta, Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Akmal meminta Presiden untuk menghentikan sementara gelaran kompetisi demi keselamatan pelaku sepak bola tanah air.  


Berikut isi surat terbuka Akmal Marhali yang diunggah di akun Instagram pribadinya pada Minggu (6/2).

TOLONG SEPAKBOLANYA, PAK JOKOWI...

Yang Terhormat, Bapak Presiden

Indonesia memasuki gelombang ketiga penyebaran #covid19. Dalam rentang sepekan kasus positif naik pesat. Per 5 Februari kasus harian mencapai 33.739 orang. Jumlah yang terbilang sangat besar. Bapak telah mengingatkan untuk kita bersiap menghadapi cobaan besar. Memperketat protokol kesehatan, menjalankan 3T dan 5M dengan disiplin. Setiap Senin, Bapak @jokowi bersama Wapres @kyai_marufamin dan jajaran menteri terkait selalu melakukan Rapat Terbatas Evaluasi pelaksanaan PPKM. Melakukan langkah-langkah tegas demi menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat Indonesia.

Bapak Presiden Yang Terhormat,

Dunia pendidikan sudah mengambil langkah bahwa Pembelajaraan Tatap Muka (PTM) untuk sementara kembali ke Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Di bidang olahraga seperti @iblindonesia sudah menunda sementara kompetisinya dan akan dilanjutkan kembali bila #omicron yang penyebarannya masif ini telah terkendali.

Tapi, tidak untuk kompetisi #sepakbolanasional @liga1match. Demi kejar tayang, demi uang, #liga1 menepikan kesehatan dan keselamatan pelaku sepakbola di lapangan. Jadwal padat, jam tayang larut malam, sangat berpengaruh kepada imunitas pemain yang pada gilirannya menyebabkan Omicron sangat cepat menyebar. Bahkan, #liga1 sudah menjadi CLUSTER BARU COVID-19. Total, hampir 100 pemain yang terpapar.

Banyak tokoh sudah menyarankan untuk DISTOP sementara seperti halnya Indonesia Basket League. Tujuannya, untuk memutus mata rantai penyebaran di Liga 1 sekaligus melakukan inkubasi dan evaluasi pelaksanaan sistem bubble to bubble yang tidak efektif. Tapi, @pssi dan @pt_lib dengan tetap memaksa pertandingan digelar meski jumlah pemain tak memadai. Sebut misalnya @officialpersikabo yang hanya 15 pemain vs @baliunitedfc atau yang miris saat @maduraunited.fc vs @perselafc yang hanya menyisakan 2 dan 3 pemain di bangku cadangan.

Ironis! Bila PSSI dan LIB tidak punya inisiatif menghentikan sementara demi kemashlahatan, maka tolong sepakbola Indonesia, Pak! BAPAK SAJA YANG MENGHENTIKAN. Memaksakan kompetisi dengan situasi tidak menentu LEBIH BANYAK MUDHARATNYA DARIPADA MANFAATNYA!

Penghentian kompetisi sepak bola bukan hal baru di Indonesia. Setidaknya tercatat tiga kali kompetisi terhenti karena berbagai sebab.

Pertama, musim 1997/1998. Krisis moneter di penghujung 1997 yang menerpa negara-negara Asia juga dirasakan imbasnya di Indonesia. Harga kebutuhan pokok melambung, nilai tukar Rupiah anjlok, situasi politik memanas, kerusuhan merebak dimana-mana. Akhirnya PSSI menerbitkan status force majeure dan menghentikan Liga Kansas.

Kedua, saat musim 2015 digulirkan. Perseteruan Kemenpora dan PSSI berujung pada terhentinya kompetisi ISL kala itu. Adapun penyebab perselisihan tersebut karena aspek legalitas beberapa klub peserta ISL dipersoalkan oleh BOPI dan Kemenpora yang saat itu dipimpin Imam Nahrawi.

Padahal ISL 2015 mendapat sponsor utama bank asing asal Qatar, QNB. Namun baru memainkan pertandingan pekan ketiga, kompetisi harus berhenti karena Kemenpora menegaskan tak boleh ada izin dari kepolisian untuk pertandingan.

Intervensi Pemerintah kepada PSSI membuat FIFA menjatuhkan suspensi bagi Indonesia per 30 Mei 2015. Sanksi FIFA dicabut pada 13 Mei 2016 setelah dianggap konflik Pemerintah dan PSSI telah selesai.

Ketiga, musim kompetisi 2020. Menyebarnya virus Corona menjadi pandemi membuat berbagai aktivitas di seluruh dunia seolah terhenti. Termasuk kompetisi olahraga khususnya sepak bola.

Indonesia sempat menggelar Liga 1 2020 hingga pekan ketiga. Karena penyebaran Covid-19 kian masif, akhirnya diputuskan kompetisi untuk dihentikan.

Kini situasi serupa kembali dihadapi pesepakbola di Indonesia. Meningkatnya penyebaran Covid-19 varian Omicron membuat banyak klub kehilangan pemainnya yang terkonfirmasi positif Covid-19. Belum lagi sejumlah pemain yang menyingkir dari lapangan karena cedera.

Akankah PSSI dan PT LIB tetap bersikukuh melanjutkan kompetisi? Akankah Pemerintah akan kembali melakukan intervensi demi alasan kemanusiaan? Semua pihak terkait kompetisi menunggu jawabannya.