Mayoritas Guru Hanya Memberi Tugas Tanpa Interaksi dengan Siswa

Pengamat dan Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji mengkritisi penggunaan dana Pendidikan Profesi Guru (PPG) triliunan rupiah yang dikucurkan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru.


Ternyata dana triliunan rupiah itu mubazir karena mayoritas guru di Indonesia masih gagap teknologi (gaptek).

"Dengan kondisi sekarang baru ketahuan kan kalau guru-guru kita banyak yang gaptek. Mereka tidak siap dengan pembelajaran daring yang sebenarnya mudah kalau mereka paham," kata Indra, Kamis (19/3).

Tiga hari memantau perkembangan pembelajaran online, guru-guru kata Indra malah bingung mau kerjakan apa.

Walaupun sudah ada petunjuk teknis dari Kemendikbud, guru-guru ini tidak mengerti juga. Mereka hanya memberikan tugas rumah tanpa ada interaksi dengan siswa.

"Pembelajaran daring itu ya harus ada interaksi siswa dan guru. Kalau cuma sekadar kasi tugas tidak usah pakai sistem daring. Pembelajaran online itu tetap harus ada interaksi guru dan siswa. Jadi tidak dilepas siswanya kerjain tugas," terangnya.

Secara regulasi sebenarnya konsep pembelajaran berbasis digital atau daring ini sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses di mana prinsip pembelajarannya harusnya berjalan sebagai berikut:

  1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
  2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;
  3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;
  4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
  5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
  6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
  7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
  8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
  9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
  10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
  11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
  12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
  13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
  14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

"Melihat prinsip pembelajaran di atas harusnya guru-guru kita sudah siap menghadapi situasi belajar di rumah seperti sekarang. Apalagi standar di atas sebagai bagian dari 8 pilar pendidikan Indonesia sudah diterbitkan sejak 2016," terangnya.

Ini sudah 4 tahun dan pemerintah telah mengeluarkan biaya triliunan rupiah melatih guru-guru baik yang dilakukan Kemendikbud sendiri maupun melalui program PPG agar dapat melakukan proses pembelajaran sesuai dengan standar di atas.

"Program-program pelatihan guru yang memakan uang rakyat dengan jumlah besar ternyata masih sebatas event, tidak pernah terukur, dan dievaluasi learning output atau hasil belajarnya. Hal ini sangat berbahaya dalam mensukseskan program pembangunan SDM unggul di mana pendidik adalah ujung tombaknya," tandasnya.