Mangkir dari Panggilan Penyidik, Mantan Plt Kadis PMD Sumsel Jadi DPO Korupsi Seragam Batik Desa

Kajari Palembang, Hutamrin menunjukan foto Wilson yang masuk DPO dalam kasus seragam batik desa/ist
Kajari Palembang, Hutamrin menunjukan foto Wilson yang masuk DPO dalam kasus seragam batik desa/ist

Nama Wilson, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sumatera Selatan, kini resmi masuk dalam daftar buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang.


Ia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah berulang kali mangkir dari panggilan penyidik dalam kasus dugaan korupsi pengadaan seragam batik untuk perangkat desa se-Sumsel.

Misteri keberadaan Wilson mencuat sejak ia ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2024 lalu. Alih-alih memenuhi panggilan penyidik, ia hanya mengirimkan surat keterangan sakit, tetapi hingga kini tak pernah terlihat batang hidungnya.

“Karena terus menghindar dan tidak kooperatif, kami menetapkannya sebagai DPO,” tegas Kepala Kejari Palembang, Hutamrin SH MH, dalam konferensi pers, Senin (26/5/2025). 

Kejari Palembang juga telah meminta bantuan dari bidang intelijen Kejaksaan Agung untuk turut melacak dan menangkap Wilson.  Hutamrin dengan tegas mengimbau agar Wilson segera menyerahkan diri, karena tidak ada tempat aman bagi pelaku korupsi

"Kami juga minta bantuan intelijen Kejagung untuk melacak keberadaan yang bersangkutan. Sampai ke lubang semut pun akan kami cari," tegasnya. 

Wilson bukan nama baru dalam pusaran perkara ini. Ia disebut dalam dakwaan sidang korupsi yang menjerat tiga terdakwa lainnya yakni Agus Sumantri, Joko Nuraini, dan Priyo Prasetyo. Ketiganya telah divonis bersalah atas keterlibatan dalam proyek fiktif pengadaan batik tahun anggaran 2021, yang merugikan keuangan negara hingga Rp871,3 juta.

Dalam dokumen dakwaan, Wilson diduga menerima aliran dana sebesar Rp50 juta dari proyek tersebut. Agus Sumantri, selaku Ketua PPDI Sumsel sekaligus makelar proyek, menerima porsi terbesar, yakni Rp156,4 juta. Joko Nuraini yang bertindak sebagai subkontraktor menerima Rp403,9 juta, dan Priyo Prasetyo sebesar Rp5 juta.

Modus operandi kasus ini diduga melibatkan praktik mark-up dan manipulasi anggaran dalam pengadaan batik perangkat desa, program yang awalnya digagas sebagai simbol kebersamaan dan identitas desa oleh pemerintah provinsi. 

Kejaksaan berharap masyarakat yang mengetahui keberadaan Wilson dapat segera melapor. "Kami imbau yang bersangkutan menyerahkan diri. Karena pelarian hanya akan memperberat proses hukum," pungkas Hutamrin.