KPU Ngaku Tak Bisa Berkutik Soal Presidential Threshold Meski Dikeluhkan JK

Gedung KPU/net
Gedung KPU/net

Ambang batas pecalonan presiden atau presidential threshold yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu tak bisa diganggu gugat, termasuk oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI, Idham Kholik merespons keluhan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla atas presidential threshold.

Disampaikan Idham, KPU hanya sebagai pelaksana perhelatan pemilu yang tak bisa menentukan arah kebijakan soal pencalonan presiden.

Selain diatur di dalam Pasal 222 UU Pemilu, presidential threshold juga sudah ditegaskan konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi dalam beberapa kali putusan gugatan oleh sejumlah unsur masyarakat.

"Kami (KPU) ditugaskan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang di dalam ada putusan MK," ujar Idham saat ditemui di Kantor KPU Pusat, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/6).

Karenanya Idham menegaskan, bunyi aturan di Pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan pencalonan pasangan capres dan cawapres hanya bisa dilakukan oleh partai politik atau gabungan parpol minimal 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah nasional hasil pemilu sebelumnya, harus dijalankan oleh KPU.

"Saya enggak bisa berkomentar di luar itu. Dan hari ini UU mengatakan demikian," tandasnya.

Sejauh ini, MK telah memutus 22 permohonan uji materiil terkait presidential threshold yang di antaranya tertuang dalam putusan bernomor 51-52-59/PUU-VI/2008, 56/PUU-VI/2008, 26/PUU-VII/2009, 4/PUU-XI/2013, 14/PUU-XI/2013, 46/PUU-XI/2013, 56/PUU-XI/2013, 108/PUU-XI/2013, 49/PUU-XII/2014, 44/PUU-XV/2017, 53/PUU-XV/2017, 59/PUU-XV/2017, 70/PUU-XV/2017, 71/PUU-XV/2017, 72/PUU-XV/2017, 49/PUU-XVI/2018, 50/PUU-XVI/2018, 54/PUU-XVI/2018, 58/PUU-XVI/2018, 61/PUU-XVI/2018, 92/PUUXVI/2018, 74/PUU-XVIII/2020.

Dari keseluruhan putusan tersebut, MK mempertimbangkan sejumlah hal dalam menolak gugatan.

Pertama, MK menilai beberapa gugatan dilayangkan oleh pemohon yang tidak memiliki legal standing dan tidak dirugikan secara langsung oleh aturan presidential threshold.

Kedua, MK menilai presidential threshold upaya penguatan sistem presidensial yang menitikberatkan pada penyederhanaan partai politik. Kemudian yang ketiga, MK menlai presidential threshold sebagai kebijakan hukum terbuka atau open legal policy dari pembentuk UU.

Secara tidak langsung, MK bermaksud menyampaikan posisinya yang tidak berwenang memutus perkara presidential threshold, lantaran pengubahan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu hanya bisa dilakukan oleh pembuat kebijakan, dalam hal ini DPR RI bersama pemerintah.

Soal presidential threshold ini dikeluhkan Jusuf Kalla pada saat menjadi pembicara dalam acara Seminar Kebangsaan Dewan Pakar Pusat Partai Nasdem, sebagai rangkaian Rakernas Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/6).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini berpendapat, masalah tersulit dalam Pilpres 2024 mendatang bukanlah soal kampanye, melainkan pencalonan presiden yang dibatasi aturan presidential threshold.

Akibat dari pembatasan pencalonan presdien tersebut, JK melihat parpol kebingungan dalam menentukan calon pemimpin yang akan diusung di Pilpres 2024 mendatang.

Dia pribadi meyakini, yang mampu mengambil peran memutus kebingungan dalam hal pencalonan presiden ada di pundak partai-partai kelas menengah alih-alih bukan kelas atas.

Sebabnya, kekinian partai kelas atas yang memiliki tiket mencalonkan presiden justru tidak memiliki figur yang elektabilitasnya tinggi. Sementara di sisi yang lain, figur yang memiliki tingkat keterpilihan tinggi malah tidak memiliki kendaraan politik.