KPK Endus Tata Kelola Batu Bara Timbulkan Banyak Celah Korupsi

Ilustrasi tambang batu bara. (Dokumen RMOLSumsel.id)
Ilustrasi tambang batu bara. (Dokumen RMOLSumsel.id)

Tata kelola batu bara dan mineral selama ini dinilai masih berjalan terkotak-kotak. Hal ini menimbulkan banyak celah terjadinya tindak pidana korupsi.


Demikian terungkap saat launching Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) dan penandatanganan MoU Sistem Informasi Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas secara virtual, Selasa (8/3).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan selama ini tata kelola niaga batu bara dan mineral berjalan mengikuti aturan masing-masing di Kementrian dan Lembaga.

“Tidak ada proses check and balance di sepanjang jalur pergerakan batu bara dari mulai diproduksi, perdagangan domestik sampai dengan pengapalan untuk ekspor,” kata Firli.

Akibat dari hal itu, kata Firli menimbulkan banyak celah terjadinya tindak pidana korupsi lantaran adanya disparitas yang lebar antara data volume yang diproduksi dengan jumlah yang diekspor. Belum lagi, kata Firli, kewajiban domestic market obligation (DMO) dan pembayaran royalty tidak berjalan baik, belum lagi masih maraknya penambangan liar tanpa izin.

“Dampak lebih jauh adalah hilangnya potensi penerimaan negara dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali,” pungkas Firli.

Sejak tahun 2015, Firli mengungkap, KPK telah menginisiasi perbaikan tata kelola batu bara, yang dimulai dengan pembaharuan nota kesepahaman bersama 11 Kementrian/Lembaga dalam wadah gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam Indonesia (GNP-SDA).

“Di dalam GNP ini telah dilakukan penertiban berbagai IUP tambang karena ditemukan ada pemegang IUP (izin usaha pertambangan) yang tidak memiliki NPWP, pemegang IUP yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran royalty dan lain sebagainya,” demikian Firli.

Disamping itu, lanjut Firli, KPK juga bersinergi dengan Kejaksaan, TNI-Polri dan Direktorat Jenderal Adminitrasi Hukum Umum Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Perhubungan untuk melakukan pemblokiran kegiatan izin berlayar dan pengapalan dari perusahaan yang tidak punya IUP.

“KPK juga bekerjasama dengan Kementrian ESDM mendorong dikeluarkannya daftar clean and clear (CNC) sehingga jumlah IUP turun dari sekitar 11.000an menjadi hanya 2.000an saja,” pungkasnya.