KPK Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Sanksi Penyelenggara Negara Tak Patuh LHKPN

Ketua KPK, Firli Bahuri (Istimewa/rmolsumsel.id)
Ketua KPK, Firli Bahuri (Istimewa/rmolsumsel.id)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan harta kekayaannya dengan jujur.


Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) merupakan alat deteksi dini tindak pidana korupsi bagi penyelenggara negara.

"Maka tidak salah bila terhadap pejabat yang enggan melapor harta kekayaan, masyarakat berpandangan ada sesuatu yang disembunyikan. Barangkali, itu karena ada hasil korupsi," ujar Firli dalam cuitannya di akun Twitternya pada Selasa (9/11).

Ketidakpatuhan merupakan salah satu masalah. Apalagi, KPK sudah mengungkapkan sebanyak 95 persen data LHKPN tidak akurat. Banyak penyelenggara negara tidak jujur melaporkan harta kekayaannya, mulai dari tanah, bangunan, rekening bank, sampai investa lain.

"Ada saja yang mereka sembunyikan," kata Firli.

Namun sayangnya, sejauh ini belum ada aturan sanksi tegas bagi penyelenggara negara yang tidak patuh menyampaikan LHKPN. Demikian juga sanksi bagi mereka yang menyembunyikan kekayaannya.

"Tidak ada gunanya menantikan kesadaran seluruh penyelenggara negara. Pemecahan persoalan tersebut memerlukan komitmen politik yang kuat di tingkat legislasi," jelas Firli.

"Ketidakpatuhan melaporkan harta kekayaan bagi pejabat publik merupakan salah satu mental korup yang harus dikikis! Oleh karena itu, kami mendesak DPR RI dan pemerintah menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaan," sambung Firli menegaskan.

Aturan tersebut, kata Firli, bisa dimasukkan dengan merevisi UU 28/1999. Karena, UU tersebut hanya mengatur sanksi administratif bagi pejabat yang mangkir melapor kekayaan.

"Sudah saatnya menghadirkan aturan pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara. Mereka harus bisa membuktikan harta kekayaan tidak diperoleh dari hasil korupsi. Dengan begitu, pencegahan korupsi baru bisa bertaring," pungkas Firli.