Komunikasi Kandidat Cabup Kurang Baik, GMNI: Pilkada OKU Tidak Menarik

Nama-nama tokoh yang muncul menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 terutama di kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), merupakan nama-nama lama.

Publik di OKU sudah pada hafal dengan kekurangan dan kelebihan tokoh-tokoh itu. Termasuk calon dari petahana (incumbent) yang sudah menyatakan diri untuk tetap maju di periode kali ini.

Demikian disampaikan Sekretaris DPP GMNI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Eryleo Ridho, ST, kepada rmolsumsel.id, Senin (09/03).

Dan nama-nama yang santer terdengar, yang mempunyai kans maju untuk menjadi bakal calon bupati dan wakil bupati, itu pun dalam pengamatannya rata-rata berusia di atas 55 Tahun.

Artinya menurut Edo, demikian ia biasa disapa, menandakan proses pengkaderan kepemimpinan yang di terjadi di partai politik yang ada di OKU kurang berjalan dengan baik.

"Bahkan sejujurnya, kondisi ini bisa jadi menunjukan OKU defisit kader pemimpin. Terlebih kader pemimpin muda," ujar dia.

Buktinya. Proses penjaringan calon kepala daerah sekarang masih bersifat sporadis. Dimana hanya berdasarkan kekuatan popularitas dan elektabilitas personal calon kepala daerah tersebut.

Penyebabnya apa? Itu tadi, dikarenakan tidak adanya pendidikan politik yang baik dari pemerintah maupun partai politik, organisasi kepemudaan. Sehingga dalam tatanan masyarakat, belum berhasil menelurkan calon pemimpin yang mampu berbicara di tingkat daerah.

"Saya pribadi sebagai generasi milenial, menilai Pilkada kali ini tidak menarik. Karena calon yang ada, kurang mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat," cetus Edo.

Menurut dia, bekal yang diperlukan calon kepala daerah, tentu saja tak sekadar dikenal masyarakat.

Melainkan harus memiliki gagasan, program kerja nyata, memperluas basis sosial politik dan meningkatkan skill politiknya sekaligus mampu menjawab persoalan masyarakat.

Dalam arti, tak boleh sekadar dikenal memberikan janji- janji, tapi miskin gagasan dan minim basis sosial.

Nah, jika situasi seperti ini masih terus terjadi, lanjut dia, kecil kemungkinan akan banyak calon di pilkada OKU 2020 ini.

Padahal, semakin banyak calon yang bisa ditelurkan oleh partai politik, maka pemilih akan makin bergairah untuk datang ke tempat pemungutan suara.

"Sehingga kami punya harapan untuk menentukan pilihan. Ya paling tidak, ada 3 atau 4 pasang calon yang mengikuti. Sehingga secara politik pemilih mendapat edukasi dalam memberikan pilihan," tandasnya. [R]


[rmol]. Nama-nama tokoh yang muncul menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 terutama di kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), merupakan nama-nama lama.

Publik di OKU sudah pada hafal dengan kekurangan dan kelebihan tokoh-tokoh itu. Termasuk calon dari petahana (incumbent) yang sudah menyatakan diri untuk tetap maju di periode kali ini.

Demikian disampaikan Sekretaris DPP GMNI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Eryleo Ridho, ST, kepada rmolsumsel.id, Senin (09/03).

Dan nama-nama yang santer terdengar, yang mempunyai kans maju untuk menjadi bakal calon bupati dan wakil bupati, itu pun dalam pengamatannya rata-rata berusia di atas 55 Tahun.

Artinya menurut Edo, demikian ia biasa disapa, menandakan proses pengkaderan kepemimpinan yang di terjadi di partai politik yang ada di OKU kurang berjalan dengan baik.

"Bahkan sejujurnya, kondisi ini bisa jadi menunjukan OKU defisit kader pemimpin. Terlebih kader pemimpin muda," ujar dia.

Buktinya. Proses penjaringan calon kepala daerah sekarang masih bersifat sporadis. Dimana hanya berdasarkan kekuatan popularitas dan elektabilitas personal calon kepala daerah tersebut.

Penyebabnya apa? Itu tadi, dikarenakan tidak adanya pendidikan politik yang baik dari pemerintah maupun partai politik, organisasi kepemudaan. Sehingga dalam tatanan masyarakat, belum berhasil menelurkan calon pemimpin yang mampu berbicara di tingkat daerah.

"Saya pribadi sebagai generasi milenial, menilai Pilkada kali ini tidak menarik. Karena calon yang ada, kurang mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat," cetus Edo.

Menurut dia, bekal yang diperlukan calon kepala daerah, tentu saja tak sekadar dikenal masyarakat.

Melainkan harus memiliki gagasan, program kerja nyata, memperluas basis sosial politik dan meningkatkan skill politiknya sekaligus mampu menjawab persoalan masyarakat.

Dalam arti, tak boleh sekadar dikenal memberikan janji- janji, tapi miskin gagasan dan minim basis sosial.

Nah, jika situasi seperti ini masih terus terjadi, lanjut dia, kecil kemungkinan akan banyak calon di pilkada OKU 2020 ini.

Padahal, semakin banyak calon yang bisa ditelurkan oleh partai politik, maka pemilih akan makin bergairah untuk datang ke tempat pemungutan suara.

"Sehingga kami punya harapan untuk menentukan pilihan. Ya paling tidak, ada 3 atau 4 pasang calon yang mengikuti. Sehingga secara politik pemilih mendapat edukasi dalam memberikan pilihan," tandasnya.