Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mengungkap bahwa ada tujuh orang jurnalis menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Jakarta, 8 Oktober 2020.
- Massa BPI KNPA Desak Polda Usut Celah Korupsi di Dinas Pendidikan Sumsel
- Tujuh Jam Pencarian, Pelajar di Danau OPI Jakabaring Ditemukan Meninggal Dunia
- Ibu Muda di Lubuklinggau Gagal Selundupkan HP ke Dalam Lapas
Baca Juga
Bahkan, jumlah itu terus bertambah karena AJI Jakarta terus melakukan pendataan.
Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mengatakan, guna menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Ini sesuai dengan Pasal 4 UU Pers dan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” beber Erick kepada wartawan, Jumat (8/10).
Artinya, lanjut Erick menuturkan, anggota kepolisian yang melanggar UU tersebut pun dapat dipidanakan. AJI Jakarta lantas mendesak agar kepolisian bisa lebih profesional dalam menjalankan tugasnya.
“Kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan kepolisian kerap berulang meski AJI Jakarta membuat laporan. Sanksi etik Polri tak cukup untuk menghukum para terduga kekerasan,” tegas Erick.
Erick menuturkan, sekalipun wartawan telah melengkapkan diri dengan atribut pers dan identitas pembeda di lokasi demonstrasi, tetap saja jadi sasaran amuk polisi.
Atas kejadian yang menimpa insan pers, AJI Jakarta pun mengeluarkan sejumlah sikap.
Pertama, Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja, serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.
“Kedua, mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban,” kata Erick.
Ketiga, mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat agar berani melaporkan kasusnya, serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis.
“Keempat, AJI Jakarta mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan,” tegas Erick.
- Pelaku Penembakan Saat Malam Imlek di California Tewas Bunuh Diri
- Live Tiktok: Akun Febysharon Bongkar Sosok Meisya Thalib, Selebgram yang Disebutnya Jadi Selingkuhan Kapolres Muara Enim
- Diiringi Ratusan Pelayat, Jenazah Abah Toyib Dimakamkan di Pemakaman Keluarga