Fahri Hamzah: KPK Dipakai Untuk Gencet Sana Gencet Sini, Ancur itu Semuanya

Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah saat menjadi narasumber ILC/Repro
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah saat menjadi narasumber ILC/Repro

Wakil ketua umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengungkap bobroknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelum ada Undang-undang KPK yang baru atau era sebelum Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah itu.


Mulanya, Fahri menyampaikan bahwa ada salah seorang saksi usai menjalani persidangan menyampaikan kepada publik bahwa Fahri Hamzah menerima uang senilai 25 ribu dolar Amerika Serikat dari terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet Nazaruddin.

Salah seorang saksi itu, ungkap Fahri, menyampaikannya pada saat menjelang pemilihan legislatif (pileg) sehingga mempengaruhi suaranya di daerah pemilihan (dapil), dengan tujuan agar tidak terpilih kembali sebagai anggota DPR RI.

“Setelah saya menjabat (anggota DPR) yang bersangkutan ketemu dengan saya membuat pengakuan kalau dia ditekan disuruh menyebut nama saya di ruang sidang. (yang menyuruh) nama penyidiknya, semuanya lengkap,” kata Fahri saat menjadi narasumber ILC yang dikutip redaksi dari akun Youtube Indonesia Lawyers Club, Jumat (5/5).

Menurut Fahri, peristiwa yang menimpanya itu merupakan konspirasi KPK era dulu. Bahkan, ia meyakini Anas Urbaningrum akan banyak membuka tabir perlakuan KPK saat itu yang menjadikan Nazaruddin sebagai meriam untuk menembak sejumlah pihak.

“Bajingan ini semuanya ini, (KPK) dipakai untuk gencet sana gencet sini. Ancur itu semuanya,” ujar Fahri.

Lebih dalam Fahri mengungkapkan, pada saat DPR RI membuat hak angket terhadap KPK mengungkap adanya pemakaian uang ilegal dari aset yang disita dari para pelaku tindak pidana korupsi.

“Gila itu. Sudahlah kita sudah saling tahu kelakuan ini,” kata Fahri kesal.

Oleh karena itulah, Fahri menyampaikan bahwa dirinya saat masih menjadi anggota DPR RI sebagai Wakil Ketua melakukan revisi Undang-undang KPK yang baru No 19/2019, yang di dalamnya dibentuk dewan pengawas (dewas).

KPK era dulu, kata Fahri selain telah melenceng jauh juga disalahgunakan oleh para pimpinan KPK untuk melawan negara.

“Dipakai gedung (KPK) itu seenak-enaknya. Sudah gak ada (yang perduli) itu conflict of interest. Pimpinan KPK tersangka kumpul itu semua lawyernya. Seenaknya aja lembaga negara itu dipakai. Keterlaluan sudah itu,” ujar Fahri.

Dengan demikian, Fahri berpandangan bahwa dengan UU KPK yang baru inilah kemudian lembaga antirasuah ini tidak lagi bisa dijadikan kendaraan politik.

“Hubungan antara KPK dan politik itu sudah dihabisi melalui revisi Undang-undang ini,” tekan Fahri.

“Sehingga tidak ada lagi orang-orang yang main-main dengan LSM, pembocor. Ada media yang setiap minggu terima bocoran, siapa berani bantah, termasuk sprindik Anas Urbaningrum. Ini kelakuan (KPK era dulu),” pungkas Fahri.