“Merdekakan Kami Dari Debu Batu Bara”

 aksi menyuarakan kerusakan ekologis yang  bertema “Merdekakan Kami Dari  Debu Batu Bara Kembalikan Hak Kami Atas Lingkungan Yang Sehat  Dan Bersih Yang Telah Dirampas “ di Desa Muara Maung Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati HUT RI Ke-78.(ist/RMolSumsel.id)
aksi menyuarakan kerusakan ekologis yang  bertema “Merdekakan Kami Dari  Debu Batu Bara Kembalikan Hak Kami Atas Lingkungan Yang Sehat  Dan Bersih Yang Telah Dirampas “ di Desa Muara Maung Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati HUT RI Ke-78.(ist/RMolSumsel.id)

Dalam rangka menyambut hari kemerdekaan, Pemuda Merapi Area  membuat aksi menyuarakan kerusakan ekologis yang  bertema “Merdekakan Kami Dari  Debu Batu Bara Kembalikan Hak Kami Atas Lingkungan Yang Sehat  Dan Bersih Yang Telah Dirampas “ di Desa Muara Maung Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati HUT RI Ke-78.


Ketua Pelaksana Reza Yuliana mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk menyuarakan penderitaan yang terjadi di Merapi Area dimana saat ini masih dijajah oleh oligarki karena udara yang kurang sehat akibat bercampur dengan debu batu bara yang berasal dari tambang.

Semenjak masuknya pertambang batu bara pada tahun 2009 udara di merapi udara  mulai perlahan memburuk. Perusahan pertambang batu bara khusus di Merapi Barat kini sudah 14 tahun beroperasi dari tahun 2009- 2023 dan kualitas udara makin memperparah.

Debu batu bara yang dihasilkan dari angkutan batu bara yang  berton-ton melintas setiap hari di Lahat ,Sumatera Selatan yang sangat meresahkan. 

“Sebagai pemuda pribumi kita harus lantang menyuarakan penindasan yang dilakukan, kita harus melawan dan jangan hanya diam tertindas,”ujar Reza Y ,Kamis (17/08).

Merapi Area terdiri dari tiga kecamatan yaitu Merapi Timur,( 14 Desa )Merapi Barat ( 19 Desa) dan Merapi Selatan(11 Desa).Di Merapi Area ada sekitar kurang lebih 50 perusahaan Tambang Batu Bara dan 2 PLTU  berskala Nasional yaitu PLTU Keban Agung dan PLTU Banjarsari.

Dampak buruk yang disebabkan oleh tambang dan PLTU membuat lingkungan menjadi kurang sehat karena udara telah tercemar. 

Dikarenakan risiko kesehatan itu berdasarkan jenis kegiatan pertambangan yaitu penambangan dalam tanah dan terbuka. Tambang batubara menghasilkan banyak debu yang jika terhirup dapat menyebabkan flek hitam di paru-paru - paru pekerja atau orang lain yang tinggal di wilayah sekitar. 

“Peledakan dan pengeboran dalam proses pertambangan juga menghasilkan mineral halus pada debu yang bisa terhirup dan menumpuk di paru-paru sehingga jadi penyebab pneumokoniosis,”ujarnya.

Sementara itu, dengan dampak besar lingkungan yang dihasilkan oleh pembakaran batubara untuk energi listrik  bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), di dalamnya telah diatur dengan jelas bahwa pembangunan tidak boleh mementingkan kepentingan investor semata. 

Pembangunan juga wajib mempertimbangkan kehidupan sosial masyarakat, flora dan fauna karena itu sangat berkaitan dengan kelangsungan sebuah kehidupan. Menurut Amdal Perusahan PT. MAS dan PT. BAU Perusahan Tambang Batu Bara Merapi Barat dengan jumlah data ada sekitar 1.323 jiwa di Merapi Barat II tahun 2011. 

Menurut AMDAL PLTU Keban Agung tentang Dampak Buruk bagi kesehatan masyarakat ada sekitar 10 jenis penyakit( Ispa, Diare, Gastritis, Penyakit pada sistem otot dan jaringan, infeksi penyakit usus, penyakit mata, kulit, kecelakaan, tekanan darah tinggi dan penyakit lainnya) dari jenis penyakit tersebut penyakit ISPA ada di urutan pertama dengan jumlah data ada sekitar 1739 jiwa, Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat Tahun 2017.

Padahal, jelas tentang diatur dalam undang – undang konstitusi, adanya PP 22/2021 tidak menggugurkan kewajiban pemerintah dalam menjamin lingkungan hidup yang bagi masyarakat. Hal tersebut ditegaskan pada Pasal 28 H Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan, 

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,”tegasnya.

Seperti diungkapkan salah satu masyarakat Kecamatan Merapi Barat Sumhayana merupakan perempuan yang  melawan oligarki . 

Menurutnya ,setiap hari masyarakat Merapi Area menghirup udara kotor debu batu bara.

“Harus berapa lama kami masyarakat menderita akibat debu batu bara. Harapannya mobil angkutan batu bara jangan melintas di jalan raya. Ini jalan negara bukan jalan perusahan tambang batu bara dan pemangku kebijakan khususnya Bupati Lahat harus menindaklanjuti persoalan permasalahan debu ini jangan memperparah korban jiwa akibat debu,”ujarnya.