Wacana menuntut koruptor dengan hukuman mati dianggap hanya jargon politik demi meraih simpati masyarakat untuk memperlihatkan keberpihakan pihak tersebut terhadap pemberantasan korupsi.
- Tekan Pelanggaran Lalulintas, Polrestabes Palembang Gelar Operasi Patuh Musi 2022
- Sidang Isbat Penetapan 1 Syawal, Kemenag Undang Ormas Islam dan Perwakilan Dubes
- Manambang Muara Enim Ikut Rasakan Duka Keluarga Korban Fatality
Baca Juga
Demikian pendapat Indonesia Corruption Watch (ICW) soal wacana Jaksa Agung ST Burhanuddin soal rencana untuk menutut koruptor dengan hukuman mati.
"Padahal, kalau kita berkaca pada kualitas penegakan hukum yang mereka lakukan, hasilnya masih buruk. Jadi, apa yang diutarakan tidak sinkron dengan realita yang terjadi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Jumat (29/10).
Menurut Kurnia, dibanding dengan tuntutan mati, lebih baik para koruptor diberikan hukuman kombinasi antara hukuman badan dan pemiskinan. Hal ini bisa dilakukan dengan pemidanaan penjara, pengenaan denda, penjatuhan hukuman uang pengganti, dan pencabutan hak politik. Selain soal jenis pemidanaan, ia juga menyoroti masalah kualitas penegakan hukum oleh aparat penegak hukum yang masih perlu banyak diperbaiki.
"Belum lagi jika berbicara tentang lembaga kekuasaan kehakiman. Fenomena diskon untuk hukuman bagi para koruptor masih sering terjadi," kata Kurnia.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati bagi terdakawa pada dua kasus megakorupsi yang ditangani Kejagung, yakni kasus pengelolaan keuangan dan penempatan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.
- Kemenag Terbitkan Panduan Salat Iduladha dan Kurban, Ini Rinciannya
- Tempuh Jarak Ribuan Kilometer, Pegiat Sepeda Onthel Tiba di Palembang
- Anies Cabut Izin Usaha Seluruh Outlet Holywings di Jakarta, Begini Sebabnya