Ukur Ulang Lahan Sengketa PT WBS di Keramasan Sempat Ricuh

Salah seorang ahli waris menyampaikan keluhannya kepada Wadir Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Tulus Sinaga, sebelum pengukuran lahan ulang/Foto:ist
Salah seorang ahli waris menyampaikan keluhannya kepada Wadir Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Tulus Sinaga, sebelum pengukuran lahan ulang/Foto:ist

Sengketa lahan antara warga dan PT Wahana Bara Santosa (WBS) di Jalan  Jepang, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, sempat ricuh saat Ditreskrimum Polda Sumatera Selatan (Sumsel) dipimpin Wadir Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Tulus Sinaga melakukan ukur ulang terhadap lahan seluas lebih kurang 100 hektar, Rabu (11/5).


Kericuhan itu dipicu lantaran saat dua orang petugas kepolisian Polsek Indralaya Utara, yang berupaya menghalang-halangi upaya dari warga pemilik tanah untuk menutup jalan yang dilewati kendaraan berat milik PT WBS.

Wadir Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Tulus Sinaga, mengaku pihaknya belum dapat menentukan kepemilikan tanah ini baik klaim warga maupun PT WBS.

"Kedua belah pihak sama-sama mengklaim memiliki SHM dan sama-sama melapor dalam kasus ini dan kami hormati keduanya. Kami akan selidiki kenapa sampai ada penerbitan dua SHM baik oleh BPN Kota Palembang maupun BPN Ogan Ilir," kata Tulus.

Sebelumnya, pada Januari, Megawati (40) warga Jalan Ki Marogan, Desa Kemang Agung, Kertapati Palembang melaporkan PT WBS telah melakukan penyerobotan tanah milik orangtuanya, di kawasan keramasan Palembang ke Polda Sumsel.

“Kami menilai lahan tersebut saat ini berstatus quo lantaran tengah dilakukan upaya hukum di kepolisian. Kenapa kami dihalang-halangi, kalau kami dilarang harusnya dari PT WBS juga tidak diperbolehkan beraktivitas,” kata Megawati, putri dari almarhum Kompol (Purn) HM Tanawi, HS ini.

Total lahan milik almarhum ayahnya menurut Megawati seluas 40 hektar dan lahan masyarakat seluas 60 hektar bersertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh BPN Kota Palembang di tahun 2010 silam.

Lalu lahan seluas 100 hektar ini juga diklaim oleh PT WBS dengan sertifikat di tahun 2015 yang dikeluarkan BPN Ogan Ilir.

“Hasil koordinasi dengan BPN Kota Palembang dan Biro Pemerintahan dan Otda Pemprov Sumsel, dari ketetapan sengketa tapal batas wilayah antara Palembang dan Ogan Ilir diputuskan, tanah kami ini masuk wilayah Kota Palembang,” kata Megawati.

Megawati mengaku  juga sudah mengirimkan surat permohonan sekaligus meminta keadilan dan perlindungan hukum kepada Gubernur Sumsel, Kapolda Sumsel, Kejati Sumsel, Kapolri hingga Presiden Joko Widodo.

"Tanah kami dirampas, diserobot, kami minta penegakan hukum, tanah kami dirampas,selama ini kami tinggal disini berpuluh puluh tahun, sekarang mau di rebut sama PT, padahal kami punya sertifikat tanah yang lebih tua," katanya.

H Udin, pemilik lahan lainnya, mereka mengendus telah terjadi permainan oleh PT WBS, yang diduga Direktur Utamanya, Eric Rahardja yang mengajukan surat ke Kementerian ATR/BPN.

“Yang merekomendasikan pembatalan SHM milik warga tahun 2010 yang dikeluarkan oleh BPN Kota Palembang. Kami memohon Presiden Joko Widodo agar membatalkan sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN Ogan Ilir di tahun 2015. Serta menjadikan lahan ini status quo,” katanya.

Mirzan Farizal, bagian eksternal PT WBS  mengatakan, sesuai arahan pihak Polda Sumsel untuk konfirmasi dan melakukan ukur ulang, pihaknya ikut hadir.

"Kami punya sertifikat mereka juga punya. Mari kita selesaikan menurut aturan hukum berlaku,” katanya sembari mengatakan pihaknya memiliki alas hak SHM PT WBS adalah SHM tahun 2015 yang dikeluarkan oleh BPN Ogan Ilir. Kemudian lahan tersebut dibangun jalan khusus untuk angkutan batubara yang baru dibeli pada tahun 2018 dari PT Budi Bhakti Prima (BBP).

Pihaknya menyayangkan adanya upaya penutupan dari ahli waris dan warga yang mengaku sebagai pemilik tanah. Dalam ukur ulang itu juga dihadiri perwakilan dari Kantor ATR/BPN Kota Palembang, ATR/BPN Ogan Ilir (OI), Kanwil ATR/BPN Sumsel, dan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Otda).