Tradisi Palembang “Nedokke 7 Jando di Rumah Baru” Mulai Hilang

Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja. (foto: istimewa)
Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja. (foto: istimewa)

Salah satu tradisi Palembang yang saat ini sudah jarang ditemukan dan mulai hilang yaitu tradisi Nedokke 7 Jando di Rumah Baru. Sesuai namanya, tradisi ini mengumpulkan tujuh orang janda untuk tinggal di rumah baru, sebelum ditempati. Dulu bahkan ada ketua janda yang mengumpulkan janda sebanyak tujuh orang untuk membantu orang yang mau pindahan rumah.


Menurut Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja, tradisi ini cukup positif, terutama untuk memberikan santunan dan memperhatikan para janda-janda yang kekurangan. Diutamakan adalah janda-janda dari keluarga sendiri.

“Tradisi itu tidak ada lagi. Sekarang kalau pindahan rumah baru di Palembang cukup yasinan. Tapi kalau mau dihidupkan lagi tradisi ini tentu bagus untuk menyantuni janda-janda yang memiliki anak yatim,” katanya, Minggu (30/5).

Janda-janda yang dipilih ini, jelasnya, adalah mereka yang sudah haji, yang bisa mengaji, dan janda yang memiliki kemampuan menasehati dan memberikan masukan positif kepada pemilik rumah. Janda-janda ini mengaji dan membantu tuan rumah dan tidurnya terpisah atau tidak bergabung dengan tuan rumah.

"Jadi, tradisi ini bukan hal yang negatif. Biasa janda-janda akan tinggal di rumah baru itu selama satu minggu,” kata pria yang  berprofesi sebagai notaris dan PPAT ini.

Dibincangi terpisah, salah satu tokoh adat di Palembang, Kemas Haji Masud Khan mengaku masih mengingat tradisi "Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru". Tepatnya, pada tahun 1970-an dimana rumah yang ia tinggali saat ini dilaksanakan tradisi tersebut. 

“Alhamdulillah rumah itu rezekinya cukup, tidak ada bentrokan. Proses itu mendatangkan kebaikan, tentunya atas izin Allah," ujarnya. 

Adat istiadat ini diyakininya sebagai proses supaya berkah. Ia membenarkan, tradisi ini belum banyak diangkat dan diperbincangkan. Tidak heran kalau banyak masyarakat Palembang yang tidak tahu. "Karena itu, kami ingin menginformasikan bahwa ini tradisi yang unik dan langkah," katanya ketika ditemui di Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam beberapa waktu lalu.

Budayawan Palembang Vebri Al Lintani melihat, tradisi Niduke Tujuh Jando di rumah baru ini bukan tradisi Islam, tapi hanya adat yang dilakukan masyarakat Palembang. "Kenapa harus janda? Janda-janda ini tentunya banyak pengalaman hidup. Kalau bilang janda kebanyakan berpikir lain. Padahal itu kan takdir, misalnya janda karena ditinggal mati suami, " terangnya.

Menurut Vebri, kesabaran dan ketabahan janda itu satu nilai kebaikan dalam Islam. Bahwa dia mampu menahan dan menjaga dirinya."Itu nilainya yang baik, dari pengalaman hidupnya itulah yang mungkin tidak dirasakan orang lain. Tujuh janda ini bukan sembarang janda, melainkan orang-orang yang terpilih," katanya.

Kenapa dikatakan orang terpilih, karena jandanya harus yang rajin ibadah, dan bisa ngaji, bisa dikatakan yang alim. Sehingga rumah baru yang akan ditempati itu diharapkan berkah, seperti ambil berkahnya. Menurutnya, tujuh janda yang terpilih tersebut diutamakan dari keluarga terdekat. Kalau tidak ada baru dari luar. Namun jandanya juga yang sudah berumur.

"Untuk prosesnya seperti, misal mulai masuk ke rumah barunya malam Jumat maka selesainya malam Jumat berikutnya. Jadi tujuh janda tinggal selama tujuh hari di rumah baru tersebut," katanya.

Selama tujuh hari tersebut janda-janda itu tidak masak, karena diantarkan makanan dari tuan rumah. Paling kalaupun masak seperti air panas dan yang ringan-ringan. Karena memang tuan rumah juga menyediakan alat masak kalau dulu minyak tanah, kalau sekarang bisa dibilang gas.

Disediakan juga bumbu-bumbu dan rempah-rempah seperti garam, asam, kayu manis dan lain-lain. Yang dilakukan para janda ini selama tujuh hari yaitu berdoa, membaca yasin, dan beribadah. "Ini semacam uji coba menempati rumah baru, sebelum ditempati yang punya rumah," jelas dia. 

Nantinya janda tersebut akan bercerita tentang kondisi rumahnya, dingin atau nyaman, atau bahkan kalau memang dirasa ada penunggunya, juga akan disampaikan. Dengan begitu, yang punya rumah bisa mengambil tindakan, misalnya diadakan yasinan, dan lain-lain. 

Lalu pada hari ke tujuh diadakan hajatan dari tuan rumah seperti yasinan, sedekah, doa dan lain-lain. Setelah itu besoknya baru ditunggu tuan rumah. "Kalau uda selesai sebagai ucapan terimakasih atau penghargaan, para janda diberi pakaian atau yang lainnya sesuai kemampuan tuan rumahnya," kata mantan ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP) ini.

Menurut Vebri, tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru ini masih ada yang melakukan tradisi ini, seperti di daerah Tangga Buntung atau Seberang Ulu. Namun memang sudah tidak terdengar lagi di kota Palembang.