Tong Djoe, Taipan Keturunan Tiongkok Asal Palembang yang Lebih Nyata dari Akidi Tio 

Tong Djoe semasa hidup, salah satu dermawan kelahiran Palembang. (ist/rmolsumsel)
Tong Djoe semasa hidup, salah satu dermawan kelahiran Palembang. (ist/rmolsumsel)

Donasi sebesar Rp2 triliun untuk mengatasi penanganan COVID-19 yang diberikan mendiang Akidi Tio melalui putri bungsunya, Heryanty, secara seremonial kepada Kapolda Sumsel, Irjen Pol Eko Indra Heri dan disaksikan Gubernur Sumsel, Herman Deru, Senin (26/7) lalu, sempat bikin heboh masyarakat Indonesia.


Sepekan kemudian atau pada Senin (2/8) sore, justru Heryanty dijemput paksa ke Mapolda Sumsel, untuk dimintai keterangan. Itu karena donasi yang ditenggat harus diserahkan pada Senin pukul 14.00WIB tersebut tak juga diserahkan.

Masyarakat se tanah air ini kembali dihebohkan untuk kedua kalinya. Keluarga Akidi Tio dinilai melakukan penipuan, hoaks dan melakukan prank terhadap seluruh masyarakat Indonesia. 

Hingga hari ini pun, pihak kepolisian masih mendalami kasus ini. Sementara, kesehatan Heryanty sendiri dikabarkan drop, akibat kejadian ini. Efeknya, nama besar Kapolda Sumsel, Irjen Pol Eko Indra Heri, menjadi tercoreng.

Sejak awal momen seremonial penyerahan donasi tersebut, banyak pihak yang bertanya sepak terjang dan rekam jejak dari keluarga Akidi Tio. Sampai-sampai mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan dan pengacara kondang Hotman Paris pun mencari informasi tentang Akidi Tio.

Bukan tanpa sebab, dengan donasi yang nilainya fantastis tersebut, membuat banyak pihak, khususnya dermawan tertampar. Apalagi, nama Akidi Tio sendiri cukup asing dimata para petinggi dan sesama pengusaha keturunan Tiongkok. 

Lintas dunia maya atau di media sosial juga tak ketinggalan membicarakan semua hal tentang Akidi Tio dan donasi Rp2 triliun ini. Mulai dari mencurigai, memuji sikap keluarga Akidi Tio, hingga membanding-bandingkan dengan para pengusaha lain.

Akidi Tio sendiri diketahui merupakan pengusaha yang bergerak di bidang pembangunan dan kontraktor asal Langsa, Aceh Timur. Dari informasi yang didapat Kantor Berita RMOLSumsel, keluarga Akidi Tio sudah dikenal dermawan dengan sering membantu masyarakat Palembang.

Namun, jauh sebelum mencuatnya nama Akidi Tio selama sepakan ini, sudah ada pengusaha keturunan Tiongkok yang telah berbuat untuk Sumsel. 

Mungkin saat ini tak banyak yang mengenal sosok Bernama Tong Djoe. Tak hanya dikenal sebagai pengusaha asal Palembang, tetapi banyak disebut sebagai seorang pejuang bagi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Semasa hidupnya, Tong Djoe ikut mengembangkan perekonomian Indonesia di masa orde lama dan orde baru yang kedermawanannya melebihi Akidi Tio. Lahir di Palembang 26 September 1926, Tong Djoe menghembuskan nafas terakhir di usia 94 tahun di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, 8 Februari  2021 lalu.

Tong Djoe merupakan konglomerat yang hidupnya sangat sederhana dan jauh dari publisitas, tapi bagi pebisnis lama dia adalah seorang legenda juga misteri. Bisnisnya berbasis di tiga negara, yang tidak hanya mengambil semata mata dagang melainkan juga melakukan diplomasi politik di belakang layar.

Tong Djoe adalah pemilik perusahaan Tunas Group Pte. Ltd. yang pernah berkantor di Singapura dan banyak berperan dalam membuka kembali hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok di masa orde baru.

Bersama Sukamdani Gitosardjono, Tong Djoe memimpin 'pasukan' pengusaha untuk melakukan normalisasi hubungan ekonomi antara kedua negara. Rombongan tersebut mendapatkan restu dari Menteri Sekretaris Negara kala itu Moerdiono.

Pengusaha kapal ini telah menjalin hubungan dengan para presiden Indonesia sejak pada masa Presiden Soekarno. Dalam hubungannya dengan sejumlah presiden Indonesia, Tong Djoe banyak berperan dalam menciptakan jalinan usaha dagang antara para pengusaha Indonesia dan Tiongkok, serta pemberi nasihat kepada beberapa presiden dalam berhubungan dengan negara tersebut.

Tong Djoe juga teman seperjuangan Dr Ak Gani, yang menyediakan kapal miliknya untuk menyelundupkan persenjataan Tentara Republik Indonesia (TRI) dimasa perjuangan  di era tahun 1945 dari Singapura ke Palembang. Atas jasa tersebut, di masa Presiden BJ Habibie, pemerintah memberikan penghargaan Bintang Jasa Pratama kepada Tong Djoe pada tahun 1998.

Kemudian, Tong Djoe sempat membangun bisnis berdua dengan Ibnu Sutowo, mantan bos Pertamina untuk pertama kali dengan membentuk Tunas Group, di Tanjong Pagar Singapura pada tahun 1970-an.

Dari gedung Tunas miliknya, Tong Djoe banyak membantu Indonesia, China, dan bahkan Singapura. Gedung perkantoran Tunas diresmikan oleh Dirut Pertamina Ibnu Sutowo pada tahun 1973, yang berlokasi di kawasan Tanjong Pagar, dekat pelabuhan Singapura. Gedung Tunas itu merupakan gedung tertinggi dan termewah saat itu karena kawasan itu masih merupakan kampung.

Istri Lee Kuan Yew, mantan PM Singapura, sempat mendatangi Tong Djoe dan bertanya mengapa dia membangun gedung tinggi di kawasan pelabuhan Singapura, yang saat itu masih kampung. Kenapa tidak membangun di pusat kota. 

Artikel media berbahasa Tiongkok yang mengulas tentang kiprah Tong Djoe. (net/rmolsumsel.id)

Saat itu Tong Djoe menjawab, bahwa suatu saat kawasan tersebut akan menjadi kawasan terpenting dan mahal. Sekarang terbukti, gedung perkantoran ini yang paling kecil dibandingkan yang lainnya.

Nah dari gedung itulah, Tong Djoe ikut membantu bisnis Pertamina, Pelni, dan BUMN Indonesia lainnya. Gedung Tunas menjadi tempat pertemuan para pengusaha Indonesia dan BUMN dengan mitra bisnis internasionalnya. Gedung ini juga menjadi saksi dia membantu finansial para perwira tinggi TNI dan pemimpin politik Indonesia.

Kemudian di Gedung itu juga Tong Djoe ikut merapatkan hubungan bilateral dan bisnis antara Indonesia-Singapura. Ketika tentara Indonesia sudah siap menyerang Singapura awal tahun 1970-an, dia juga turut membantu menyelesaikannya. Setelah hubungan kedua negara membaik, Tong Djoe juga yang membawa para pengusaha Singapura ke Indonesia.

Pada akhirnya, Tong Djoe menjual gedung tersebut untuk mendanai normalisasi hubungan Indonesia-RRC atas permintaan Presiden Suharto langsung. Tong Djoe menjadi perantara Jaksa Agung Singapura sebelum berkunjung ke Xianmen, China. Karena saat itu Singapura belum ada hubungan diplomatik dengan RRC. Akhirnya Tong Djoe membantu dan bisa masuk Xianmen yang hingga kini hubungan Singapura-RRC sangat baik.

Selain itu, Tong Djoe juga yang pertama kali membangun pergudangan modern di pelabuhan Singapura. Tong Djoe dikenal sosok yang selalu ramah dan berbagi pengalaman tanpa menggurui.

Menurut Priyanti Gani, putri sekaligus Kepala Museum dr AK Gani, sosok Tong Djoe merupakan pengusaha yang sangat Dermawan.

“Menurut cerita istri bapak Dr Ak Gani (Alm) Hj Masturah, pak Tong Djoe itu sempat mengorbankan tiga kapal tangkernya untuk pemulihan hubungan diplomatik antara Indonesia – RRC, itu nilainya melebihi Rp2 triliun dari sumbangan Akidi Tio, itu kapal tangker tahun 1980an berapa harganya,” katanya ketika dihubungi, Minggu (1/8) lalu.

Belum lagi, ungkap Priyanti, Tong Djoe juga ikut membantu penyelundupan senjata dari Singapura untuk Dr Ak Gani.

“Kalau lihat bantuan Akidi Tio Rp2 triluan ya biasa-biasa saja, kalau pak Tong Djoe  itu punya kapal tanker dan nahkodanya, itu nilai duitnya tidak terkira. Tong Djoe juga membangun Pertamina, membangun Kilang Minyak membangun hubungan diplomatik Indonesia-RRC, perdagangan Singapura-Indonesia, membangun Tunas Building 28 tingkat di Singapura, untuk membuktikan kalau Tong Djoe WNI, tapi tetap kaya di Singapura. Jadi tidak dianggap remeh oleh orang Singapura, Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew salut dengan Tong Djoe,” papar dia.

Priyanti Gani mengaku sempat bertemu Tong Djoe, dan kalau ke Singapura dia menginap di rumah Tong Djoe di di Tunas Building yang kini sudah dijual.

“Anggota DPR dulu yang ingin Singapura rekomendasi dari ibu Masturah nginap di rumah Tong Djoe, Ramli Sutanegara segala macam itu, sama dengan pak Tong Djoe,” ujar dia.

Menurut Priyanti Gani, Tong Djoe sangat mencintai Palembang dan memang dahulunya Tong Djoe memiliki perusahaan kapal bernama Gesuri Lot dan  Naga Laut yang terletak di sebelah SMA Maria di Jalan Kol Atmo, Palembang.

“Ibu Masturah sempat berkantor di situ, sekarang keponakan Tong Djoe, yakni Simon, yang sempat membangun perumahan Tirta Garden di Palembang,  rumahnya ada di samping (rumah dinas) wali kota,” tandas dia.