Tiba di Palembang Siang Ini, Ketua BPK Agung Firman Sampurna : Penambahan Utang Lampaui Penerimaan Negara

Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna. (rmol.id)
Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna. (rmol.id)

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna dijadwalkan tiba di Palembang siang ini. Di hadapan paripurna DPR RI, Selasa (22/6) lalu, Agung mengungkapkan bahwa tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.


Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna dijadwalkan tiba di Palembang siang ini. Di hadapan paripurna DPR RI, Selasa (22/6) lalu, Agung mengungkapkan bahwa tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya telah melampui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara.

Apa yang disampaikan oleh Agung, merupakan sinyal bahwa situasi utang yang ditanggung pemerintah sedang tidak baik-baik saja. Sehingga menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, BPK mengisyaratkan bahwa kalau bunga atau beban utang sudah terlalu besar.

"Dengan pesan BPK itu, kata Bhima, pemerintah harus bersiap menghadapai kenyataan bahwa program dan rencana pemerintah tidak akan terlaksana jika laju utang tidak bisa dikendalikan,"ujarnya dalam serial diskusi Tanya Jawab Cak Ulung bertema 'Negara Terlilit Utang' yang digelar Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/6).

Bhima menjelaskan, BPK belakangan menjadi concern dengan persoalan utang karena berpikir bagaimana APBN bukan hanya 2020 dan 2021. Tetapi, tentang nasib APBN di masa mendatang. Masa depan negara dan anak cucu kita. 

Persoalan utang pemerintah kembali menjadi perhatian publik. Salah satu sebabnya, pada Bulan Juni 2021 Indonesia kembali mendatangkan utang luar negeri dari Bank Dunia. Totalnya 1,7 miliar dolar AS atau setara Rp 24,6 triliun.

Menurut pengakuan Menkeu Sri Mulyani, kebijakan utang itu diambil oleh pemerintah untuk mendorong kemampuan sektor keuangan bertahan dari guncangan serta membantu pembayaran bantuan sosial yang berskala besar kepada masyarakat rentan selama krisis.

Struktur lilitan utang yang menjerat Indonesia memang mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2020 utang luar negeri menyentuh angka Rp 6.074,56 triliun. Naik signifikan dari tahun 2019 yang mencapai Rp 4.778 triliun.

Kemenkeu mencatat utang pemerintah hingga April 2021 menembus Rp 6.527,29 triliun. Dengan total utang itu, secara persentase setara dengan 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dikutip dari Buku APBN Kita edisi Mei 2021, utang pemerintah ini masih didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 86,74 persen dan pinjaman sebesar 13,26 persen.