Tambang Batubara Ilegal di Muara Enim Makin Menjamur, APH Terkesan Tutup Mata

Penambangan batubara ilegal di Kabupaten Muara Enim semakin menjadi-jadi, lantaran kegiatan itu seolah tak tersentuh hukum.


Bahkan saat ini kegiatan penambangan Batubara tersebut sudah menggunakan alat berat, sebagian wilayah telah menjadi lahan bisnis ilegal para cukong.

"Setiap kali akan ditertibkan mereka selalu mengatasnamakan rakyat, padahal yang bekerja di sana hanya sedikit orang Muara Enim selebihnya dari luar daerah. Dan ini terkesan akal-akalan mereka pemodalnya, dengan membenturkan rakyat dengan pemerintah. Ini harus komprehensif penanganannya, bila perlu Presiden sendiri yang atensinya," tegas Ketua Umum Lembaga Masyarakat Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hijau (DPP LSM - GEMASULIH) Sumatera Selatan Andi Chandra didampingi, Minggu (2/4).

Menurut Andi, saat ini, kegiatan penambangan yang mengatas namakan rakyat tersebut seolah olah adalah kegiatan pertambangan legal atau resmi. Sementara  mereka tidak memperhatikan dampak Amdal yang akan terjadi atas apa yang mereka (penambang) lakukan.

Aktivitas penambangan batubara ilegal di Kabupaten Muara Enim/ist

Dampak kerusakan lingkungan dan bencana alam yang kerap terjadi akhir-akhir ini seperti banjir bandang, kondisi air sungai yang sudah di ambang batas kekeruhan, polusi udara di wilayah permukiman warga yang sudah tidak sehat lagi, kerusakan fasilitas umum seperti jalan raya dan jalan perkampungan yang mestinya di nikmati oleh masyarakat rusak parah oleh dampak angkutan mobil angkutan tambang illegal.

Selain itu, kata dia, kemacetan lalulintas setiap hari terutama di wilayah Kecamatan Tanjung Agung dan Lawang Kidul akibat tingginya aktivitas angkutan batubara ilegal, ulah supir batubara yang ugal-ugalan kerap terjadi kecelakaan yang menyebabkan kerugian jiwa dan material seperti menabrak rumah, pagar, tiang listrik sehingga masyarakat harus menderita pemadaman berjam-jam. 

"Bahkan yang lebih miris lagi sudah berapa banyak nyawa melayang sia sia akibat aktifitas penambangan yang tidak sesuai dengan SOP penambangan, semuanya terjadi akibat dampak aktivitas tambang ilegal tersebut . Bagaimana tidak mereka yang mengatas namakan rakyat tanpa peduli akan terjadi pasca tambang akan datangnya Kerusakan lingkungan dan bencana alam dan korban jiwa sudah tak dapat di hitung," beber Andi.

Miris nya lagi aktivitas yang mencolok mata tersebut terkesan tidak ada perhatian dari Pemerintah maupun aparat penegak hukum daerah maupun Provinsi Sumatera Selatan. Bahkan KPK pernah menyurati pemerintah atensi untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Tetapi sampai saat ini, lanjut Andi, semuanya nol besar tidak ada tindakan kongkrit. Pemerintah harus punya marwah dan berani serta tegas melakukan penertiban mulai dari akar-akarnya sampai ke atasnya seperti para cukong dan pembelinya karena batubara ilegal ini dijual keluar daerah Sumsel. Sebab jika pembelinya juga ditertibkan dan ditangkap maka secara otomatis bisnis ilegal ini akan mati dengan sendirinya karena tidak mungkin pemodal berani menambang jika tidak ada pembelinya.

"Kami menduga dalam bisnis ini sudah banyak permainan, makanya kami meminta pemerintah pusat yang turun tangan langsung untuk memastikan penyelesaian masalah tersebut dan tidak berlarut-larut," pungkasnya.

Terkait Persoalan tambang Rakyat Ilegal atau lebih dikenal TR tersebut, kata Andi, bagi masyarakat sekitar sudah bukan rahasia umum lagi. Hasil alam jenis Batubara atau mutiara hitam yang melimpah dikelola dengan cara ilegal oleh para cukong dan oknum aparat penegak hukum.

Terbukti kegiatan tersebut aman-aman saja tanpa ada tindakan dan sangsi hukum yang tegas dari Pemerintah terkait. Padahal setiap detik negara telah dirugikan disegala bidang. Padahal praktik pertambangan ilegal tersebut sudah jelas-jelas melanggar undang undang Nomor 3 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara pada pasal 158 disebutkan bahwa orang yang melakukan melakukan penambangan tanpa izin di pidana Penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

"Pemerintah Pusat harus mempunyai solusi cepat dan tepat jangan dibiarkan mengambang, sebab masalah TR ini sudah belasan tahun," ujarnya.

Hal senada juga di tegaskan oleh Endang Suparmono salah seorang Aktivis Lingkungan Kabupaten Muara Enim. Menurutnya, persoalan ini masih berjalan dan para pihak terkait tutup mata sehingga terkesan pembiaran oleh para oknum aparat penegak hukum, untuk itu pihaknya segera melayangkan surat ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kepada Panglima TNI dan Kapolri di Jakarta dan juga akan melakukan aksi demonstrasi ke kantor Gubernur Sumatera Selatan. 

Selain itu, lanjut Endang, pihaknya juga akan meminta kepada Gubernur Sumsel dan instansi terkait untuk masalah angkutan batubara yang sampai saat ini masih menggunakan mobil truk dan dumptruk yang melintasi fasilitas umum, sebab didalam UU Minerba sangat jelas mereka harus membuat jalan khusus batubara.

"Sampai kapan dispensasi diberlakukan harus ada deadline karena itu menyalahi perundang-undangan, karena sudah belasan tahun sepertinya kalau toleransi sudah dari cukup," jelasnya. 

Sebagai mana mestinya, usaha pertambangan adalah usaha padat modal, jika belum memenuhi semua persyaratan yang disayaratkan lebih baik tidak usah menambang dahulu. Karena rakyatlah yang akan merasakan dampak dari aktivitas tambang tersebut.

"Kami juga heran, di Lahat tidak ada TR, karena pemerintah dan aparatnya tegas, nah mengapa di Muara Enim tidak bisa. Coba pemerintah pusat lihat langsung kerusakan yang terjadi jangan hanya menerima laporan dari bawahan saja. Sebab sudah berapa kali ganti Bupati, ganti Dandim, ganti Kapolres, ganti Kajari namun permasalahan tambang ilegal tidak selesai-selesai. Dahulu Muara Enim tidak ada TR, aman-aman saja masyarakatnya bertani, namun mengapa sekarang seolah-olah masyarakatnya tidak bisa hidup tanpa TR," tegas Endang.