Sulit Dapat Pupuk Subsidi, Beralih ke Organik

Petni di Kabupaten PALI kesulitan mendapatkan pupuk subsidi/ist
Petni di Kabupaten PALI kesulitan mendapatkan pupuk subsidi/ist

Peluh membasahi tubuh Maman Wahari (38), petani di Dusun Jeramba Besi, Desa Karta Dewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), siang itu, (1/2/2023). Dia tengah sibuk mengaduk berbagai bahan di dalam sebuah drum warna biru di depotnya.


Bahan-bahan campuran itu terdiri dari berbagai limbah rumah tangga hingga kotoran ternak. Bau busuk yang menyengat tak mengurangi semangat Maman untuk mencampur berbagai bahan tersebut.

“Ini untuk buat pupuk organik,” kata Maman saat menyambut wartawan.

Pupuk organik yang dibuat Maman merupakan campuran dari beragam libah rumah tangga. Seperti nasi basi, kulit buah-buahan dan kotoran hewan. Pupuk itu dibuat sebagai bahan pengganti pupuk kimia yang harganya kian hari kian mahal. Terlebih, untuk mendapatkan pupuk kimia bersubsidi, persyaratan yang harus dilengkapi cukup banyak. Selain itu, alokasinya juga terbatas.

Ide penggunaan pupuk organik itu didapat Maman dari hasilnya menonton platform YouTube. Berbekal pengetahuan dari video itu, Maman lalu mengaplikasikannya. Beberapa kali percobaan dilakukannya hingga mendapatkan ‘resep’ pupuk organik yang pas untuk sehektar tanaman padi di sawahnya.

“Secara kebetulan, di desa kami ini banyak peternak sapi dan kambing. Jadi kalau untuk bahan pembuatannya itu tidak terlampau sulit. Kalau untuk limbah rumah tangga, saya ambil dari rumah warga di desa ini,” kata dia.

Maman mengatakan, penggunaan pupuk organik berhasil memangkas biaya produksi hingga 70 persen. Modalnya, kata Maman, untuk satu ton pupuk organik hanya mengeluarkan biaya Rp100 ribu. Bayangkan jika dirinya menggunakan pupuk kimia. Untuk satu hektar sawah, dibutuhkan sekitar 200 kilogram pupuk urea. Dengan harga yang saat ini mencapai Rp6.750 per kilogram, biaya yang harus dikeluarkan Maman mencapai Rp1.350.000.

Belum lagi, untuk mendapatkannya cukup sulit. “Harus entry data di situs. Terus alokasinya juga tidak sebanyak kebutuhan kita. Makanya, saya lebih pilih pupuk organik. Hasilnya juga sama saja,” ungkap Ketua Gapoktan PALI Mandiri ini.

Bedanya, kata Maman, untuk pupuk organik memerlukan pasokan yang cukup banyak per hektarnya. Jika satu hektar sawah hanya membutuhkan 200 kilogram pupuk urea, maka untuk pupuk organic membutuhkan sekitar 2 ton per hektarnya.

“Kita hanya perlu menghabiskan waktu dan tenaga saja. Karena kan, pupuk organic ini harus difermentasi dulu dan prosesnya cukup lama. Makanya, setiap masa tanam saya sudah produksi dulu,” ucapnya.

Maman mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik untuk mencukupi lahan pertaniannya akibat kesulitan mendapatkan pupuk subsidi/RMOL

Kuota Pupuk Meningkat, Petani Sulit Daftar

Alokasi pupuk bersubsidi ke Sumsel meningkat. Hanya saja kenaikan itu tidak dibarengi dengan proses penginputan data ke aplikasi e-lokasi. Saat ini, baru sekitar 40% petani yang memasukkan data.

Untuk alokasi pupuk, pada 2022 Sumsel mendapat alokasi 142.514 ton urea dan 99.663 ton NPK. Alokasi pada tahun 2023 meningkat dibandingkan tahun 2022 sebesar 250.475 ton Urea meningkat 107% dan NPK 188.761 ton meningkat 89,40%.

Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono mengatakan, alokasi pupuk bersubsidi meningkat signifikan. Namun, proses penginputan data alokasi elektronik baru 40 persen dari alokai atau sebanyak 150.000 ton urea dan 80.000 ton NPK.

“Makanya kami dorong dinas kabupaten/kota segera menginput datanya,” ujarnya usai rapat koordinasi pupuk bersubsidi dan penguatan peran Komisi Pengendalian Pupuk dan Pestisida Sumsel di hotel Novotel, Rabu (1/ 2).

Bahkan, lanjutnya, proses pendataan sudah ditutup. Namun pihaknya telah mengajukan perpanjangan batas waktu penginputan ke Kementan. "Batas waktu pendaftaran sudah ditutup dan diperpanjang dari Desember ke Januari. Nah kemarin sudah ditutup. Tapi akan diajukan kembali untuk dibuka kembali," terangnya.

Dia mengatakan sejak penutupan, entri data elektronik masih rendah. Saat ini, entri data masih terus dilakukan oleh 1.400 orang Pendamping Peningkatan Ekonomi Pertanian (PPEP) dan 240 penyuluh perkebunan. “PPEP dan pendamping input karena para petani ini buta teknologi, makanya alokasi kita dinaikkan. Tapi jangan sampai peningkatan alokasi itu tidak terserap, sehingga alokasi input elektronik dilakukan lagi,” ujarnya.

Dikatakan banyak faktor yang menyebabkan input data tidak maksimal. Yang pertama adalah nomor induk kependudukan petani dan kepemilikan sawah yang melebihi batas.

Saat ini, ada 768.000 petani yang terdaftar di seluruh bidang pertanian, perkebunan, dan ketahanan pangan. Sementara itu, sekitar 40% telah melakukan penginputan.

“Subsidi sudah cukup, hanya saja belum ada yang memberikan subsidi. Mudah-mudahan nanti akan ada lebih banyak entri data," katanya.

Dikatakan bahwa setiap kios harus menawarkan subsidi dan non subsidi. Harga pupuk bersubsidi untuk urea ditetapkan Rp 6.750 dan NPK Rp 9.700.

“Jadi kalau petani membeli NPK, mereka mendapat subsidi Rp 2.300 dari harga seharusnya Rp 12.000,” jelasnya.

Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan alokasi pupuk bersubsidi yang semakin besar mengharuskan penyuluh memasukkan data yang sesuai. Pemerintah fokus pada bidang ini dengan menambah penyuluh.

 Total ada lebih dari 2.000 penyuluh untuk melakukan penginderaan, pendataan dan entri data sehingga data dan kebutuhan jelas.

“Dengan begitu, tidak ada lagi anggapan pupuk yang tidak ada atau tidak cocok,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Herman Deru, rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) sedang disusun per nama per alamat atau distribusi elektronik. Oleh karena itu, ia mendesak kepala daerah, camat atau pejabat yang berwenang harus segera memasukkan data untuk memenuhi kebutuhan pupuk.

“Saya minta kabupaten dalam kota segera memasukkan data agar batas pupuk yang harus diserahkan ke petani tidak berkurang,” pungkasnya.