Sambangi Kementerian ESDM dan LHK, Lentera Hijau Sriwijaya Tuntut IUP Perusahaan Titan Grup Dicabut

Massa Lentera Hijau Sriwijaya (LHS) saat melakukan aksi di depan  kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta.  (ist/rmolsumsel.id)
Massa Lentera Hijau Sriwijaya (LHS) saat melakukan aksi di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta. (ist/rmolsumsel.id)

Massa aksi Lentera Hijau Sriwijaya (LHS) terus menyuarakan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Banjarsari Pribumi. Kali ini, mereka menyambangi Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna melaporkan dugaan penambangan di luar IUP serta kejahatan lingkungan yang dilakukan perusahaan bagian dari Titan Grup tersebut.


"Kami menuntut Kementerian ESDM maupun KLHK segera menindak perusahaan karena telah melakukan pelanggaran aturan. Baik itu di bidang pertambangan maupun lingkungan," kata Ketua LHS, Febri Zulian usai menggelar aksi, Jumat (16/9) pagi. 

Dia mengatakan, telah menyerahkan berkas temuan tersebut ke dua kementerian tersebut. Bahkan, untuk KLHK, pihaknya juga membuat laporan dan pengaduan (Lapdu) mengenai dugaan kerusakan lingkungan dan kerusakan hutan yang berada di sekitar wilayah IUP PT Banjarsari Pribumi, tepatnya di kawasan Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat. 

"Kami sudah membuat laporan di KLHK mengenai kejahatan lingkungannya," bebernya. 

Febri menjelaskan, tuntutan mereka bukan tanpa alasan. Berdasarkan pengamatan melalui citra satelit serta peta IUP Kementerian ESDM, pihaknya menemukan jika aktivitas penambangan telah berada di luar wilayah IUP.

“Ada beberapa wilayah yang sudah dilakukan aktivitas penambangan. Setelah dicocokkan, ternyata areal ini berada diluar IUP perusahaan,” kata Febri

Febri menerangkan, kegiatan penambangan diluar IUP jelas telah melanggar UU No3/2020 tentang perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Seperti yang tertuang dalam Pasal 158 berbunyi 'Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)'.

Penambangan di luar IUP yang diduga dilakukan oleh PT. BANJAR SARI PRIBUMI bertentangan dengan Pasal 159 yang berbunyi 'Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110 atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)'.

Masih kata Febri, tuntutan pencabutan IUP tersebut juga telah disampaikan ke Gubernur dan DPRD Sumsel beberapa waktu lalu. "Kami juga sudah menyampaikan permasalahan ini ke pemerintah daerah. Namun karena kewenangannya ada di pusat, maka kami akhirnya melakukan aksi ini," terangnya. 

Sementara itu, Perwakilan dari Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama (KLIK) Kementerian ESDM, Naufal Azizi mengatakan, pihaknya telah menerima laporan yang diajukan massa LHS tersebut dan akan menyerahkannya ke bidang terkait. "Nanti akan diteruskan ke bidang pertambangan untuk diteliti lebih lanjut," tuturnya. 

Terpisah, Perwakilan Humas KLHK, Ubai mengatakan, laporan dari LHS bakal diproses dan ditindaklanjuti. "Tadi sudah diminta agar Lentera Hijau Sriwijaya bisa memasukkan pengaduan secara resmi supaya bisa diproses. Nantinya, kami akan teliti berkas pengaduannya," tandasnya. 

Sebelumnya, praktik penambangan ilegal masih saja terjadi di sektor pertambangan Sumsel. Tuduhan itu kali ini dialamatkan kepada PT Banjarsari Pribumi. Perusahaan yang menjadi bagian dari Titan Grup tersebut dituding telah melakukan penambangan di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Aksi korporasi itu lantas diprotes sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Lentera Hijau Sriwijaya. Mereka menggelar unjuk rasa ke Kantor Gubernur Sumsel, Jumat (8/9). Puluhan massa juga melakukan aksi long march dengan berjalan kaki menuju Gedung DPRD Sumsel.