Puluhan Pengunjung Konser di Myanmar Tewas Setelah Diserang Jet Tempur

Demonstran anti-kudeta di kotapraja negara bagian Kachin, Hpakant pada Maret 2021. Sejak kudeta, konflik terbuka kembali terjadi antara tentara Myanmar dan Tentara Kemerdekaan Kachin/Net
Demonstran anti-kudeta di kotapraja negara bagian Kachin, Hpakant pada Maret 2021. Sejak kudeta, konflik terbuka kembali terjadi antara tentara Myanmar dan Tentara Kemerdekaan Kachin/Net

Sebuah konser musik di Myanmar berubah menjadi tragedi berdarah. Sekitar 50 orang yang berada di area konser tewas setelah militer negara itu melakukan serangan udara saat acara berlangsung.


Bangkok Post melaporkan Selasa (25/10), serangan jet yang terjadi pada Minggu malam (23/10) di negara bagian utara Kachin itu menewaskan warga sipil, penyanyi lokal, dan perwira Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA).

Saksi mata mengatakan ada tiga pesawat melakukan serangan yang belum dikonfirmasi militer itu.

"Itu terjadi di wilayah A Nang Pa di kotapraja Hpakant dan menewaskan sedikitnya 50 orang," lapor BBC Burma, sementara situs berita Irrawaddy menyebutkan jumlah korban tewas sekitar 100.

Myanmar telah dicengkeram oleh pertempuran sejak tentara menggulingkan pemerintah terpilih awal tahun lalu.

Gerakan perlawanan, yang beberapa di antaranya bersenjata, telah muncul di seluruh negeri, dan telah dilawan oleh militer dengan kekuatan mematikan.

Juru bicara KIA Naw Bu mengatakan serangan itu menargetkan perayaan 62 tahun berdirinya sayap politik tentara Kachin, Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO).

"Ini adalah tindakan yang sangat jahat yang juga dapat dianggap sebagai kejahatan perang," katanya.

Sejak kudeta, konflik terbuka telah kembali terjadi antara tentara Myanmar dan saingan berat mereka KIA, yang telah berjuang selama enam dekade untuk menuntut otonomi yang lebih besar bagi rakyat Kachin. KIA juga telah menyuarakan dukungan untuk perlawanan anti-junta.

PBB di Myanmar mengatakan sangat prihatin dan sedih dengan laporan serangan itu.

"Apa yang tampak sebagai penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional oleh pasukan keamanan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata tidak dapat diterima," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah pernyataan bersama, kepala misi diplomatik di Myanmar termasuk Australia, Inggris, Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa mengatakan serangan itu menggarisbawahi tanggung jawab rezim militer atas krisis dan ketidakstabilan dan mengabaikan kewajibannya untuk melindungi warga sipil.