PTUN Palembang Gelar Sidang Lapangan Gugatan Izin Penimbunan Kawasan Keramasan, Pihak Tergugat Tak Hadir

Suasana sidang lapangan yang digelar PTUN Palembang di lokasi pembangunan komplek perkantoran terpadu Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang di Jalan Yusuf Singadekane, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Jumat (23/7). (ist/rmolsumsel.id)
Suasana sidang lapangan yang digelar PTUN Palembang di lokasi pembangunan komplek perkantoran terpadu Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang di Jalan Yusuf Singadekane, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Jumat (23/7). (ist/rmolsumsel.id)

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang menggelar sidang lapangan di lokasi pembangunan komplek perkantoran terpadu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang di Keramasan, Jumat (23/7) pagi.


Sidang lapangan ini merupakan lanjutan sidang gugatan dari dari Komite Aksi Penyelamat lingkungan (KPAL) melalui kuasa hukumnya Turiman, SH dan Yuliusman, SH, terkait izin lingkungan penimbunan kawasan komplek perkantoran yang berada di Jalan Yusuf Singadekane, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati.

Sidang ini dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim PTUN Palembang, Muhammad Yunus dan Anggota Majelis Hakim Sahibur dan Rasyid, panitera Isnaini dan Juru Sita, Sarjono.

Pihak pengggugat dari KAPL yang hadir, yakni Andreas OP didampingi Kuasa Hukum Turiman SH, dan Yulisman SH, Lurah Keramasan Nazarudin SH, serta Kapolsek Kertapati Iptu Irwan Sidik.

Hanya saja, pihak tergugat yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (DPM-PTSP) Palembang, dan Dinas PU Perkim Sumsel tidak hadir.

Ketua Majelis Hakim Muhammad Yunus mengatakan, inti dari sidang lapangan ini untuk melihat langsung lahan yang diatasnya terbit perizinan lingkungan yang digugat.

“Ada beberapa dalil yang disebutkan dalam gugatan, menyebutkan adanya terjadi pencemaran lingkunganan. Secara spesifiknya terjadi rona perubahan lingkungan. Dari sinilah kami melaksanakan sidang lapangan untuk melihat secara langsung,” kata dia.

Sementara, pihak penggugat dari KAPL, Andreas OP menyayangkan dan kecewa karena pihak tergugat tidak hadir dalam sidang lapangan tersebut. Apalagi, dalam sidang lapangan ini terbukti  bahwa lahan tersebut telah berubah dari keadaan sebelumnya atau sudah di timbun.

“Dapat kita lihat langsung seluruh ekologis kawasan itu hilang, itu bukti kerusakan lingkungan ada, terlihat semua rawa rawa sudah tertimbun,” ungkap dia.

Pihak penggugat mempertanyakan mengapa pengambilan sampel pengajuan perizinan diambil dari Sungai Musi, bukan di sungai terdekat lokasi yaitu Sungai Pedado dan Sungai Keramasan.

“Dalam hal ini, kami sampaikan kepada masyarakat bahwa di lokasi objek izin yang kita inginkan harus sesuai dengan Perda Kota Palembang tentang Tata Ruang Daerah Rawa,” kata dia.

Kondisinya, terang Andreas, izin terbit sesudah ditimbun sejak Oktober 2020. Jadi objek yang tempat sidang lapangan ini didalilkan adalah Perda Rawa sebagaimana dalam Perda Kota Palembang.

“Dan kita saksikan di sini sudah menjadi catatan, bahwa telah didalilkan terjadi kerusakan ekosistem rawa dan seluruh flora dan fauna yang ada, dan bergantung pada ekosistem alam,” terang dia.

“Para pengggugat secara langsung berhak secara konstitusional  atas lingkungan hidup yang sehat, dan layak secara potensial dari daerah resapan air seluas 40 hektare dan yang telah di timbun 32 hektare. Ini berpotensi terjadi banjir,” tandas dia.

Proses sidang ini akan dilanjutkan Selasa (27/7) pekan dan pihak penggugat akan menghadirkan saksi ahli.