Pemilu Luar Negeri Disebut Rawan Penggelembungan Suara

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja/RMOL
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja/RMOL

Pelaksanaan pemilu di luar negeri ternyata punya kerawanan penggelembungan suara. Berdasarkan pengalaman pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), persoalannya ada di metode pencoblosan yang digunakan.  


Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja membongkar kerawanan tersebut dalam tayangan ulang diskusi Koalisi Pewarta Pemilu (KPP) bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Italia bertajuk "Persiapan, Tingkat Partisipasi, dan Tantangan Pemilu 2024 di Luar Negeri" dikutip Sabtu (21/1).

"Biasanya yang jadi masalah itu metode pos (pemilih di luar negeri mengirimkan kertas suara Pilpres dan Pileg DPR RI melalui pos)," ujar Rahmat Bagja.

Sosok yang kerap disapa Bagja ini mengatakan, metode pos bukan menjadi persoalannya. Akan tetapi, karena ada proses pendataan pemilih yang tidak baik dilakukan oleh Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN).

Selain itu, urainya, di luar negeri juga diberlakukan 3 metode pemungutan suara untuk melayani hak pilih Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, yaitu melalui pos, datang langsung ke Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN), dan Kotak Suara Keliling (KSK).  

"Kadang-kadang (sebagai contoh ada pemilih dari kalangan) mahasiswa (di luar negeri) itu terdaftar di dua (metode)," katanya.

Maka dari itu, Bagja melihat ada potensi suara yang menggelembung karena ada pemilih yang terdaftar di dua metode pemungutan suara yang disediakan oleh PPLN.

"Sehingga ada kemungkinan dia mencoblos dua kali. Pertama lewat pos, kemudian (mencoblos) di TPS," demikian Bagja menambahkan.