Pemerintah Diminta Bentuk Timwas Lawan Kartel Minyak Goreng

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Wakil Ketua FPKS DPR RI Mulyanto minta Pemerintah bentuk tim pengawas. Tim ini bertugas mengawasi pelaksanaan DMO CPO sekaligus menindak perusahaan CPO dan minyak goreng yang terbukti terlibat kartel.


Mulyanto minta Pemerintah jangan segan menindak siapapun yang terbukti mengacaukan sistem produksi dan distribusi minyak goreng. Karena perbuatan mereka telah menyengsarakan masyarakat.

"Tim terdiri dari Kementerian terkait, Kepolisian dan Kejaksaan. Tim ini harus kuat karena berhadapan dengan kartel yang ditenggarai mempunyai jaringan luas," tegas Mulyanto kepada wartawan, Senin (7/2).

Anggota Komisi VII DPR RI ini minta Pemerintah untuk konsisten dan tegas dalam menerapkan kebijakan DMO CPO ini. Jangan sampai mencla-mencle dan terkesan takut kepada taipan minyak sawit.

"Hari ini masih banyak laporan masyarakat, bahwa minyak goreng curah sulit ditemui di pasaran. Untuk itu Pemerintah mengawasi rantai distribusi CPO dan minyak goreng ini untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan DMO tersebut,” katanya.

Pria yang akrab disapa Pak Mul ini menambahkan berkaca dari pengalaman DMO batubara, Pemerintah perlu melakukan evaluasi bulanan dan penerapan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal. Bahkan bila perlu dijatuhkan sanksi tegas berupa pencabutan izin ekspor atau izin produksi.

Menurutnya, kompetisi antara bahan bakar (biofuel) dan bahan makanan (minyak goreng) terhadap CPO ini dapat dicegah dengan kebijakan DMO ini. Apalagi kedua komoditas tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang harganya harus dijaga stabil.

"DMO ini kan sebentuk sharing the pain dari para pengusaha sawit yang selama ini menikmati untung dari CPO untuk pembangunan nasional termasuk ketahanan energi. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kuota CPO untuk memenuhi kebutuhan pasar minyak goreng dan biofuel domestik secara bersama-sama,” ucapnya.

“Apalagi kita telah berkomitmen untuk terus mengembangkan biofuel dalam rangka menekan impor BBM, reduksi karbon dan mengurangi defisit transaksi berjalan,”tutupnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag), sebelumnya menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir Crude Palm Oil (CPO). Melalui aturan DMO yang dikeluarkan Kemendag, produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri. 

Sementara aturan DPO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp10.300 per liter untuk olein. 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, mengatakan aturan DMO dan DPO CPO tidak mengganggu kegiatan ekspor CPO ke luar negeri, melainkan untuk mengamankan stok minyak goreng di dalam negeri.