Pembebasan Lahan PLTU Mulut Tambang Sumsel 1 Bermasalah, Warga Tanjung Menang Ngadu ke DPRD Sumsel

Warga Desa Tanjung Menang mengadukan proses ganti rugi pembebasan lahan PLTU Mulut Tambang Sumsel 1 yang tidak transparan kepada DPRD Sumsel. (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)
Warga Desa Tanjung Menang mengadukan proses ganti rugi pembebasan lahan PLTU Mulut Tambang Sumsel 1 yang tidak transparan kepada DPRD Sumsel. (Dudy Oskandar/rmolsumsel.id)

Pembebasan lahan pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 1 dipersoalkan warga Desa Tanjung Menang, Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim. Warga yang lahannya terkena pembebasan mempertanyakan ganti rugi lahan yang tidak transparan.


Warga Desa Tanjung Menang diwakili kuasa hukumnya Yusmaheri mengadukan persoalan ini ke DPRD Sumsel dan berharap bisa menengahi persoalan ini.  

Yusmaheri mengatakan, saat proses ganti rugi tanah kliennya dengan PT Shenhua Guohuan Lion Power Indonesia (SGLPI), ternyata warga hanya menandatangani satu buah kuitansi kosong dan tidak tercantum nominal uang ganti rugi.

“Selain itu ada juga warga yang telah menjual lahan ke perusahaan namun hingga saat ini warga belum menerima uang ganti rugi dari perusahaan. Melihat hal tersebut, kami selaku kuasa hukum warga meminta kepada DPRD Sumsel dalam hal ini Komisi I bisa membantu permasalahan yang dihadapi warga,” kata Yusmaheri usai pertemuan dengan Komisi I DPRD Sumsel, Kamis (19/5).

HRD PT SGLPI, Juli mengaku, pihaknya akan mencoba menyelesaikan permasalahan yang dialami warga agar terjadi kenyamanan antara warga dengan perusahaan.

“Kalau bagian poin-poinnya kita dari pihak perusahaan baru tahu. Kita cari follow up-lah. Kita pasti kerja sama. Kita nggak mungkin lepas tangan,” ujar Juli.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Sumsel, Antoni Yuzar menyayangkan dalam pertemuan tersebut pihak perusahaan mengutus perwakilan yang tidak memahami persoalan yang dihadapi. Hal yang dipersoalkan warga yakni menandatangani kuitansi kosong, tidak transparan nilai ganti rugi, hingga belum menerima ganti rugi yang dijanjikan.

“Kemudian lahan yang diganti rugi itu hanya sekian persen dan sekian persen lagi masih tersisa. Selain itu tidak bisa untuk dilihat di mana surat-suratnya tetap dikuasai pihak perusahaan. Itu juga merupakan permasalahan,” kata politisi PKB itu.

Pihaknya menyarankan kepada pihak perusahaan agar ke depan untuk rapat-rapat selanjutnya harus dilengkapi dengan data dan fakta. Artinya apa yang dipermasalahkan oleh masyarakat mengenai ganti rugi dan lahan yang masih dikuasai itu harus dijawab dengan fakta dan data dokumen.

“Pihak perusahaan harus terbuka dan transparan bahwa terhadap lahan yang dikuasainya itu kalau memang dibebaskan kita pengen bukti berupa sertifikat, alas haknya mana. Karena menurut versi warga, alas hak yang dikuasai perusahaan tidak semua diganti rugi dan ganti ruginya ditandatangani warga dengan kuitansi kosong. Seharusnya ganti rugi melalui Pemerintah melalui camat atau notaris, ini yang benar. Tapi ini prosesnya semuanya antara person, perusahaan dan warga, tidak melibatkan  instansi terkait,” tuturnya.

Antoni meminta kuasa hukum warga maupun perusahaan melengkapi dokumen-dokumen pendukung agar ada titik terang masalah ini.