Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda di Sumsel Belum Maksimal

Seminar bertema "Keberadaan Tradisi Lisan Sumatera Selatan di Era Global" yang digelar di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring/ist
Seminar bertema "Keberadaan Tradisi Lisan Sumatera Selatan di Era Global" yang digelar di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring/ist

Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) di Sumatera Selatan (Sumsel) belum menunjukkan hasil yang maksimal. Meskipun sudah ada regulasi terkait, tindak lanjut pelaksanaannya masih kurang memadai.


Budayawan Sumsel, A. Rapanie, menyampaikan hal ini dalam seminar bertema "Keberadaan Tradisi Lisan Sumatera Selatan di Era Global" yang digelar di Taman Budaya Sriwijaya, Jakabaring, Palembang, Kamis (6/6).

Dia menegaskan bahwa Perda No. 4 Tahun 2015, yang mencakup berbagai aspek kebudayaan seperti kesenian, tradisi lisan, aksara, dan bahasa daerah, sudah ada namun implementasinya masih minim.

"Regulasi ini sebenarnya sudah ada dan menyangkut banyak aspek kebudayaan daerah, tetapi hingga kini, hampir 10 tahun berlalu, belum ada turunannya. Tidak ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur lebih rinci,” ujar Rapanie.

Rapanie mengungkapkan bahwa baru-baru ini ada upaya untuk membuat Pergub terkait aksara ulu, yang merupakan bagian dari WBTb Sumsel, namun hal serupa belum terjadi untuk kesenian dan tradisi lainnya. 

"Pergub tersebut nantinya akan mengatur penggunaan aksara ulu di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah," tambahnya.

Menurut Rapanie, kurangnya tindak lanjut ini juga disebabkan oleh kurang giatnya komunitas kebudayaan di Sumsel dalam hal regulasi.

"Institusi kebudayaan yang dipelopori oleh pemerintah dan perguruan tinggi yang bergerak di bidang kebudayaan murni sangat jarang," katanya, menyoroti tidak adanya jurusan arkeologi, antropologi, sastra murni, dan ilmu budaya lainnya di Universitas Sriwijaya dan universitas lainnya di Sumsel.

Kusmawati S.Pd. I, guru dan penggiat tradisi lisan dari Banyuasin, menambahkan bahwa media sosial dapat menjadi alat penting untuk mengembangkan dan mengenalkan tradisi lisan kepada masyarakat. 

"Banyak contoh tradisi lisan yang dapat ditemukan di YouTube, seperti Serambe Banyuasin atau Andei-Andei Panjang, yang dapat membantu masyarakat dan siswa mengenal tradisi tersebut lebih dekat," jelasnya.

Perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VI, Dedi Arianto, menyatakan pihaknya siap mendukung sosialisasi kebudayaan di sekolah-sekolah. 

"Kami terbuka untuk menjadi narasumber dan berbagi pengalaman di sekolah-sekolah. Salah satu target audiens kami adalah para pelajar dan mahasiswa," pungkasnya.