Upaya untuk mendapatkan hak menerima pesangon dilakukan ribuan pegawai eks PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) kepada pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan audiensi dengan Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti.
- Propaganda Hasil Survey Dinilai Gagal, Cik Ujang Jadi Batu Sandungan Herman Deru
- Pemuda Pancasila : Kalau Anies Nyapres Wajib Untuk Kami Pilih
- Keluarga Tahanan Polsek Tewas Disarankan Lapor Komnas HAM
Baca Juga
LaNyalla bersama Ketua Komite I DPD Fachrul Razi, Bustami Zainudin (Lampung), Adilla Azis (Jatim), menerima audiensi Paguyuban Pegawai Eks Merpati (PPEM) yang digawangi Capt. Trisiswa, Ir Ery Wardhana, Sugiharto dan Laourens Haryandono, di Ruang Kerja Ketua DPD, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/9).
Jurubicara PPEM, Ery Wardhana mewakili rekan-rekannya menyampaikan harapan agar LaNyalla meneruskan permasalahan mereka ke Presiden Joko Widodo, sehingga ada penyelesaian dan kepastian bagi ribuan pegawai eks perusahaan penerbangan nasional ini.
"Kami mengadu ke sini, supaya ada keadilan. Tuntutan kami adalah pesangon yang merupakan hak kami agar segera dibayarkan. Selama 6 tahun hak pesangon dari 1.233 pegawai eks PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) sejumlah Rp 318,17 miliar belum dibayarkan," kata Ery dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Kamis malam (2/9).
Menurut Ery, sejauh ini PPEM sudah banyak melakukan kerja nyata agar persoalan yang mereka hadapi tidak terkatung-katung. Antara lain mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada Kamis, 17 Juni 2021, meminta audiensi ke DPR, KSP dan Kementerian BUMN.
Bahkan katanya, PPEM menempuh segala upaya sejak 2016, namun untuk audiensi dengan Menteri BUMN belum mendapatkan kesempatan, termasuk kepada Presiden Jokowi.
"Makanya kita berharap DPD RI mendorong permasalahan pesangon eks pegawai Merpati ini supaya menjadi atensi Presiden," lanjutnya.
Dalam pemaparannya, Ery menyampaikan hingga saat ini cicilan kedua uang pesangon dari 1.233 pegawai sejumlah Rp 318,17 miliar, serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas (Dapen MNA dalam Likuidasi) dari 1.744 pensiunan sebesar Rp 94,88 miliar, juga belum diberikan.
"Kalaupun Merpati harus ditutup oleh negara, kami semua tidak masalah. Karena kami juga tidak punya kuasa. Namun sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya tidak lalai dalam kewajibannya memenuhi hak-hak bekas pegawainya," harapnya.
Menanggapi keluhan tersebut, LaNyalla menyatakan akan berusaha menyampaikan persoalan itu ke Presiden Jokowi melalui surat secara resmi. Namun, dirinya juga berharap PPEM melakukan audiensi dan pengaduan ke saluran yang lain secara lebih intens.
Sejak Desember 2013 anggota PPEM sudah tidak lagi menerima gaji, dan kemudian pada tahun 2016 Pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menetapkan Program Restrukturisasi Karyawan berupa PHK massal, dengan pembayaran pesangon dicicil dalam 2 tahap.
Cicilan pesangon tahap I dibayarkan sebesar 50 persen, sedangkan cicilan pesangon tahap II diterbitkan menjadi Surat Pengakuan Utang (SPU) yang janjinya akan dilunasi pada Desember 2018. Tetapi hingga saat ini pembayaran cicilan Pesangon Tahap II tersebut tidak juga dilakukan.
- Mantan Staf Ungkap Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD, 95 Anggota Diduga Terlibat
- Banyak Laporan Dugaan Korupsi Keluarga Jokowi Sudah Masuk KPK
- Setop Anggaran IKN, Prabowo Tunjukkan Taji ke Jokowi