Monpera Gedung Berbentuk Melati Bermahkota Lima di Tengah Kota Palembang

MONUMEN Perjuangan Rakyat (Monpera) merupakan salah satu bangunan kebanggaan warga Palembang. Monumen yang memajang patung Burung Garuda di dinding depannya ini dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Sumatera Selatan (Sumsel), dalam melawan penjajah pada masa revolusi fisik yang dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Lima Malam.


Saat RMOLSumsel.id mengunjungi Monpera, tatapan pertama yang kita ialah bentuk bangunan menyerupai melati bermahkota lima. Filosofinya, melati putih melambangkan kesucian hati para pejuang dalam membela proklamasi dan kemerdekaan Indonesia.

Di halaman depan ada tugu gading gajah tunggal, yang menunjukkan bahwa hewan ini adalah penghuni hutan belantara Sumsel dan melambangkan pepatah "gajah mati meninggalkan gading dan tak ada gading yang tak retak".

Pada bagian pinggiran Monpera terdapat relief pra kemerdekaan yang memperlihatkan situasi Indonesia dijajah Belanda selama 350 abad dan berlanjut dijajah Jepang selama 3,5 tahun saat perang Asia Ray. Dalam cerita itu rakyat Indonesia dipaksa kerja (romusya) untuk kepentingan Jepang pada perang Dunia II.

Saat kita masuk ke dalam Monpera, kita cukup membayar Rp 5000 saja, dan bisa melihat berbagai macam koleksi, mulai dari senjata, foto para pejuang, patung dan masih banyak lainnya yang ada di dalam Monpera tersebut.

"Jadwal kunjungan setiap hari, kecuali libur nasional. Waktu kunjung pukul 08:00-16:00 WIB untuk hari Senin-Kamis, Jumat ada jeda istirahat mulai 11:30-13:30 WIB, dan Sabtu- Minggu hanya sampai pukul 15:00 WIB," ujar Jem salah satu penjaga Monpera, Minggu (27/9).

Jem menuturkan, untuk masuk ke dalam Monpera cukup bayar Rp 5000, karena Monpera saat ini di bawah naungan Provinsi Sumsel.

"Tahun lalu di bawah Dinas Kebudayaan kota Palembang, namun awal Januari 2020 Monpera diambil alih oleh Provinsi, makanya kita belum bisa menentukan tarif tiket untuk pengunjung," terangnya lagi.

Pembangunan Monpera merupakan keinginan para sesepuh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Sumsel yang tergabung dalam Legiun Veteran. Keinginan disampaikan dalam rapat LVRI 2 Agustus 1970, namun pada 17 Agustus 1945 baru dilaksanakan peletakkan batu pertama.

Monumen selesai pada tahun 1988 masa Gubernur Sainan Sagiman. Peresmian Monpera dilakukan oleh H. Alamsyah Ratu Prawiranegara (Menkokesra saat itu) pada tanggal 23 Februari 1988.

"Biaya yang dihabiskan sekitar Rp 1,182 Miliar dengan sebagian bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumsel," jelas dia.

Monpera sendiri dibangun dengan sisi lima, yang mana melambangkan lima daerah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komanden Sumsel (SubKOSS) meliputi, keresidenan Lampung, Palembang, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung.

Memiliki tinggi 17 meter, 8 lantai dan jumlah jalur dan bidang berjumlah 45 melambangkan kemerdekaan 17-8-1945.

Tak hanya itu saja, saat berada di lantai delapan, kita bisa naik ke atas Rooftop sehingga sudut kota Palembang bisa terlihat dengan jelas, seperti Jembatan Ampera, Masjid Agung, Pasar 16, Jembatan Musi IV serta Sungai Musi.

"Jumlah jalur ada 9 pada sisi kiri ada tiga, sisi kanan dan belakang juga masing-masing tiga. Maknanya, kebersamaan di Palembang mengenai Batang Hari Sembilan dan di Jambi ada Pucuk Jambi Sembilan Lurah, sedangkan di Lampung ada Abung Siwou Migou," jelas Jem.

Bangunan pintu gerbang Monpera, terbangun dari enam cagak beton yang berdiri kokoh dengan masing-masing sisi bertautan tiga cagak kiri dan kanan yang melambangkan satu kesatuan wilayah pertahanan.

Di atas dua cagak beton utama terdapat bunga seruni yang menjadi ciri khas Sumsel khususnya Palembang dan wilayah sekitar.

Koleksi Monpera:

  1. Sekitar ada 178 buah poto-poto perjuangan meliputi peristiwa dan kenangan
  2. Tersimpan replika senjata yang dipergunakan saat perang dirampas dari Jepang. Kendati sebagian Indonesia membuat sendiri, seperti pistol, juki kanju, fiat, teki danto, meriam sunan, meriam kecepek, sten, MK IV, doublekop, pedang sabil, anjau darat dan lain-lain.
  3. Mata uang tiga zaman yaitu VOC, Jepang dan Republik (original)
  4. Koleksi buku perpustakaan dengan materi perjuangan dan buku umum berbagai judul kurang lebih 568 buah.
  5. Patung-patung pahlawan: dr A K Gani, drg M Isa, H Abdul Rozak, Bambang Utoyo (Jend. Purn), Hasan Kasim (Brigjen. Purn), Harun Sohar (Letjen. Purn) dan H Barlian (Kol. Purn)
  6. Koleksi pakaian tentara yang digunakan saat masa perjuangan
  7. Lukisan peristiwa peperangan ukuran besar sebanyak tiga buah. [ida]