Merinci Pelanggaran Perusahaan Tambang Usai Sidak DPRD Lahat [Bagian Pertama]

Sidak sejumlah anggota DPRD Lahat yang tergabung dalam Pansus Batubara di areal tambang PT Duta Alam Sumatera. (ist/rmolsumsel.id)
Sidak sejumlah anggota DPRD Lahat yang tergabung dalam Pansus Batubara di areal tambang PT Duta Alam Sumatera. (ist/rmolsumsel.id)

Beberapa waktu lalu, Pansus DPRD Kabupaten Lahat melakukan sidak ke sejumlah perusahaan tambang yang diduga telah melakukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangan mereka. 


Tim Kantor Berita RMOLSumsel kemudian menindaklanjuti hasil temuan DPRD Lahat itu dengan melakukan penelusuran terkait perusahaan ini, dan merinci pelanggaran apa saja yang mereka lakukan. 

Kondisi Sungai Larangan yang berada di dalam areal tambang PT DAS. (eko prasetyo/rmolsumsel.id)

PT Duta Alam Sumatera: Penjualan Dua Komoditi Berbeda dan Pemindahan Alur Sungai

Dalam sidak di areal IUP PT DAS, pansus DPRD Lahat, menurut Fitrizal kembali mempertegas perubahan alur Sungai Larangan tanpa izin yang dilakukan oleh perusahaan ini. Selain itu, dia mendapat informasi jika PT DAS juga melakukan penjualan dua komoditi berbeda yang disinyalir melanggar pidana. 

“Apalagi saya dengar ada transaksi antar pemegang IUP untuk penjualan hasil tambang atau dua komoditi kalau tidak salah. Ini tidak boleh dilakukan dan bisa pidana,” beber Ketua DPC Demokrat Lahat ini beberapa waktu lalu. Dalam penelusuran diketahui jika PT DAS memiliki SK IUP bernomor 6/1/IUP/PMA/2017 yang berlaku sampai 21 Oktober 2024. 

Perusahaan ini memiliki wilayah IUP seluas 375 Ha di Desa Payo, Suka Marga, Tanjung Pinang dan Kebur di Kecamatan Merapi Barat, Lahat. Ternyata di dalam wilayah IUP PT DAS ini diketahui terdapat IUP Perusahaan lain berupa galian C batuan. Hasil penambangan galian C milik perusahaan lain ini disinyalir dijual juga oleh PT DAS, bukannya oleh perusahaan pemilik. 

Lokasi penambangan PT Duta Alam Sumatera. (eko prasetyo/rmolsumsel.id)

Padahal komoditi utama dari PT DAS adalah batubara, sesuai dengan dokumen pengajuan ke Kementerian ESDM. Meskipun hal ini membutuhkan pembuktian yang harus segera dilakukan oleh DPRD Lahat, jika benar, maka PT DAS bisa disebut melanggar UU No3/2020 tentang perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 

Yaitu, telah melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan dokumen sehingga bertentangan dengan Pasal 159 yang berbunyi: Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110 atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 

Sorotan mengenai pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PT DAS juga terkait dengan perubahan alur Sungai Larangan yang secara sengaja dilakukan oleh perusahaan ini. Sorotan mengenai perubahan alur sungai ini disampaikan langsung oleh Nopran Marjadi, Anggota DPRD dari Partai Gerindra. 

Dia mengatakan, pemindahan alur sungai yang dilakukan perusahaan ini sudah mendapat teguran dari Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS). Rekomendasinya yakni mengembalikan alur seperti semula. Namun hal tersebut tidak pernah dijalankan. Menurutnya, hal ini menjadi bukti kalau pengawasan maupun tindakan tegas dari Inspektur Tambang masih sangat lemah. 

“Rekomendasi ini apakah sudah dijalankan? Kalau belum kami minta ini segera diselesaikan. Jika memang ada pelanggaran, harusnya dihentikan dulu operasionalnya. Ketika diperbaiki, baru bisa berjalan lagi. Terlebih yang berkaitan dengan lingkungan,” terangnya. 

Sebab, jika masih beroperasi, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas tersebut akan semakin parah. “Misal dari PT DAS, itu ada pemindahan alur sungai. Seharusnya itu dikembalikan dulu seperti semula sesuai rekomendasi. Karena akan menimbulkan dampak di sekitar wilayah sungai. Mulai dari banjir hingga permasalahan lingkungan lainnya,” ungkapnya. 

Perbuatan ini melanggar ketentuan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Baik secara sengaja ataupun lalai, sanksinya telah diatur seperti tertuang dalam pasal 98 yang berbunyi :

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)."

Dan pasal 99 yang berbunyi : "Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)."

Aktivitas perubahan alur sungai yang dilakukan oleh PT DAS ini juga telah melanggar ketentuan dalam UU No.17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Dimana dalam Pasal 70 disebutkan :  

"Setiap orang yang dengan sengaja (a) Melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3); (b) Menyewakan atau memindahtangankan, baik sebagian maupun keseluruhan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha atau izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4); atau (c) Melakukan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.0O0.000.000,00 (lima miliar rupiah),"

Juga dalam Pasal 74 yang berbunyi : Dalam hal tindak pidana Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha, pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dan/ atau pimpinan badan usaha yang bersangkutan. Pdana yang dimaksud yakni berupa : (a) Pidana denda terhadap badan usaha sebesar dua kali pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; (b) pidana penjara terhadap pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana yang lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; dan/ atau (c) Pidana penjara terhadap pimpinan badan usaha yang besarnya sama seperti yang diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73.

Sementara itu, dalam sidak ini, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT DAS, Tri Hapsoro mengakui jika perusahaan telah melakukan pemindahan alur sungai dengan cara membuat gorong-gorong serta tembok penahan. Namun, rupanya tindakan yang diambil telah menyalahi aturan. “Ya saat itu, niat kami agar bisa lancar mengalir. Tetapi rupanya itu menyalahi aturan,” bebernya. 

Sebelum ini, Kantor Berita RMOLSumsel juga telah memberitakan kalau Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) Wilayah VIII Palembang telah melaporkan PT Duta Alam Sumatera (PT DAS) ke Dirjen Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kementerian PUPR.

Laporan BBWSS Wilayah VIII Palembang tersebut, terkait adanya dugaan pemindahan alur Sungai Larangan tanpa izin, di areal IUP PT DAS di kawasan Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/diduga-pindahkan-sungai-larangan-bbwss-palembang-laporkan-pt-das-ke-kementerian-pupr).(*tim/bersambung)