Menjawab Panggilan Jiwa: Conie Pania Putri, Dosen yang Kini Menjadi Advokat

Dosen aktif Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Dr Conie Pania Putri, SH. MH resmi dilantik sebagai advokat/ist
Dosen aktif Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Dr Conie Pania Putri, SH. MH resmi dilantik sebagai advokat/ist

Dr. Conie Pania Putri, SH, MH, bukan sekadar dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP). Ia kini mengemban peran baru sebagai advokat setelah resmi dilantik oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI) DPD Sumatera Selatan (Sumsel) angkatan XVII.


Perjalanan hidupnya yang telah lama berkutat di dunia akademisi kini membawanya ke medan hukum yang lebih nyata: membantu masyarakat yang mencari keadilan.

Prosesi pengambilan sumpah advokat itu berlangsung khidmat di Aula Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Jalan Jenderal Muchtar Saleh, Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pada Selasa (25/2) siang. Bagi Conie, ini bukan sekadar pelantikan, melainkan sebuah langkah besar dalam hidupnya.

"Alhamdulillah, bersama rekan-rekan yang lain, kami telah diambil sumpah sebagai advokat. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2023 tentang Advokat, setelah disumpah, kami sudah bisa bersidang dan melakukan kegiatan litigasi," ujar Conie dengan mata berbinar.

Dalam perjalanan akademiknya, Conie telah menghabiskan lebih dari satu dekade mengajar dan membagikan teori hukum kepada mahasiswanya. Namun, keinginannya untuk terjun langsung dalam membela keadilan semakin kuat. Ia merasa ada panggilan jiwa untuk lebih dari sekadar mengajar—ia ingin bertindak.

"Saya menjadi advokat di usia yang tidak muda lagi karena ini adalah panggilan hati. Dunia akademisi memang menarik, tetapi saya ingin lebih dari itu. Saya ingin membantu masyarakat kurang mampu serta memberikan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak," ungkapnya.

Sebagai alumni S3 Universitas Borobudur Jakarta tahun 2019, Conie memahami betul bahwa perempuan dan anak sering menjadi korban ketidakadilan. Banyak dari mereka yang terjebak dalam lingkaran kekerasan seksual, KDRT, perdagangan manusia, atau perundungan tanpa bisa membela diri.

“Itulah sebabnya saya bergabung dengan LBH Bima Sakti, yang dipimpin oleh Pak Novel Suwa. Kami ingin memberikan suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara. Sejak dilantik, kami sudah menangani sembilan kasus, dan semuanya melibatkan perempuan dan anak sebagai korban,” katanya.

Memegang peran ganda sebagai akademisi dan advokat, Conie kini melihat dunia hukum dari dua perspektif yang berbeda. Jika dulu ia hanya membahas teori dalam ruang kelas, kini ia harus berhadapan langsung dengan realitas hukum yang sering kali tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

“Menjadi advokat adalah tentang keberanian untuk berdiri di garis depan. Banyak masyarakat yang masih kesulitan mendapatkan keadilan, dan kami harus hadir di sana,” ucapnya tegas.

Ke depan, Conie memiliki impian besar: mendirikan lembaga bantuan hukum yang seluruh anggotanya adalah advokat perempuan di Sumsel. Baginya, perempuan yang memperjuangkan hak-hak sesama perempuan memiliki kekuatan tersendiri. Namun, untuk saat ini, ia masih berjuang bersama LBH Bima Sakti.

“Sekitar 70 persen dari waktu saya akan didedikasikan untuk membantu perempuan, anak, dan masyarakat kurang mampu. Bagi mereka yang membutuhkan pendampingan hukum, kami siap membantu,” tuturnya penuh semangat.

Langkah Conie dalam menjawab panggilan jiwanya menjadi advokat tak hanya membuka babak baru dalam kariernya, tetapi juga membuka jalan bagi mereka yang membutuhkan keadilan. Kini, ia tidak hanya mendidik calon-calon penegak hukum di kampus, tetapi juga terjun langsung ke medan perjuangan keadilan yang sesungguhnya.