Mengulas Politik Sumsel Usai Runtuhnya Trah Noerdin: Herman Deru di Atas Angin, Belum Tentu Tak Ada Lawan!

Herman Deru (kiri) dan Alex Noerdin (kanan) saat pelantikan di Istana Negara. (ist/rmolsumsel.id)
Herman Deru (kiri) dan Alex Noerdin (kanan) saat pelantikan di Istana Negara. (ist/rmolsumsel.id)

Menjelang Pilkada 2024, sejumlah peristiwa politik mewarnai Sumsel. Tengah tahun lalu, sejumlah kader Parpol di Sumsel berpindah. Sebut saja Sebut saja, Wali Kota Pagaralam yang meninggalkan PKB untuk bergabung dengan Partai Nasdem. 


Lalu ada mantan Bupati Empat Lawang, yang merupakan kader Partai Golkar H Budi Antoni Aljufri (HBA), yang diangkat menjadi anggota kehormatan Partai Nasdem. Berikutnya Wakil Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), HM Djakfar Shodiq yang mundur dari Partai Demokrat. 

Juga Wali Kota Lubuklinggau, SN Prana Putra Sohe yang kini bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa. Saat semua mengira konstelasi politik Sumsel berubah, namun pindahnya kader sejumlah partai ini, nyatanya merupakan babak awal.

Publik kemudian dikejutkan oleh meninggalnya Percha Leanpuri, kader potensial Nasdem Sumsel, yang juga anak Gubernur Herman Deru. Percha digadang sebagai penerus karir politik Deru, yang harus diakui memiliki prestasi yang moncer di usia yang terbilang muda. Tanpa mengesampingkan kader muda dari partai lain di Sumsel. 

Pengamat Bagindo Togar sempat menyebut, Herman Deru harus bergerak cepat dengan kehilangan Percha untuk mengamankan suara partai pada 2024 mendatang. Termasuk kemungkinan apabila dirinya berniat kembali maju di Pikada tersebut untuk periode kedua memimpin Sumsel. 

"Meskipun belum sepopuler Percha, namun dalam beberapa kesempatan Deru mulai 'memperkenalkan' adik-adik dari Percha, yakni Samantha dan Leriva, tentu dengan harapan yang sama, tak lain untuk bisa menjadi penerus karir politiknya," kata Bagindo. 

Terbaru, mantan anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Renny Astuti dan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda yang semula merupakan kader PDI Perjuangan kini bergabung dengan Partai Nasdem. Banyaknya tokoh yang bergabung dengan Nasdem tentu membuat Herman Deru berada di atas angin. 

Apalagi di sejumlah daerah yang punya basis suara besar, Deru dinilai telah berupaya maksimal dan menjalin komunikasi dalam rangka pemetaan wilayah untuk mendulang suara pada Pilkada mendatang. 

Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Herman Deru nampak akrab dengan Bupati Banyuasin, Askolani. Deru juga akrab dengan Wali Kota Pagaralam Alpian Maskoni. Sementara di OKU Timur, Deru tidak perlu pusing karena saat ini dipimpin oleh Lenosin Hamzah adik kandungnya.

Deru juga dinilai bisa dengan mudah meraih suara di Ogan Ilir yang kini dipimpin Panca Wijaya, yang tidak lain adalah anak Mawardi Yahya, Wakil Herman Deru saat ini. 

Runtuhnya dinasti politik Alex Noerdin memunculkan peluang hadirnya dinasti baru di Sumsel. Perkara korupsi yang menjerat Alex Noerdin (ditangani Kejagung) dan Dodi Reza Alex (ditangani KPK) dinilai sebagai babak baru bagi dinamika politik Sumsel.

Seperti yang diungkapkan oleh Bagindo Togar. Menurutnya, saat ini Herman Deru paling berpeluang dengan kapasitas yang dimilikinya sebagai politisi. Namun, bukan berarti Herman Deru tanpa lawan. 

Selama ini sudah lebih dulu ada tokoh politik yang lebih senior yakni Kahar Muzakir. Politisi senior partai Golkar ini punya langkah yang tidak bisa dikesampingkan di kancah politik Sumsel.

Kahar merupakan ayah dari Ketua BPK RI dan juga Ketua IKA Unsri Agung Firman Sampurna. Kahar juga ayah dari politisi muda Sumsel yang sudah punya nama di tingkat nasional, yakni Wahyu Sanjaya, anggota DPR RI dari Partai Demokrat. Menantu Kahar, Eva Susanti yang merupakan istri Wahyu, kini juga duduk di DPD RI.

Adik Wahyu, Doni Akbar juga menjadi anggota DPR RI yang maju dari Partai Golkar lewat daerah pemilihan Jawa Tengah. Bukan tidak mungkin, menurut Bagindo, Agung Firman Sampurna nantinya juga akan terjun ke politik setelah menyelesaikan tugasnya di pemerintahan.

Namun Kahar punya kelebihan lain meskipun kiprahnya jarang tersorot media. Menurut Bagindo, ia mampu menciptakan kader diluar garis keturunan biologisnya, alias mampu bertindak sebagai king maker. Salah satunya Andi Dinaldie, yang sebelum ini sempat bertarung melawan Dodi Reza untuk memperebutkan kursi pimpinan Golkar Sumsel. 

Beberapa Kepala Daerah di Sumsel juga memiliki hubungan baik dengan Kahar, sehingga layak dianggap sebagai mentor yang handal dalam kancah politik Sumsel maupun nasional. Lantas, untuk Golkar Sumsel, apakah kini telah beralih dari Alex Noerdin kepada Kahar? 

Bagindo tidak bisa memastikan, sebab menurutnya peluang terbuka lebar. Masih ada politisi Golkar lain di Sumsel yang juga siap untuk bertarung di Pilkada 2024 mendatang. "Yang jelas langkah Deru tidak akan mudah, meskipun trah politik Alex Noerdin telah runtuh," kata Bagindo. 

Terlebih Ketua Golkar Sumsel saat ini, Bobby Rizaldi dikenal punya track record baik di kancah nasional. Sehingga partai berlambang beringin itu punya kans kuat di level daerah untuk menjaga posisi saat ini di parlemen, menguasai.

Apabila melihat ke belakang, beberapa tahun silam, Sumsel sebetulnya tidak hanya didominasi oleh partai Golkar melalui kader seniornya Alex Noerdin dan Kahar Muzakir. 

Dari PDI Perjuangan, pernah ada Taufik Kiemas dan adiknya Nazaruddin Kiemas, yang perjuangan mereka diteruskan oleh Giri Ramanda Kiemas. Giri pernah maju dalam Pilgub Sumsel 2018 lalu berpasangan dengan Dodi Reza. 

Bicara tentang Giri yang merupakan salah satu tokoh muda, di Sumsel kini juga telah muncul sejumlah tokoh muda yang siap untuk maju atau dimajukan dalam Pilgub Sumsel 2024 mendatang. 

Seperti Bupati Banyuasin Askolani, Wali Kota Lubuklinggau SN Prana Putra Sohe, bahkan termasuk Beni Hernedi yang sempat menjabat sebagai Plt Bupati Banyuasin menggantikan Dodi Reza. Terbaru, muncul nama Bupati PALI Heri Amalindo yang diperkirakan akan muncul sebagai kuda hitam di 2024 mendatang.

"Di (partai) Gerindra juga ada Eddy Santana, ada nama Cik Ujang dari Demokrat, belum lagi PKS dan partai lain yang tentu membuat Herman Deru harus menentukan langkah secara tepat di masa kepemimpinannya saat ini," kata Bagindo.

Warna-warni politik Sumsel juga tak lepas dari kejadian kontroversial sepanjang tahun ini, menjelang 2024. Arogansi hingga penyimpangan yang dilakukan oleh oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) di Sumsel kembali terungkap.

Diantara yang berhasil dirangkum adalah penganiayaan yang dilakukan di SPBU Demang Lebar Daun Palembang ini dilakukan oleh oknum anggota DPRD Palembang, M Syukri Zen kepada seorang ibu dan anak yang tengah mengantri BBM. 

Kasus ini mencuat setelah pengacara Hotman Paris terlibat untuk mendukung pemecatan terhadap oknum tersebut. Partai Gerindra yang menaungi Syukri Zen pun mengambil tindakan tegas dengan melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) sebagai anggota DPRD Palembang. Syukri Zen kemudian dipecat dari kepengurusannya di Gerindra, lantaran, partai tidak mentolerir tindakan tersebut.

Selain Syukri Zen, salah satu oknum anggota dewan yang terjerat kasus hukum yaitu, Fuad Nopriadi Pratama. Oknum anggota DPRD Musi Rawas tersebut harus berurusan dengan polisi setelah tertangkap tangan saat sedang pesta narkoba dengan beberapa rekannya.

Pimpinan DPRD Kabupaten Mura, Azandri mengimbau kepada seluruh anggota Dewan agar menjadi contoh yang baik. "Kita adalah perwakilan rakyat. Nanti kita koordinasi sama fraksi beliau. Karena fraksi beliau pimpinannya ada juga," terangnya ketika dikonfirmasi tak lama setelah penangkapan Fuad.

"Diluar hal tersebut, politisi senior masih mendominasi pemberitaan di Sumsel sepanjang 2022. Namun diantaranya, muncul beberapa politisi muda yang sudah mulai mendapatkan tempat untuk merebut hati masyarakat," jelas Bagindo Togar.

Suara masyarakat kota Palembang masih akan menentukan untuk pemilihan Gubernur di masa yang akan datang. Palembang sebagai ibu kota provinsi, dinilainya juga masih akan menjadi epicentrum politik di tahun mendatang.