Mengulas Harta Kekayaan Pejabat Sumsel dalam LHKPN 2021: Bapak Infrastruktur Naik Lima Persen, Devi Suhartoni Masih Paling Tajir

Gubernur Sumsel Herman Deru. (ist/rmolsumsel.id)
Gubernur Sumsel Herman Deru. (ist/rmolsumsel.id)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mempublikasikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) untuk tahun 2021. Penyampaian LHKPN ini, juga dilakukan pejabat dan kepala daerah di Sumsel.


Hingga batas akhir penyampaian LHKPN periodik untuk tahun pelaporan 2021 pada 31 Maret 2022, yang diakses oleh Kantor  Berita RMOLSumsel pada situs https://elhkpn.kpk.go.id/, terdapat sebanyak 22 kepala dan wakil kepala daerah di Sumsel yang telah menyetor laporan harta kekayaannya. Sementara, 11 lainnya masih belum menyampaikan laporannya.

Beberapa diantaranya mengalami kenaikan harta kekayaan mulai dari 4 hingga 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ada juga yang mengalami penyusutan harta. Bahkan, ada juga yang tidak mengalami penambahan atau pengurangan sama sekali alias tetap.

Bupati Muratara, Devi Suhartoni. (ist/rmolsumsel.id) 

Lima Kepala Daerah Terkaya di Sumsel

Posisi lima kepala daerah terkaya di Sumsel belum banyak mengalami perubahan. Walaupun beberapa diantaranya mengalami penurunan nilai kekayaan yang cukup signifikan, namun posisi lima teratas kepala daerah terkaya di Sumsel masih ditempati orang lama.

Berdasarkan data yang dihimpun, Bupati Muratara, Devi Suhartoni tetap sebagai kepala daerah terkaya di Sumsel.  Devi memiliki kekayaan sebesar  Rp50.902.000.000. Meskipun hartanya mengalami penurunan sebesar 14,43 persen jika dibandingkan 2020 yang mencapai Rp58.252.000.000. Namun, posisi Devi belum juga tergeser di tahun ini.

Urutan kedua ditempati Gubernur Sumsel Herman Deru. Kekayaan Ketua DPW Partai Nasdem ini di 2021 mencapai Rp40.428.670.919. Harta pria yang disebut sebagai Bapak Infrastruktur Sumsel tersebut mengalami kenaikan sebesar 5,34 persen jika dibandingkan 2020 yang mencapai Rp38.268.040.441.

Nilai kekayaan Herman Deru terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak dirinya menjabat sebagai Gubernur Sumsel. Saat baru menjabat di 2018, harta kekayaannya mencapai Rp34.789.462.436. Kemudian, satu tahun menjabat Gubernur atau di 2019, harta kekayaannya meningkat menjadi Rp37.473.683.075. Selama menjabat Gubernur, Herman Deru total berhasil menambah harta kekayaannya sebesar Rp 5.639.208.483.

Peringkat berikutnya ditempati Bupati OKI, Iskandar yang nilai kekayaannya mencapai Rp27.859.488.631. Nilai kekayaan Politisi PAN tersebut meningkat 1,72 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp27.379.781.157.

Lalu, Bupati Banyuasin, Askolani menempati peringkat selanjutnya dengan nilai kekayaan Rp23.871.657.239. Kekayaan Politisi PDI Perjuangan itu naik sekitar 8,42 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp21.860.410.095.

Kekayaan PJ Bupati Muara Enim, Nasrun Umar tahun ini naik tipis sekitar 0,26 persen yakni sebesar Rp21.886.000.000. Harta kekayaan bekas Sekda Provinsi Sumsel tersebut tahun 2020 hanya sebesar Rp21.827.783.711.

Hanya saja, posisi lima kepala daerah terkaya di Sumsel tersebut bisa saja bergeser. Sebab, masih ada 11 kepala dan wakil kepala daerah yang belum melaporkan harta kekayaannya.

Harta 14 Kepala Daerah di Sumsel Naik Saat Pandemi

Masa sulit di saat Pandemi sepertinya tak berpengaruh terhadap kepala daerah. Pasalnya, dari data yang dihimpun ada sebanyak 14 kepala daerah maupun wakilnya yang mengalami kenaikan harta kekayaan.

Kenaikan nilai kekayaan yang paling besar dialami Wakil Bupati OKI, M Dja’far Shodiq. Nilai kekayaan Shodiq di 2020 sebesar Rp6.682.392.327 bertambah sekitar 18,85 persen menjadi  Rp8.235.171.361.

Lalu, Wakil Bupati Banyuasin, Slamet juga mengalami kenaikan kekayaan sebesar 13,44 persen. Dari sebelumnya Rp11.115.311.176 menjadi Rp12.841.687.872. Wakil Bupati OKU Timur M Adi Nugraha Purna Yudha hartanya meningkat 11,31 persen. Sebelumnya, Yudha memiliki harta kekayaan sebesar Rp3.841.722.684 di 2020 menjadi Rp4.331.722.684.

Menyikapi kenaikan harta pemimpin daerah tersebut, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani mengungkapkan kalau pundi kekayaan pejabat bisa berasal dari tanah, uang yang ada di Bank atau Deposito, kendaraan dan lain sebagainya. Kenaikan ini terjadi karena beberapa harta yang tidak bisa terdeteksi seperti tanah yang menjadi sumber investasi.

Dia menilai kebanyakan pejabat yang hartanya naik secara signifikan terkesan memperkaya diri di tengah kesulitan masyarakat. Dia mencontohkan, seperti Gubernur Sumsel, Herman Deru yang hartanya meningkat Rp6 miliar sejak dirinya menjabat hingga saat ini.

"Seharusnya pejabat itu bukan untuk memperkaya diri, tapi bagaimana mengabdi dan memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Kalau memperkaya diri mending jadi pengusaha," katanya saat dihubungi RMOLSumsel.id, Jumat (6/5).

Nunik juga mempertanyakan peningkatan harta kekayaan tersebut, sehingga menurutnya sangat perlu dilakukan audit yang transparan. Menyoal Gubernur Sumsel, Nunik justru mengkritisi permasalahan bantuan gubernur (bangub) yang berpotensi memunculkan korupsi dan konflik kepetntingan.

Menurutnya, bangub ini sulit untuk dilacak karena ini kewenangan dari Gubernur Sumsel. Nunik menduga, potensi korupsi dana Bangub ini cenderung besar, dia juga mencontohkan semula dana Bangub ini hanya sekitar Rp7 miliar. Kini meningkat menjadi sekian triliun. Karena itu, dia menilai kecenderungan korupsi di Provinsi Sumsel ini masih cukup tinggi.

"Saat ini yang kami soroti yaitu belanja tidak langsung misalnya belanja Bantuan Gubernur (Bangub). Meski belanja Bangub ini sulit untuk dilacak dan diawasi. Kami meningkatkan akan meningkatkan pengawasan agar APBD ini seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Bukan, kekayaan pribadi," tegasnya.

Fitra Curiga, Laporan Harta Empat Kepala Daerah tak Berubah

Selain mengalami peningkatan dan penurunan, ada juga kepala daerah di Sumsel yang melaporkan nilai harta kekayaan yang sama dengan tahun lalu. Artinya, tidak ada penambahan ataupun pengurangan.

Keempat pejabat yang nilai kekayaannya tetap diantaranya, Bupati Pali, Heri Amalindo dengan jumlah kekayaan sebesar Rp13.485.951.986. Lalu, Wakil Bupati Ogan Ilir, Ardani yang nilai kekayaannya mencapai Rp7.909.716.687, Wakil Bupati Musi Rawas, Suwarti dengan nilai kekayaannya sebesar Rp2.452.341.658 dan Wakil Walikota Prabumulih, Andriansyah Fikri.

Tidak adanya perubahan nilai kekayaan yang dilaporkan menimbulkan kesan jika laporan yang diberikan hanya sekedar memenuhi kewajiban sebagai penyelenggara negara. Oleh sebab itu, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan audit yang ketat terhadap LHKPN yang disetorkan wajib lapor.

Jika nantinya hasil auditnya menyatakan nilai kekayaannya memang tetap, maka sistem audit yang dilakukan tidak bisa dipercaya sepenuhnya. "Ini yang harus dipertanyakan kenapa bisa sama laporannya, padahal itu melalui audit," tegasnya.

Menurutnya, pengawasan LHKPN ini sendiri sulit karena akses keterbukaan informasi masih terbatas. Padahal, masyarakat merupakan kontrol utama namun masyarakat tidak mendapatkan informasi tersebut. Sedangkan, KPK maupun pihak kepolisian tidak bisa secara langsung melakukan pengawasan. Meskipun, itu merupakan tugas mereka.

Dia mengakui, LHKPN ini secara otomatis masuk ke KPK. Namun, KPK harus mendapatkan laporan terlebih dahulu agar dapat menindaklanjutinya setiap kejanggalan. Bukan secara otomatis melakukan pengawasan. "Jadi ini sulitnya pengawasan dan ribet. Padahal, mereka merupakan lembaga kontrol juga," tuturnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati mengatakan, KPK secara bertahap melakukan verifikasi atas laporan kekayaan yang disampaikan tersebut. Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka KPK akan menyampaikan pemberitahuannya. Selanjutnya PN atau WL tersebut wajib menyampaikan kelengkapannya maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan.

"Jika hingga batas waktu kelengkapan tidak dipenuhi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN. Laporan kekayaan yang tidak lengkap akan mempengaruhi tingkat kepatuhan baik pada instansinya maupun secara nasional," bebernya.

Pejabat Pemkot Palembang Belum Laporkan Harta

Meski batas waktu penyampaian LHKPN periodik untuk tahun pelaporan 2021 telah berakhir 31 Maret 2022 lalu, ternyata masih ada kepala daerah yang belum menunaikan kewajibannya. Mereka yang belum lapor diantaranya Walikota dan Wakilnya, Harnojoyo dan Fitrianti Agustinda. Lalu, Walikota Pagaralam dan Wakilnya, Alpian Maskoni dan Muhammad Fadli. Walikota Lubuklinggau dan Wakilnya, SN Prana Putra Sohe dan Sulaiman Kohar.

Kemudian Wakil Bupati Pali Soemarjono, Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya, Walikota Prabumulih Ridho Yahya, Bupati OKU Timur, Lanosin dan terakhir Wakil Bupati Muratara Inayatullah.

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati mengatakan KPK tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu. Namun, LHKPN tersebut tercatat dengan status pelaporan "terlambat lapor".

"Kami mengimbau kepada PN baik di Bidang Eksekutif, Yudikatif, Legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan laporan kekayaannya agar tetap memenuhi kewajiban LHKPN. Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, KPK meminta PN untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar, dan lengkap," jelasnya.

Karena kata Ipi, melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap PN sesuai ketentuan Pasal 5 Ayat 2 dan 3 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.

"Undang-undang mewajibkan PN bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. PN juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat," tandasnya. 

K-MAKI Sumsel: Pejabat Sumsel Wajib Diaudit

LHKPN yang dilaporkan penyelenggara negara dinilai hanya sekedar memenuhi kewajiban saja. Bahkan, nilai kekayaan yang dilaporkan diduga diperkecil dan tidak sesuai dengan kenyataannya. Hal ini diungkapkan Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel, Ferry Kurniawan saat dibincangi, Kantor Berita RMOLSumsel, Jumat (6/5)

Menurutnya, terdapat pula dugaan pelaporan dalam LHKPN yang angkanya diperkecil dengan tikiam menghindari pajak. Sehingga, dia menilai perlu dilakukan audit terhadap laporan keuangan pejabat. "Pejabat perlu diaudit, jangan hanya batas melaporkan saja!," katanya.

Termasuk mereka, para pejabat yang terlambat lapor, atau tidak melapor sama sekali meskipun KPK telah memberi tenggat waktu. Jika si pejabat memiliki kekayaan dalam bentuk tanah atau rumah, tidak mungkin nilainya sama dengan tahun lalu.

“Sebab, nilai tanah atau rumah ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Apalagi jika ada simpanan deposito di bank dan surat berharga. Mungkin kalau untuk kendaraan atau alat elektronik lainnya bisa saja nilainya turun. Tapi kan tidak sebesar kenaikan harga tanah dan rumah tadi. Jadi mustahil kalau hartanya tetap,” ungkapnya.

Ferry meminta kepada lembaga penegak hukum bisa melakukan penelusuran terhadap seluruh harta yang dimiliki pejabat. “Kalau serius mau ditelusuri, pasti nilainya bisa berkali lipat,” tandasnya.