Menelusuri Jejak Puyang Diatas di Negeri Ratu, Nisan Makam Berukir Wajah Manusia

Batu nisan berukir wajah manusia di tengah hutan Desa Negeri Ratu Kecamatan Lengkiti, OKU. (foto-foto: Adam Rachman/rmolsumsel)
Batu nisan berukir wajah manusia di tengah hutan Desa Negeri Ratu Kecamatan Lengkiti, OKU. (foto-foto: Adam Rachman/rmolsumsel)

Warga Ogan Komering Ulu (OKU) dihebohkan penemuan batu berukir serupa arca di tengah hutan beberapa waktu ke belakang. Fotonya menyebar di berbagai platform berbagi pesan, termasuk yang diterima Kantor Berita RMOLSumsel.


Belakangan, batu berukir itu diketahui sebagai sebuah batu nisan dari 'Puyang Diatas', demikian warga setempat menyebutnya. Puyang adalah dialek masyarakat Sumatera Selatan untuk kata Poyang, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya nenek moyang, datuk atau leluhur. Sementara Diatas, mengistilahkan tinggi, baik secara lokasi maupun kemampuan dari Puyang tersebut.

Puyang Diatas ini, dikenal masyarakat sekitar sebagai tokoh pemimpin, pendiri Desa Negeri Ratu yang juga dipercaya punya kesaktian di zaman dulu. Dia dimakamkan di tengah hutan, Desa Negeri Ratu, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten OKU. Tim Kantor Berita RMOLSumsel lantas melakukan penelusuran. 

Lokasinya ternyata berada persis di tepi aliran Sungai Lua (Ae' Lua - Bahasa Ogan), di dalam hutan, yang untuk menempuhnya dibutuhkan waktu sekitar dua jam, bahkan lebih. Warga setempat bernama Tanzili mendampingi tim saat menyambangi lokasi tersebut, Senin (3/10) lalu. Nama lengkapnya Tanzili bin Emia Bin Burhan Bin Samba yang merupakan salah satu keturunan dari Puyang Diatas.

Batu nisan itu berbentuk lonjong, tingginya sekitar 50 cm dari tanah dengan diameter sekitar 15 cm. Di sisinya terdapat ukiran yang cukup rapi, membentuk sebuah wajah yang terlihat jelas. Mata, hidung dan mulut manusia. Diatas kepalanya, terlihat memakai penutup seperti peci. Dibagian bawahnya ada kesan ornamen dan ukiran yang menunjukkan kalau batu ini dipahat dengan cukup presisi. 

Warga yang membersihkan batu nisan Puyang Diatas, berlokasi di Desa Negeri Ratu, Kecamatan Lengkiti, OKU.

Batu nisan ini diduga dibuat dari batu sungai yang sebelumnya berwarna putih, namun kini telah berubah berwarna kekuningan seiring waktu. Lokasi nisan itu berada di atas gundukan tanah, yang dikelilingi batuan sungai yang lebih kecil yang kemudian secara tampilan terbentuk seperti sebuah makam yang diyakini merupakan makam Puyang Diatas. 

Bentuk nisan itu memang tidak lagi sempurna, seperti rusak, bukan hanya karena usia. Tatapi juga menurut Tanzili akibat dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. "Entah orang iseng atau bagaimana, sehingga kalau ibarat manusia, bagian lehernya seperti dibacok. Dua sisi yang rusak," jelas Tanzili. 

Cerita mengenai leluhurnya itu, didapat Tanzili turun-temurun. Tidak diketahui secara persis darimana Puyang Diatas berasal, namun dia diduga hidup dibawah tahun 1700an. Puyang Diatas juga dituturkan sebagai seorang petualang yang menyusuri kawasan tersebut dengan berjalan kaki. Dia menyusuri alur sungai termasuk aliran Ae' Lengkayap sebelum tiba di Negeri Ratu. 

"Dulu sewaktu tiba di persimpangan Ae' Lua, Puyang tidak tahu mau kemana. Ceritanya, dia membakar kemenyan dan mengikuti arah sesuai kemana asap kemenyan itu berhembus. Sampai tiba di sebuah Lubuk yang terlihat terang, sehingga dinamakan Lubuk Wahuwa," ungkapnya. Di Lubuk Wahuha, Puyang Diatas disebut sempat menyelam kedalam air untuk membuka mata batinnya, menentukan arah kehidupannya. Lubuk Wahuwa itulah yang disebut menjadi cikal bakal Desa Negeri Ratu saat ini. 

Kisah lain mengenai Puyang Diatas, menurut Tanzili adalah saat leluhurnya itu bermaksud berjalan keluar dari kawasan dusun yang ditemukannya itu, Puyang Diatas mendengar kokok ayam hutan putih yang dikenal warga dengan sebutan brugo. Brugo ini seperti menjadi penanda dan memiliki nilai mistis, sehingga Puyang Diatas pun bersumpah tidak akan selamat anak dan cucunya apabila sampai memakan daging dari brugo itu. 

Ceritapun berlanjut. Menurut Tanzili, Puyang Diatas kemudian berkeluarga dan mengembangkan wilayahnya, dia juga kemudian menanam padi dan membangun kehidupan disana. Anak-anaknya tersebar sampai ke kawasan Lubuk Bunto. Disini, keluarga dan kerabat Puyang Diatas juga diceritakan sempat berperang dengan Suku Abung (Lampung) yang kemudian dimenangkan oleh keluarga Puyang Diatas. 

"Ada adiknya yang bernama Batin Dalom menyusul, dimakamkan juga di dekat sini. Adik lainnya, Kejuruan juga ikut menyusul dan mengembangkan wilayah (kehidupan) disini. Sempat tiga kali pindah dusun sebelum ditetapkan menjadi Negeri Ratu," tutur Tanzili. 

Sebagai pemimpin, Puyang Diatas menurutnya juga memiliki pengawal pribadi yang disebut dengan istilah Panglima. Panglima ini mengawal Puyang Diatas sampai akhir hayatnya dan dimakamkan dengan jarak yang berdekatan. "Kalau sekarang namanya pengawal , makamnya  tak jauh dari makam Puyang Diatas yang kita lihat tadi," ujarnya. 

Tanzili menunjukkan batu nisan Puyang Diatas yang merupakan leluhurnya. 

Makam Puyang Diatas Kerap Didatangi Warga sampai Pejabat

Cerita mengenai Puyang Diatas sebetulnya sudah diketahui masyarakat, namun belum terekspos secara masif seperti yang terjadi belakangan ini. Menurut Tanzili, makam leluhurnya itu kerap didatangi oleh warga, utamanya saat memasuki musim tanam. Banyak yang 'meminta' kepada Puyang Diatas. 

Tidak hanya agar panen nanti bisa berlimpah dan untuk kemakmuran warga, setiap jelang hajatan warga desa juga kerap datang meminta kelancaran. Tak kalah menarik, beberapa caleg dan pejabat juga menurut Tanzili pernah berziarah ke makam Puyang Diatas ini. 

"Bukan hanya dari dusun kami, tapi dari dusun tetangga juga datang untuk meminta," ungkapnya. Urusan dikabulkan atau tidak, berhasil atau tidak hajatan orang tersebut, Tanzili tidak mau terlalu jauh menerka. Namun menurutnya dengan banyaknya orang yang datang berziarah, sudah selayaknya Pemerintah Kabupaten OKU untuk melirik makam ini sebagai aset budaya dan sejarah. 

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu Tokoh Pemuda Lengkiti Sapriadi Syamsuddin. Menurutnya, zaman dulu pusat peradaban tumbuh dan berkembang di lembah-lembah tepian sungai. Karena dulu sungai merupakan prasarana bagi masyarakat untuk dapat berhubungan atau berinteraksi dengan masyarakat lainnya.

Disamping itu peran sungai sebagai sumber air, memang sangat vital bagi kehidupan masyarakat, termasuk oleh masyarakat OKU Raya. Sehingga wajar apabila Desa Negeri Ratu yang merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten OKU ini mendapatkan pula perhatian dari pemerintah. 

“Kalau Lengkiti ini sejarahnya dulu terdiri dari dua marga yaitu Marga Lengkayap dan Marga Kiti dengan memiliki dua pasirah dimana Keresidenannya Martapura, Kecamatannya Simpang Martapura. Tahun 2000 terbentuklah kecamatan Lengkiti penggabungan dua Marga Lengkayap dan Marga Kiti," ujarnya. 

Sempat disebut warga sebagai arca, namun butuh penelitian mendalam untuk mengetahui asal-usul batu nisan ini. 

Apabila melihat batu nisan Puyang Diatas itu, Sapriadi yakin jika masyarakat OKU muncul lebih dulu dari peradaban modern dan berkembang di Indonesia. Sehingga perlu diperhatikan dan diteliti kembali oleh arkeolog atau peneliti yang berkompeten untuk kemudian diekspos besar-besaran untuk kepentingan pengetahuan dan pariwisata. 

“Tidak hanya diwakili oleh Puyang Diatas tapi di desa-desa lain pasti ada juga Puyang yang seharusnya diperhatikan. Karena sebelum terbentuk Kabupaten OKU ini, Lengkiti sudah ada, artinya peradaban masyarakat sudah ada sebelum pemerintahan terbentuk," jelasnya. 

Belum lagi apabila dikaitkan dengan Kedatuan Sriwijaya, ataupun Kesultanan Palembang Darussalam yang jelas tidak akan besar jika tidak ditopang oleh Uluan Palembang. “Uluan Palembang itu salah satunya Lengkiti, jadi besarnya Kedatuan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam di zaman itu ditopang daerah-daerah bagian Ulu Sumsel, seperti Lengkiti ini," ungkapnya. 

Sebab, Lengkiti menurutnya bukan hanya sebatas daerah yang berada di peta, tetapi lebih dari itu bisa dikembangkan sebagai situs bersejarah dan spot wisata karena kaya dengan sumber daya alam, budaya, adat istiadat dan memiliki karakter sendiri. 

Begitupun yang disampaikan Kepala Desa Negeri Ratu, Zainal Ali yang berharap agar pemerintah memperhatikan makam Puyang Diatas tersebut sehingga bisa dijadikan objek wisata religi dengan memperbaiki akses menuju lokasi. “Kami berharap pemerintah bisa memperhatikan makam Puyang Diatas ini,” katanya.

Catatan Redaksi: Isi artikel ini diubah pada Sabtu (8/10) pada pukul 13.20 WIB