Menanti Ketegasan untuk Lematang Coal Lestari dan Musi Prima Coal

Kawasan IUP Musi Prima Coal di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim. (dok/rmolsumsel.id)
Kawasan IUP Musi Prima Coal di Desa Gunung Raja Kecamatan Empat Petulai Dangku Kabupaten Muara Enim. (dok/rmolsumsel.id)

Aktivitas perusahaan jasa pertambangan PT Lematang Coal Lestari yang merupakan kontraktor PT Musi Prima Coal sejak lama disinyalir mengakibatkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. 


Hal ini utamanya dirasakan oleh warga Desa  Gunung  Raja, Kelurahan Gunung Kemala, Desa Payuputat dan Desa Siku Kecamatan Empat Petulai Dangku, Muara enim. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/menapak-jejak-dugaan-pencemaran-sungai-penimur-akibat-aktivitas-pertambangan-bagian-keempat)

Sampai hari ini, kerusakan lingkungan yang juga sempat diulas oleh kantor Berita RMOLSumsel itu, belum mendapat respon dari pihak terkait yang secara nyata bisa dirasakan oleh masyarakat. 

Perusahaan ini diketahui telah menyebabkan Sungai Penimur yang merupakan sumber air bersih bagi masyarakat rusak dan tercemar. Sehingga perusahaan tersebut sebetulnya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan Hidup pasal 98 dan pasal 99 dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar). 

Juga dengan sanksi pidana berdasarkan UU 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air pasal 69 huruf d  dengan ancaman Pidana minimal 18 bulan  - maksimal 6 tahun dan denda minimal 2,5 Milyar  - maksimal 10 Milyar Junto pasal 74. Jika dilakukan oleh badan Usaha dikenakan sanksi Pidana Dua Kali bagi Pemberi perintah dan Pimpinan Perusahaan.

Namun sayangnya, belum ada ketegasan yang maksimal yang terlihat dalam penanganan dugaan perusakan dan pencemaran lingkungan oleh perusahaan yang mulai melakukan eksplorasi sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 430/KPTS/Tamben/2010, tanggal 27 April 2010 itu. 

Tidak hanya pencemaran Sungai Penimur, terkait lingkungan, PT. Musi Prima Coal diketahui telah membangun jalan Hauling atau tambang sepanjang 30 km dan terdapat 3,5 Km tidak masuk kedalam IUP. Hal ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan Hidup pasal 98 dan pasal 99 dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar).

Belakangan, dalam mendukung upaya produksi, perusahaan tersebut juga membangun pelabuhan bongkar batubara di pinggir Sungai Lematang yang pada kenyataannya dilakukan tanpa didukung dokumen Lingkungan atau Amdal. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/menapak-jejak-dugaan-pencemaran-sungai-penimur-akibat-aktivitas-pertambangan-bagian-kelima)

Lagi-lagi, hal ini bertentangan dengan UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan Hidup pasal 98 dan pasal 99 dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar). 

Juga sanksi pidana berdasarkan UU 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air pasal 70 huruf a dengan ancaman Pidana 1 - 3 tahun dan denda 1-5 Milyar Junto pasal 74 Jika dilakukan oleh  badan Usaha dikenakan sanksi Pidana Dua Kali bagi Pemberi perintah dan Pimpinan Perusahaan. 

Selain kerusakan lingkungan, berbagai pelanggaran lain juga disinyalir dilakukan oleh perusahaan ini, dan sempat diberikan sanksi oleh Kementerian ESDM yang membuat Mabes Polri turun tangan. Hanya saja, perusahaan seperti tak peduli. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/kangkangi-sanksi-kementerian-esdm-pt-musi-prima-coal-tetap-nambang-batubara-malam-hari). 

Sampai beberapa waktu lalu, aktivis lingkungan dari Kawali Sumsel menggelar aksi untuk meminta pihak terkait memberikan ketegasan kepada perusahaan ini. Sebab dengan banyaknya sanksi yang tidak dijalani oleh perusahaan ini, patut diduga bahwa telah terjadi praktik mafia pertambangan. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/lematang-coal-lestari-disinyalir-lakukan-praktik-mafia-pertambangan-begini-modusnya).

Kini, Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah kepada Kantor Berita RMOLSumsel mengatakan kalau pihaknya sedang mempersiapkan laporan ke pemerintah pusat yakni Kementerian ESDM, Kementerian LHK dan pihak terkait atas lemahnya pengawasan daerah yang membuat perusahaan ini bertindak semena-mena terhadap warga dan lingkungan di Sumsel. 

"Dalam beberapa kesempatan kita sudah berkoordinasi dengan Komisi IV DPRD Sumsel untuk perusahaan ini. Mudah-mudahan segera mendapat tindak lanjut dari kita di daerah. Namun, dalam waktu dekat, kami juga akan sampaikan hasil investigasi ke pusat untuk segera ditindaklanjuti," tegasnya.