Kritikus Piala Dunia Qatar Jadi Target Peretasan Kelompok Hacker Asal India

Venue Piala Dunia/net
Venue Piala Dunia/net

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh wartawan Inggris pada Minggu (6/11) menunjukkan adanya aksi peretasan yang dilakukan oleh kelompok peretas asal India dan mengincar para pengkritik Piala Dunia 2022 yang akan digelar di Qatar.


Hal itu terungkap, ketika surat kabar Sunday Times dan Biro Wartawan Investigasi (TBU) berhasil mengakses data yang bocor dan mengetahui jika puluhan pengacara, wartawan, dan orang terkenal telah diretas sejak 2019.

Lebih lanjut, laporan itu menyatakan pekerjaan peretasan yang dilakukan oleh Hacker India itu dibiayai oleh satu klien saja.

"Penyelidikan kami menunjukkan dengan kuat bahwa klien yang dimaksud adalah tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar," jelas laporan tersebut seperti dimuat AFP pada Senin (7/11).

Identitas korban peretasan juga disebutkan dalam laporan.

Salah satunya ialah tokoh terkenal, mantan presiden Asosiasi Sepak Bola Uni Eropa (UEFA), Michel Platini yang diketahui telah diretas menjelang pertemuannya dengan kepolisian Prancis untuk membahas soal korupsi Piala Dunia.

Platini mengaku kaget dan marah atas laporan tersebut. Ia akan segera mengambil langkah hukum pada perbuatan yang melanggar privasinya.

Target lainnya yakni konsultan asal London, Ghanem Nuseibeh, yang perusahaannya yakni Cornerstone pernah membuat laporan mengenai korupsi terkait Piala Dunia.

Kritikus yang tidak setuju Qatar jadi tuan rumah Piala Dunia tahun ini karena dianggap banyak melakukan pelanggaran HAM, seperti Senator Prancis, Nathalie Goulet dan Pengacara  Mark Somos, juga dikabarkan jadi korban peretasan.

Sementara itu, Pemerintah Qatar membantah tudingan itu dengan menyebut laporan dari TBU dipenuhi ketidakkonsistenan dan kesalahan yang mencoreng kredibilitasnya sendiri.

"Laporan itu berasal dari sumber tunggal yang mengaku kliennya adalah Qatar meski tidak ada bukti untuk menunjang pernyataannya," tegas pemerintah Qatar dalam sebuah pernyataan resmi.

Pemerintah juga menekankan jika tuduhan itu dilayangkan tanpa bukti dan hanya dilakukan untuk meningkatkan popularitas di tengah euforia Piala Dunia.

"Sejumlah perusahaan juga mengaku terkait dengan Qatar, meski tidak ada bukti untuk menunjangnya, dalam upaya mendongkrak profil mereka menjelang Piala Dunia," tegasnya.