KPK Periksa Ketua IMI Kalteng Jufferi Simon Terkait Korupsi Bupati Kapuas

Jufferi Simon mengenakan masker hitam. (ist/rmolsumsel.id)
Jufferi Simon mengenakan masker hitam. (ist/rmolsumsel.id)

Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Kalimantan Tengah, Jufferi Simon, telah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi di Pemerintah Kabupaten Kapuas.


Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengumumkan bahwa pada hari Jumat (9/6), pihaknya memanggil tiga saksi terkait tersangka Ben Brahim S Bahat (BBSB), Bupati Kapuas pada periode 2013-2018 dan 2018-2023.

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK yang terletak di Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan. Saksi-saksi yang dipanggil adalah Sepryunus (Komisaris PT Karya Putra Kahayan), Jufferi Simon (wiraswasta dan Ketua IMI Kalteng), dan Dison Halim (Komisaris PT Karya Halim Sampoerna dan PT Multi Karya Primas Mandiri).

Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni (anggota Fraksi Nasdem DPR RI periode 2019-2024), telah ditahan oleh KPK pada tanggal 28 Maret. Mereka diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas selama menjabat sebagai bupati.

Ary Egahni juga diduga terlibat secara aktif dalam proses pemerintahan dan memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan memberikan uang dan barang mewah.

Dugaan penerimaan uang oleh Ben Brahim berasal dari berbagai pos anggaran resmi di SKPD Pemkab Kapuas. Uang tersebut digunakan untuk biaya operasional selama Pemilihan Bupati Kapuas, Pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, dan juga untuk keikutsertaan Ary Egahni dalam Pemilihan Anggota DPR RI 2019.

Selain itu, Ben Brahim juga diduga menerima uang dari pihak swasta terkait izin lokasi perkebunan. Dia juga meminta dukungan massa dari pihak swasta selama mengikuti Pemilihan Bupati Kapuas, Pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, dan Ary Egahni saat Pemilihan Anggota DPR RI.

Berdasarkan beberapa sumber, total jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary diperkirakan sekitar Rp8,7 miliar. Uang tersebut juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional, yaitu Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.