Kebijakan Strategis Pemkot Palembang Atasi Banjir : Wajib Terlihat Sibuk Saat Hujan Deras 

Masyarakat tetap beraktifitas di tengah banjir yang melanda kota Palembang. (Humaidy/rmolsumsel.id)
Masyarakat tetap beraktifitas di tengah banjir yang melanda kota Palembang. (Humaidy/rmolsumsel.id)

Hasil prakiraan probabilistik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di Sumsel pada bulan September ini akan mengalami peningkatan. Tak terkecuali kota Palembang.


Curah hujan yang tinggi ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi warga Palembang. Banjir dan genangan air yang muncul, jadi permasalahan berulang setiap musim penghujan yang tak kunjung terselesaikan. 

Seperti yang terjadi Rabu (1/9) lalu. Hujan di awal September yang berlangsung lebih dari lima jam itu membuat sejumlah wilayah kota Palembang terendam.

Tidak hanya wilayah yang biasa menjadi langganan, seperti simpang lima DPRD Sumsel, Simpang Polda, Jl Veteran, Jl Kol H Barlian, Jl Demang Lebar Daun dan beberapa ruas jalan lain, tetapi juga kini genangan air besar sudah terlihat di kawasan Kambang Iwak.

Genangan air yang diistilahkan warga sebagai banjir ini, meluas dari sebelumnya di beberapa wilayah di pusat kota, kini telah menyasar pula ke wilayah pinggiran. 

Hanya tiga unit pompa yang berfungsi di mesin pompanisasi Sub DAS Bendung, foto diambil Rabu (1/9) malam. (Humaidy/rmolsumsel.id)

Pompanisasi Tidak Maksimal

Pemkot Palembang sebetulnya memiliki Pompa Pengendali Banjir Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendung Kota Palembang yang selesai pembangunannya pada akhir tahun 2019. 

Pompa ini dibangun dengan tujuan mengurangi banjir kota Palembang di SUB DAS Bendung. Sistem Pengendali Banjir Kota Palembang ini dilengkapi dengan kolam retensi dengan tampungan sebesar 50.000 m3 dan pintu air otomatis. 

Pompanya sendiri memiliki spesifikasi tipe pompa submersible drainage pump dengan kapasitas 6.000 ltr/detik yang diklaim dapat mengurangi genangan sebesar 245 Ha.

Namun pada hari itu, pompa tidak berjalan maksimal. Seperti yang disampaikan oleh Sekda Kota Palembang Ratu Dewa. "Perlu kami infoke jugo bahwa ado beberapo pompa kito tadi agak telat beroperasi dan jugo ado yg dak optimal,"ungkapnya. 

Padahal, Sungai Bendung berada di tengah kota Palembang. Posisinya inilah yang menjadi alasan dibangunnya pompa dengan tujuan mengurangi air yang menggenangi sebagian besar wilayah kota Palembang itu. 

Sayangnya, seiring berprosesnya pembangunan di kota Palembang, kemudian disinyalir ada  pembangunan yang berlanjut tanpa pengawasan dari regulator, seperti Izin Mendirikan Bangunan dan Analisa Dampak Lingkungan. 

Pantauan Tim Kantor Berita RMOLSumsel di kawasan pompanisasi, yang terletak di Jl Ali Gathmir Palembang itu benar-benar tidak berjalan maksimal. 

Hanya tiga unit pompa yang bekerja dari enam unit yang seharusnya. Padahal proyek ini cukup fantastis karena dibangun dengan nilai kontrak Rp 225 miliar. 

"(Penyedotan mencakup) Wilayah Polda, Hermina, Sekip, hari ini cuma tigo unit yang aktif,"ungkap salah satu pegawai saat ditemui. Ia juga mengakui jika proyek ini belum genap dua tahun selesai dibangun. 

Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena pompa hanya diaktifkan saat terjadi hujan besar dan banjir yang menggenangi wilayah kota Palembang yang disebutkan sebelumnya. 

"Kami disini terbagi dua shift, siang dan malam. Biasanya kalau ada banjir, ada pegawai yang mengecek,"tambahnya sekaligus menegaskan jika ada penanggung jawab dalam setiap operasional pompanisasi itu. 

Hanya saja, hadirnya pompanisasi ini belum menjawab bagaimana cara mengatasi wilayah banjir atau genangan yang telah meluas. Tidak hanya di tengah kota tetapi juga telah sampai ke wilayah pinggiran kota Palembang.

Sekda Ratu Dewa saat meninjau banjir di kawasan Kambang Iwak, Rabu (1/9). (instagram)

Sekda Ratu Dewa Minta Maaf

Saat hujan deras mengguyur kota Palembang, Rabu (1/9) Sekda Ratu Dewa bersama jajaran langsung terjun ke sejumlah lokasi genangan. Salah satunya di kawasan Kambang Iwak. 

Selain karena faktor alam, dia mengatakan bahwa banjir terjadi akibat keterlambatan pompanisasi sehingga penanggulangan awal banjir juga tidak optimal.

"Maaf men yo pelayanan kito buat warga dak nyaman. Kami terus berusaha memberikan pelayanan yang baik," kata Ratu Dewa dilansir dari akun instagramnya. 

Dewa memposting kegiatannya saat terjadi hujan deras itu. Membantu dan mengawasi petugas yang melakukan normalisasi. 

Berkaca dari kejadian tersebut, untuk selanjutnya Pemkot Palembang berencana menambah sejumlah pompa portable. Diantaranya di kawasan Jalan Ahmad Yani, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Kapten A Rivai, Jalan Veteran, Jalan RE Martadinata.

"Intensitas hujan yang lebat beberapa hari belakangan menyebabkan pengerjaan konstruksi penguatan dinding dan pengerukan di Sungai Bendung dan Sungai Sekanak menjadi terhambat, hal ini diluar prediksi,"kata Kepala Dinas PUPR Kota Palembang Ahmad Bastari yang dikonfirmasi Kamis (2/9). 

Sampai sejauh ini, dia juga mengatakan perlu upaya lebih untuk mengoptimalkan kerja kolam retensi yang saat ini terdiri dari 8 Stasiun Pompa dan Kolam Retensi yang sudah dilakukan pengerukan.

"Kolam retensi masih ada 46 dan perlu ditambah lagi karena dengan jumlah ini belum ideal. Kita butuh 77 (kolam retensi) agar bisa menekan masalah banjir atau genangan yang tentu mengganggu aktivitas, khususnya pengendara di jalan-jalan utama," jelasnya lagi.

Salah satunya Pemkot akan melakukan penambahan kolam retensi yang berlokasi di Keramasan yang tidak jauh dari pembangunan Kantor Gubernur seluas 10 Hektar.

"Disana nanti rencananya akan jadi kolam retensi yang besar  dan menampung air selama hujan deras. Ini jadi solusi nantinya" ujarnya lagi. 

Hanya saja, berdasarkan data yang didapat Kantor Berita RMOLSumsel, pembangunan perkantoran di kawasan Keramasan seluas 90 hektar itu dilakukan dengan cara menimbun daerah rawa yang merupakan daerah resapan alami air.

Berdasarkan Perda No.11 tahun 2012, Izin Reklamasi Rawa (IRR) dikeluarkan oleh Wali Kota Palembang. 

Sebelumnya disampaikan oleh juru bicara Komite Bersama (Kombes) untuk Keadilan Ekologis Sumatera Selatan (KESS), Hadi Jatmiko pada Februari lalu. Dibangunnya komplek perkantoran Keramasan menurutnya menyebabkan berkurangnya jumlah daerah resapan air di Kota Palembang. 

Dimana berdasarkan data Walhi Sumsel pada tahun 2018 jumlah daerah resapan air di ibukota Sumatera Selatan hanya tersisa 2.300 Hektar atau berkurang lebih dari 50 persen dari tahun 2015 dengan luasan 5000 Hektar.

Menanggapi pembangunan yang menimbun rawa tersebut, Wali Kota Harnojoyo mengaku saat ini pihaknya telah menegakkan Perda Rawa. 

Namun dia enggan berkomentar apakah pembangunan yang berlangsung saat ini melanggar atau tidak. "Saat ini terkait pembangunannya sedang direvisi dalam RTRW nya,"katanya. 

Wali Kota Harnojoyo meninjau kawasan Sekanak Lambidaro Rabu (1/9) pagi. Siang hingga sore harinya Palembang diguyur hujan deras. (diskominfo)

Sampah, Gotong Royong dan Pandemi 

Tidak hanya membangun kolam retensi di dekat komplek Perkantoran Keramasan, Kepala Dinas PUPR kota Palembang Ahmad Bastari juga menyebut perlu kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan di saluran air.

Sebab, sampah yang terdapat di saluran air cukup menghambat, saat debit air sedang tinggi. "Setiap hari kita mengangkut sekitar 75 kubik sampah dari saluran air, baik sungai maupun kolam retensi. Semuanya sampah rumah tangga seperti plastik," ujarnya. 

Meskipun telah menerjunkan 15 unit mobil pengangkut sampah namun ia mengeluhkan jumlah yang tak sebanding dengan volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Sehingga sampah-sampah ini menjadi salah satu penyebab utama banjir di kota Palembang. 

"Kita berharap kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan terutama di saluran air. Karena jika saluran air lancar, dapat meminimalisir genangan yang terjadi," ungkapnya. Belum lagi sedimentasi sisa konstruksi yang sulit dibersihkan dari saluran air. 

Pemkot Palembang sebetulnya memiliki Peraturan Walikota (PERWALI) No.14/2019 tentang Pelaksanaan Gotong Royong Tingkat Kota, Gotong Royong Tingkat Kecamatan, Gotong Royong Mandiri Tingkat Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).

Gotong Royong yang menjadi program unggulan Wali Kota Harnojoyo saat maju di periode keduanya memimpin Palembang ini sudah lama tak terdengar sejak pandemi. 

Apalagi pemkot Palembang juga telah mengeluarkan aturan untuk tidak berkerumun sejak pandemi merebak setahun silam, sehingga banyak aktifitas yang melibatkan masyarakat, termasuk gotong-royong tak lagi dilakukan. 

Padahal sebelumnya, Harnojoyo mengklaim kegiatan ini, apabila dilakukan secara rutin oleh semua unsur di setiap tingkatan termasuk dengan melibatkan masyarakat maka salah satunya dapat meminimalisir banjir di Palembang.

Sayangnya, tidak hanya gotong royong, akan tetapi program Salat Subuh Berjamaah yang digadang Harnojoyo kini juga tidak lagi terdengar.

Bagindo Togar Butar Butar. (rmolsumsel.id)

Hanya Kedepankan Pencitraan, Tidak Punya Tolok Ukur dalam Kinerja

Pengamat dari Bagindo Togar Political Observer and Consulting (BTPOC) menilai Pemkot Palembang tak memiliki buku rapor atas kinerja setiap jajarannya. Termasuk dalam upaya mengatasi banjir yang telah dihadapi warga Palembang sejak tujuh hingga delapan tahun terakhir.

Menurutnya saat ini bukan lagi waktunya untuk pencitraan. Sebab kerja untuk mengatasi banjir tidak bisa disamakan dengan kerja petugas pemadam kebakaran. 

"Tentu harus ada langkah (kebijakan) strategis meminimalisir dampak banjir yang menjadi masalah kita,"katanya. Langkah strategis itu, menurutnya harus dapat direncanakan, diterapkan dan dievaluasi agar bisa diukur.

Ibarat buku rapor, maka ada penilaian dalam setiap tindak tanduk maupun kebijakan pemerintah. Sayangnya menurut Bagindo peran penilai atau pengawas, yakni DPRD kota Palembang tak terlihat. Sehingga Pemkot Palembang terkesan bekerja tanpa tolok ukur yang jelas 

"Seharusnya mereka (DPRD) ada untuk masyarakat. Bukan hanya melihat dan diam saja saat Pemkot tak punya indikator dan penilaian yang jelas dalam kebijakannya,"sambung Togar. 

Beberapa hal yang sudah jarang terlihat sejak kepemimpinan Eddy Santana Putra, lanjut Bagindo adalah revitalisasi dan pengerukan Sungai Musi. Secara teknis, pendangkalan yang terjadi di Sungai Musi dan anak Sungai Musi menurutnya adalah penyebab lain yang harus diperhitungkan. 

Memperbanyak ruang terbuka hijau dan memperbaiki drainase menjadi hal lain yang seharusnya dilakukan oleh Pemkot Palembang dalam mengatasi banjir atau genangan air. 

"Ini justru mengandalkan pompanisasi yang nyatanya tidak bisa maksimal. Seharusnya pompa itu di maintenance, dirawat, sehingga saat banjir bisa difungsikan,"katanya. 

Disamping pembangunan yang harus pula dikedepankan, permasalahan perkotaan yang kompleks menjadi tanggung jawab pemerintah. Mengurangi daerah slump, meningkatkan pendidikan masyarakat, dan beberapa hal terkait lain akan membantu dalam mengatasi banjir perkotaan ini.

"Mereka terlihat sibuk saat banjir, seolah (kejadian banjir) dianggap sama dengan pemadam kebakaran, yang bertugas saat api besar. Mereka seharusnya berpikir antisipatif, mencari solusi, melibatkan semua kompenen, bukan malah menjadikan banjir sebagai ajang pencitraan," tegasnya. 

Ketua DPRD Provinsi Sumsel, RA Anita Noeringhati. (rmolsumsel.id)

Butuh Komitmen Pemkot Palembang Atasi Banjir

Masyarakat butuh keseriusan Pemkot Palembang untuk menangani banjir yang rutin terjadi. Hal ini disampaikan oleh Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati. 

Sejauh ini, dirinya menilai harus ada antisipasi dengan konsep dan strategi yang terarah dan disusun sedemikian rupa sehingga permasalahan bisa diatasi dan diselesaikan

"Jadi, perbaikan atau normalisasi (membersihkan sampah, dsb) tidak hanya dilakukan saat (terjadi) hujan deras. Curah hujan yang tinggi ini harus diantisipasi dan dicari solusinya,"kata Anita. 

Apalagi kejadian tersebut bisa saja terjadi kembali, sehingga Pemkot Palembang dan pihak terkait menurutnya harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk masyarakat. 

"Sehingga memang apa yang sudah dilakukan baik Pemerintah Kota dan (pihak terkait) Pemerintah Provinsi itu harus diperbaiki lagi," ujar politisi Golkar ini. 

Pemerintah Dinilai Tidak Berwawasan Lingkungan

Di sisi lain, permasalahan banjir di kota Palembang ini dinilai disebabkan oleh kurangnya kajian strategis dan komitmen Pemkot Palembang terhadap keberlangsungan lingkungan.

Sehingga pembangunan yang terjadi tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari sisi lingkungan dan cenderung dipengaruhi kepentingan. Padahal kota palembang sendiri merupakan kota rawa.

Hal ini disampaikan oleh Manager Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumsel, Puspita Indah Sari. Menurutnya, banjir ini utamanya disebabkan oleh berkurangnya wilayah resapan air, kolam retensi sampai ruang terbuka hijau. 

"Dari pantauan kami memang semakin meluas dan makin meningkat setiap tahun. Pembangunan yang melebihi ambang batas membuat Palembang rentan banjir,"ujarnya. 

Upaya Pemkot Palembang dengan menyiapkan pompa juga dianggap belum cukup karena bukan merupakan solusi strategis, melainkan hanya bersifat sementara dan terkesan membuang anggaran. 

"Hal itu (pompanisasi) tidak menghilangkan eksistensi banjir di kota palembang. Pasti masih terulang kembali karena wilayah itu daya tampungnya sudah tidak cukup lagi untuk menampung luapan air ketika hujan,"tambahnya. 

Justru Pemkot Palembang akan terlihat cerdas dan solutif jika mampu menghasilkan kebijakan yang melibatkan masyarakat dalam penanganan masalah perkotaan seperti banjir ini. 

"Tapi hal pentingnya adalah kembali kepada kebijakan dari pemerintah itu sendiri. Sebab secara garis besar bencana ekologis (banjir) yang kami sebut ini memang diakibatkan dari akumulasi kerusakan lingkungan hidup di wilayah tersebut.