Jalan Nasional Rusak Parah, DPRD Muara Enim Desak Pemerintah Pusat Bertindak

Anggota DPRD Muara Enim, Kasman MA/dokumen
Anggota DPRD Muara Enim, Kasman MA/dokumen

Kerusakan parah di ruas jalan nasional yang menghubungkan Tanjung Enim dengan Simpang Muara Meo kembali menuai sorotan tajam. 


Anggota DPRD Muara Enim, Kasman MA, mendesak pemerintah pusat segera turun tangan mengatasi kerusakan yang dinilai membahayakan keselamatan dan merugikan masyarakat.

Jalur vital ini menjadi akses utama lalu lintas kendaraan angkutan batubara bertonase tinggi setiap harinya. Akibat intensitas kendaraan berat, permukaan jalan dipenuhi lubang dan mengalami kerusakan berat yang tak kunjung mendapat perbaikan permanen.

“Kerusakan ini bukan hal baru. Tapi seperti biasa, tanggapan pemerintah pusat sangat lambat. Kami di daerah hanya menerima dampak, tapi tidak punya kewenangan penuh untuk memperbaikinya,” tegas Kasman, Rabu (18/6).

Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar infrastruktur rusak, tetapi mencerminkan ketimpangan struktural dalam pengelolaan pembangunan nasional. Ia menyoroti bagaimana pemerintah pusat lebih fokus pada wilayah-wilayah strategis nasional, sementara daerah penghasil sumber daya alam seperti Muara Enim kerap terabaikan.

“Batubara ini hasil bumi kita, tapi yang menikmati keuntungannya justru banyak di pusat. Sementara kami di sini mengalami kemacetan, polusi, jalan rusak, dan masalah kesehatan masyarakat,” ujar Kasman.

Ia juga menyinggung bahwa kontribusi besar Muara Enim dalam sektor energi nasional tidak sebanding dengan alokasi anggaran dan perhatian pembangunan dari pemerintah pusat. Ketimpangan tersebut, lanjutnya, telah membuat daerah seperti Muara Enim terjebak dalam siklus ketergantungan.

“Setiap malam terjadi kemacetan panjang. Jalanan rusak dan sempit menjadi arena pertarungan antara kendaraan pribadi, truk tambang, dan warga yang ingin pulang ke rumah,” keluhnya.

Kasman menegaskan bahwa pemerintah pusat memiliki tanggung jawab penuh secara hukum dan administratif atas perawatan dan perbaikan jalan nasional, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.

Namun dalam praktiknya, ketimpangan anggaran, sentralisasi wewenang, dan tidak adanya mekanisme respons cepat membuat banyak daerah tertinggal dalam penanganan infrastruktur.

“Ironis, daerah yang menopang ekonomi nasional justru dibiarkan menanggung beban kerusakan infrastruktur, tanpa diberi kuasa atau anggaran untuk memperbaikinya,” tandasnya.

Keluhan serupa disampaikan warga setempat. Marta, warga Kelurahan Air Lintang, mengaku setiap hari harus berjibaku dengan kemacetan dan kondisi jalan rusak saat berangkat dan pulang kerja menuju Desa Tanjung Lalang.

“Sudah macet, jalannya rusak parah, banyak debu dan sering ada angkutan batubara mogok. Kadang ada pengendara yang jatuh karena jalan licin,” ujarnya.

Marta berharap pemerintah segera bertindak cepat mengatasi permasalahan tersebut.

“Masalah ini sangat mengganggu dan membahayakan warga. Tolong pemerintah jangan tutup mata,” pungkasnya.