Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mematok target produksi batubara tahun 2021 sebesar 625 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 487,50 juta ton bakal di jual ke luar negeri.
- KAWALI Sumsel Desak APH Usut Kasus RKAB Palsu Putra Hulu Lematang
- Dana Besar Diduga Mengalir dalam Kongkalikong Perizinan RMK Energy, Siapa Menikmati?
- Tak Hanya Karhutla, Kabut Asap di Sumsel juga Disumbang dari Aktivitas Swabakar Batubara
Baca Juga
Hanya saja, di tengah upaya meningkatkan jumlah produksi dan ekspor batubara tersebut, Kementerian ESDM justru memberi sanksi pelarangan ekspor kepada 34 perusahaan batubara di Indonesia.
Pelarangan ini sudah dibakukan pada surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM No: T-370/MB.05/DJB.B/2021, yang ditandatangani Dirjen Minerja Ridwan Djamaluddin.
Surat tertanggal 7 Agustus itu ditujukan ke Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Tertuang dalam surat itu, Kementerian ESDM meminta ketiga lembaga tadi, membekukan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan pelayanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), untuk penjualan batubara ke luar negeri kepada 34 perusahaan itu.
Sanksi yang mengacu kepada Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri tertanggal 4 Agustus 2021 ini, berlaku hingga terpenuhinya kebutuhan batubara sesuai kontrak penjualan.
Sebab, puluhan perusahaan ini dianggap belum memenuhi kewajiban pasokan batubara sesuai kontrak penjualan dengan PT PLN (Persero) dan atau PT PLN Batu Bara Periode 1 Januari-31 Juli 2021.
Dari 34 perusahaan batubara yang dilarang melakukan ekspor itu, terdapat dua perusahaan yang memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) di wilayah Sumsel yakni PT PT Hanson Energy dan PT Dizamatra Powerindo.
PT Hanson Energy
PT Hanson Energy PT Hanson Energi memiliki tiga konsesi batubara di bawah anak usahanya yakni, PT Hanson Energy Baturaja seluas 14.990 hektare (ha), PT Gorby Putra Utama seluas 4.395 ha, dan PT Ogan Energy yang didirikan pada Oktober 2013.
Sementara induk usaha Hanson Energi, PT Atlas Resources Tbk, juga memiliki ladang pertambangan batubara dengan cadangan terbukti sebanyak 259,78 juta ton. Ada lima hub (wilayah) batubara yang terdiri dari 18 izin usaha pertambangan (IUP). Kelima hub itu adalah Hub Berau, Hub Kubar, Hub Muba, Hub Oku, dan Hub Papua.
PT Hanson Energi (HE), telah menandatangani perjanjian jual beli batubara dengan PLN untuk memasok kebutuhan PLTU Jawa Barat (Pelabuhan Ratu) 2 pada Desember 2014 dan untuk kebutuhan PLTU Sumatera Barat (Teluk Sirih) pada November 2013.
Sebelumnya, Hanson juga menandatangani perjanjian jual beli batu bara dengan PLN untuk memasok kebutuhan PLTU Banten 3 (Teluk Naga) pada September 2012 dan ke PLTU Tarahan Baru (Lampung).
Dilansir Kompas.com, PT Hanson International Tbk ikut terseret dalam skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Duit kedua BUMN asuransi itu nyangkut di Hanson International. Baik Jiwasraya maupun Asabri, menempatkan dana nasabahnya dengan nominal cukup besar di PT Hanson Internasional Tbk.
Selain penempatan lewat saham, investasi juga mengalir lewat pembelian Medium Term Note (MTN) atau surat berharga berjenis utang. Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Hanson merupakan perusahaan properti. Bisnisnya juga masuk ke ranah pertambangan, khususnya batubara.
Dari penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel di laman wikipedia.org, perusahaan ini berdiri pada 1971 dengan usaha tekstil. Kendati demikian, pada tahun 2008, perusahaan mengumumkan banting setir dengan fokus menggarap bisnis tambang. Alasannya, usaha tekstil tengah lesu, sementara saat itu bersamaan dengan masa booming harga komoditas batu bara.
Pada tahun 2019, OJK menemukan bahwa perusahaan melakukan penghimpunan dana dalam jumlah hingga triliunan, yang diakui perusahaan sebagai pinjaman individu dan dikembalikan dengan bunga yang menarik.
OJK lantas memerintahkan perusahaan agar menghentikan penghimpunan dana, karena melanggar aturan UU Perbankan dimana yang menghimpun dana adalah perusahaan perbankan. Sebelum kasus diatas terjadi, Hanson terjerat sanksi dari OJK terkait salah saji dalam laporan keuangan perusahaan tahun 2016.
Sebagai reaksi terhadap masalah di atas, harga saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia anjlok hingga menyentuh batas bawah Rp 50 per lembar di bulan November 2019. Setelah Benny Tjokrosaputro dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus Jiwasraya, perusahaan berhadapan dengan masalah hutang, terutama hutang kepada individu.
Dalam keterbukaan informasi di BEI, perusahaan menawarkan dua opsi pelunasan hutang, yaitu pengalihan hutang menjadi aset, dalam bentuk rumah yang masih dalam proses pembangunan dan pengalihan hutang menjadi saham.
Sebelumnya perusahaan pernah berniat untuk menjual saham Mandiri Mega Jaya untuk melunasi hutang perusahaan kepada pinjaman individu tersebut, dimana Maha Properti Indonesia direncanakan akan membeli saham perusahaan tersebut. Namun, akibat masalah Benny dengan Jiwasraya, perusahaan tersebut membatalkan transaksi.
Perusahaan menghadapi tuntutan penundaan kewajiban pembayaran hutang atau PKPU dari individu bernama Lanny Nofiati di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yang diketok oleh hakim pada tanggal 5 Maret 2020.
PT Dizamatra Powerindo
PT Dizamatra Powerindo, awalnya merupakan perusahaan kontraktor swasta yang digunakan oleh Pertamina. Sejak didirikan pada tahun 1996 oleh Djan Faridz, perusahaan ini berkembang dengan pesat sampai menjadi salah satu dari Independent Power Producer (IPP) dan perusahaan eksponensial pertambangan batubara.
PT. Dizamatra Powerindo adalah anggota dari Priamanaya Group Companies yang berkantor pusat di Jakarta, Indonesia. Priamanaya Group adalah struktur Holding dengan lebih dari 15 perusahaan aktif di bawah manajemen & kontrolnya
PT. Dizamatra Powerindo membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang berlokasi di Sibayak, Kabupaten Brastagi, Sumatera Utara. Total kapasitas terpasang PLTP saat ini adalah 12 MW yang mengambil panas bumi dari Gunung Sibayak. Pengelolaannya dilakukan oleh PT Pertamina Geothermal Energy.
Namun, dilansir dari industry.co.id pada 8 Desember 2020 lalu, PLTP itu tak kunjung beroperasi. Saat itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menyimpulkan, PT Dizamatra Powerindo dalam membangun PLTP Sibayak memakai komponen yang berasal dari China, sehingga sejak tahun 2015 PLTP tidak bisa beroperasi akibat dua turbinnya rusak.
"Panas bumi ini kan tingkat sulfurnya tinggi, korosinya tinggi. Jadi harusnya semua boiler (peralatan utama pada Pembangkit Listrik) yang digunakan membangun PLTP itu harusnya kualitas baik. Pertamina harus warning PT Dizamatra Powerindo, harus cari kontraktor yang bagus yang punya garansi," ujarnya saat itu.
Sementara untuk sektor batubara, PT Dizamatra Powerindo memiliki bisnis pertambangan batubara yang berlokasi di Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel), dengan IUP berdasarkan Keputusan Bupati Lahat tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nomor 503/172/KEP/PERTAMBEN/2010 selama 20 tahun.
Melalui anak perusahaannya PT Priamanaya Transportasi, PT Dizamatra berencana menaikkan pasokan batu bara menjadi 10 juta ton per tahun dengan kereta api pada tahun 2018. Oleh sebab itu, perusahaan ini menjalin perundingan dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mendapatkan izin interkoneksi agar bisa mengangkut batubara menggunakan jalur perkeretaapian nasional di Palembang.
PT Dizamatra telah mengantongi izin prinsip pembangunan dan izin penetapan trase perkeretaan khusus. Namun, PT KAI saat itu belum mau meneken perjanjian interkoneksi. Akibatnya, izin operasi tak kunjung keluar. PT KAI beralasan, akan ada tanah/aset milik PT KAI seluas 3 hektare yang terkena dampak apabila izin itu diberikan untuk PT Dizamatra Powerindo.
Lahan yang membuat PT KAI keberatan itu berada di Stasiun Serdang dan Stasiun Sukacinta. Di dua stasiun ini, Dizamatra Powerindo berencana membangun container yard dan jalur bongkar muat. Selama ini, ada tiga titik loading batubara di jalur kereta api Sumatera Selatan. Lokasi pertama berada di Tanjung Enim. Tempat kedua adalah di Suka Cinta, Kabupaten Lahat, dan langsung menuju pelabuhan. Satu titik lagi di Banjar Sari, Lahat.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel sejak 8 November 2018 lalu, telah memutuskan melarang truk-truk pengangkut batubara melintasi jalan umum. Atas dasar itu, PT Dizamatra Powerindo menggugat Kebijakan Gubernur Sumsel Herman Deru yang mencabut Pergub 23 Tahun 2012 terkait larangan angkutan batubara melintas di jalan umum, ke Mahkamah Agung.
Hanya saja, upaya gugatan ini gagal, karena ditolak Mahkamah Agung, sehingga Keputusan dengan nomor putusan 73/P/KUM/2018 itu mempertegas bahwa kebijakan Gubernur Sumsel Herman Deru mencabut Pergub 23 Tahun 2012 (selanjutnya disebut Pergub 74/2018) sudah tepat, karena tidak bertentangan dengan perundang-undangan atau hukum di atasnya.
Sebagai solusi, Pemprov Sumsel kemudian berkomitmen mempermudah pemberian perizinan pembuatan jalan khusus, dan mempercepat pemberian rekomendasi pemerintah daerah (pemda), terhadap pengajuan permohonan perizinan di tingkat pusat, dalam jangka waktu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemprov Sumsel juga berkomitmen untuk menentukan tarif atas dan tarif bawah dalam penggunaan Jalan Khusus dan sarana prasarana terkait yang saat ini tersedia yaitu Jalan Khusus milik PT.Titan Infra Energy c.q PT Servo Lintas Raya.
Buntut kebijakan Gubernur Sumsel yang melarang truk angkutan batubara melintas di jalan umum itu, nyatanya sempat ramai di media. Pada Maret 2019 sempat diberitakan, Andrew, selaku Pjs Mananajer HRD PT Dizamatra Powerindo mengatakan, perusahaan melakukan efisiensi sehingga menawarkan mutasi kepada karyawannya untuk bekerja di PT Sumatera Powerindo, yang mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Sebayak, Sumatera Utara, sebagai akibat pelarangan truk angkutan batubara melintas di Jalinsum.
Sayangnya, sebanyak 43 karyawan yang diminta untuk mutasi ini merasa dipaksa mengundurkan diri dengan mekanisme yang tidak masuk akal ini. Para karyawan ini melakukan aksi sampai menutup portal menuju perusahaan. Mereka tidak terima dengan apa yang telah dilakukan oleh PT Dizzamatra Powerindo. "Mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri, atau pilih pindah lokasi kerja," ungkap Rejamudin, Kepala Desa Kebur, Kecamatan Merapi Barat, yang jadi perwakilan massa saat itu.
- KAWALI Sumsel Desak APH Usut Kasus RKAB Palsu Putra Hulu Lematang
- Dana Besar Diduga Mengalir dalam Kongkalikong Perizinan RMK Energy, Siapa Menikmati?
- Tak Hanya Karhutla, Kabut Asap di Sumsel juga Disumbang dari Aktivitas Swabakar Batubara