Greenpeace Sebut Karhutla Akan Berulang di Sumsel

Penanganan karhutla di  Desa Pulau Semambu, Indralaya Utara, Ogan Ilir, Minggu (27/6). (BPBD Sumsel/rmolsumsel.id)
Penanganan karhutla di  Desa Pulau Semambu, Indralaya Utara, Ogan Ilir, Minggu (27/6). (BPBD Sumsel/rmolsumsel.id)

Lahan seluas 2,5 hektare di Desa Pulau Semambu, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, baru saja terbakar pada Minggu (27/6) . Lahan milik dua orang warga bernama Manto dan Warni ini diketahui berjenis gambut dengan kedalaman hingga 30 meter.


"Jenis tanah yang terbakar itu bergambut serta dikelilingi semak belukar sehingga membuat api cepat melebar,” ulas Kabid Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori, Minggu malam.

Ia menambahkan, awal titik api serta penyebab saat ini ditangani oleh Polres Ogan Ilir. “Api dapat dipadamkan setelah tim darat dan udara dikerahkan selama 2 jam, water bombing sampai 17 kali,” sebutnya.

Catatan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, selama ini kebakaran hutan kerap terjadi karena ulah manusia yang membuka lahan dengan cara dibakar. 

Dalam lima tahun terakhir, terjadi 17 ribu lebih peristiwa karhutla di sejumlah daerah. Dalam Rakornas Penanggulangan Bencana 2021 dilaporkan, per Januari 2021 terjadi 173 peristiwa karhutla dengan luas lahan 35.273 hektare.

Sementara, analisis Greenpeace Asia Tenggara menemukan, antara 2015 – 2019, 4,4 juta hektar lahan terbakar di Indonesia. Sekitar 789.600 hektar (18 persen) telah berulang kali terbakar. 1,3 juta hektar (30 persen) dari area kebakaran yang dipetakan berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp). 

Data analisis jejak kebakaran yang terjadi dalam lima tahun terakhir tersebut, berada di tujuh provinsi rawan kebakaran hutan salah satunya di Sumatera Selatan.

Kiki Taufik, Global Project Leader of Indonesia Forest Campaign di Greenpeace Southeast Asia menyebutkan, sebanyak 258 sanksi administratif diterbitkan, dengan 51 tuntutan pidana dan 21 gugatan perdata. 8 dari 10 perusahaan kelapa sawit dengan area terbakar terbesar di konsesi mereka dari 2015 hingga 2019, belum menerima sanksi apapun. 

Kiki mempertanyakan kenapa kebakaran berulang terus terjadi. Dari 1,6 juta ha, 600 ribu ha lahan kebakaran berulang di lokasi yang sama. Misalnya, total kebakaran lahan konsesi Sinarmas Grup dalam lima tahun mencapai 283 ribu ha. Tahun 2019 terbakar 73 ribu ha. Kebakaran hingga 11% dari luas lahan. 

“Bagaimana praktik di lapangan dan kenapa tidak ada efek jera,“ ungkap Kiki dalam Wokshop Jurnalis Build Back Better ‘Karhutla dan Komitmen Penegakan Hukum’ yang diselenggarakan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) secara daring, Sabtu (26/6) lalu.

Yang menarik, menurut Kiki, wilayah yang terbakar pertama kali diindikasikan akan jadi lahan perkebunan kelapa sawit.