Estimasi Biaya Pemilu 2024 Naik 4 Kali Lipat, Wakil Ketua DPD: Mestinya Bisa Ditekan

Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. (sbnajamudin/rmolsumsel.id)
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. (sbnajamudin/rmolsumsel.id)

Presiden Joko Widodo menyampaikan perkiraan anggaran Pemilu 2024 mencapai Rp110,4 triliun. Jumlah tersebut naik 431 persen atau 4 kali lipat lebih dari anggaran Pemilu 2019 yakni sebesar Rp25 triliun.


Presiden merinci kebutuhan biaya Pemilu 2024 terdiri dari anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) senilai Rp76,6 triliun dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) senilai Rp33,8 triliun. Presiden pun meminta agar segera ada keputusan atas anggaran pemilu tersebut, baik dari APBN maupun APBD.

Menyikapi hal itu, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin menilai estimasi kebutuhan anggaran Pemilu 2024 yang mencapai Rp110,4 triliun sangat berlebihan dan cenderung tidak rasional jika dibandingkan biaya Pemilu 2019.

“Kami sangat memahami bahwa demokrasi elektoral memiliki konsekuensi biaya yang tidak sedikit. Apalagi di tengah situasi ekonomi yang serba tidak menentu dan angka inflasi yang terus meningkat seperti sekarang ini,” ujar Sultan membuka keterangan resminya, Rabu (13/4).

Menurut Sultan, di era digital saat ini mestinya anggaran kontestasi Pemilu bisa ditekan secara signifikan. Namun sayangnya pelaksana Pemilu belum bersedia untuk bertransformasi setidaknya secara bertahap.

“Sehingga jika melihat angka estimasi kebutuhan anggaran Pemilu yang diajukan KPU dan Bawaslu, rasanya sangat mengejutkan jika dibandingkan dengan anggaran Pemilu terdahulu yang hanya Rp25 triliun. Maka penting bagi pelaksana Pemilu untuk menghitung kembali estimasi biaya Pemilu dengan mendorong manajemen Pemilu yang efektif dan efisien,” tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.

Meski demikian, Sultan mengaku sangat mendukung setiap upaya pelaksana Pemilu dalam menekan potensi kecurangan dan gangguan sistem saat Pemilu. Pemilu yang bersih, jujur dan adil harus menjadi prinsip utama dalam kontestasi demokrasi Indonesia ke depannya.

“Pelaksanaan demokrasi prosedural Indonesia yang berbiaya mahal harus diimbangi dengan sistem ketatanegaraan yang memungkinkan demokrasi bisa diterjemahkan secara substansial, inklusif dan proporsional oleh semua lembaga politik yang ada. Demokrasi tidak bisa di-guide oleh hanya sedikit elite politik dari satu lembaga politik,” tukasnya.