Dugaan Pungli, Penggelapan Ijazah dan Kekerasan Verbal di SMA Negeri 18 Palembang Diadukan ke DPRD Sumsel

Pertemuan antara DPRD Sumsel dan DPD GKYI yang mewakili siswa. (ist/rmolsumsel.id)
Pertemuan antara DPRD Sumsel dan DPD GKYI yang mewakili siswa. (ist/rmolsumsel.id)

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Karya Yustisia Indonesia (GKYI) mengadukan dugaan pungli sertifikasi, penggelapan ijazah dan kekerasan verbal terhadap siswa di SMA Negeri 18 Palembang ke Komisi V DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (24/7).


Juru bicara GKYI, Ade Indra Chaniago, menyampaikan keluhan masyarakat terkait penahanan ijazah siswa karena belum melunasi iuran komite, pungli sertifikasi guru, dan kekerasan verbal dan fisik oleh pihak sekolah.

"Kami ingin proses politik jalan, dari sini kita akan bicara proses hukum, karena ada perbuatan melawan hukum disitu, sebab ada praktik pungli, ada penggelapan," kata Ade saat dibincangi usai pertemuan. 

Dia mengatakan, ijazah merupakan hak siswa yang telah menempuh pendidikan. Tetapi, hak itu ditahan oleh pihak sekolah. Sehingga, siswa yang lulus tidak bisa menggunakannya. 

"Ada yang ditahan setahun itu jumlahnya ada 10 sampai 20 siswa karena siswa ini belum menulasi iuran komite, kisarannya Rp200 ribu perbulan,  yang jadi persoalan ini ada di tahun 2022 ini siswa itu sudah bisa mengambil tapi ada kekurangan Rp 600 ribu karena sesuatu hal belum bisa dilunasi, tiba-tiba tahun ini mau mengambil nominalnya menjadi Rp2.600.000, aneh ini, sekolah ini lebih kayak pasar," katanya.

Selain kasus penahanan ijasah, kasus lain yang dilaporkan ke Komisi V DPRD Sumsel adalah soal pungli, kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan pihak sekolah. Kekerasan verbal seperti ada siswa mau menebus ijazah disuruh surat perjanjian, surat penyataan dan jika tidak mampu itu dihina oleh pihak sekolah.

Menanggapi hal tersebut, Komisi V DPRD Sumsel menyatakan akan memanggil Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Kepala Sekolah SMA Negeri 18 Palembang, Ketua Inspektorat MKKS, dan Ketua Sekretaris Bendahara Komite SMA 18 untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut.

Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Susanto Adjis menegaskan, pengaduan ini menjadi pintu masuk untuk menertibkan pungli dan kekerasan di sekolah. Ia juga menekankan dunia pendidikan seharusnya bukan dunia kekerasan dan tidak boleh ada penahanan ijazah siswa.

Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Mgs. H. Syaiful Padli, menambahkan Komisi V siap menindaklanjuti pengaduan ini dan akan mengundang pihak-pihak terkait untuk dikonfrontir. Jika terbukti ada unsur pidana, maka akan diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

Salah satu guru, Leni, mengaku tertekan dengan banyaknya permasalahan di SMA 18. Ia mengatakan para guru tidak berani melapor karena takut.

Kepala Sekolah SMA 18 Palembang, Heru Supeno belum memberikan komentar terkait pengaduan tersebut.

Komisi V DPRD Sumsel akan memanggil Dinas Pendidikan, Ketua Sekretaris Bendahara Komite Sekolah, Inspektorat dan Ketua MKKS pada tanggal 2 Agustus 2024 untuk menyelesaikan permasalahan ini.