Dua Warga Diserang Gajah Liar, Pemkab OKI dan BKSDA Sumsel Genjot Pembangunan Tanggul 

Ilustrasi konflik gajah dan manusia. (handout/rmolsumsel.id)
Ilustrasi konflik gajah dan manusia. (handout/rmolsumsel.id)

Konflik antara manusia dan gajah liar kembali pecah di Desa Srijaya Baru, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Dua warga, Suaip (60) dan Sugeng, mengalami luka serius akibat diserang kawanan gajah liar pada Minggu (25/5/2025).


Serangan ini menambah panjang daftar interaksi negatif antara manusia dan satwa dilindungi tersebut di kawasan Air Sugihan. Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan mencatat 47 kejadian sejak 2020 hingga Maret 2024, dengan puncaknya terjadi pada 2022 sebanyak 15 kasus.

Merespons situasi ini, Pemkab OKI bergerak cepat dengan menggandeng BKSDA Sumsel untuk merumuskan langkah konkret. Bupati OKI, Muchendi Mahzarekki, menegaskan pentingnya solusi jangka panjang guna meminimalisir konflik.

"Kami dorong percepatan proses AMDAL untuk pembangunan tanggul gajah di Air Sugihan. Ini langkah preventif yang harus segera direalisasikan," tegas Muchendi, Senin (26/5/2025).

Tanggul gajah sepanjang 38 kilometer dan pagar kejut sejauh 10 kilometer direncanakan untuk membatasi pergerakan gajah ke wilayah permukiman. Pemerintah juga menggagas konsep "tanggul vegetasi" dengan menanam tanaman yang tidak disukai gajah seperti serai wangi, petai, dan sukun timun di batas desa.

Selain upaya fisik, edukasi kepada masyarakat digencarkan. "Warga perlu dibekali pengetahuan soal satwa liar agar bisa menghindari interaksi berbahaya," tambah Muchendi.

Kepala BKSDA Sumsel, Teguh Setiawan, menyebut serangan gajah kerap dipicu oleh perambahan habitat dan perubahan fungsi lahan di Kantong Habitat Gajah (KHG) Sugihan–Simpang Heran. Untuk itu, pelacakan kawanan gajah menggunakan GPS collar sudah dilakukan guna deteksi dini pergerakan satwa.

“Dengan GPS collar, posisi gajah bisa dipantau real-time. Ini sangat membantu dalam upaya pencegahan,” jelas Teguh.

Di sisi lain, BKSDA juga mendorong pembentukan desa mandiri konflik untuk memperkuat ketahanan warga menghadapi konflik satwa. Posko Pagarapat pun telah berdiri di Air Sugihan, melibatkan masyarakat dari lima desa, perusahaan pemegang konsesi, dan aparat konservasi.

"Posko ini simbol koeksistensi manusia dan gajah. Masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha harus bersatu menjaga ruang hidup bersama," pungkas Teguh.