Dua Nelayan Ditangkap Saat Demo Tambang, Wujud Keberpihakan Aparat pada Korporasi

Ilustrasi Demonstrasi. (rmol.id)
Ilustrasi Demonstrasi. (rmol.id)

Ada dugaan penyalahgunaan wewenang dan keberpihakan aparat keamanan kepada korporasi. Hal itu tercermin dalam tindakan represif aparat keamanan yang menangkap massa penolak aktivitas tambang PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) di Konawe Selatan, Sabtu lalu (18/9).


“Pihak kepolisian harus menunjukkan integritasnya dengan segera membebaskan semua massa yang ditangkap," kata Jurubicara DPP Partai Rakyat Adil Makmur (DPP Prima), Farhan Abdillah Dalimunthe dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/9).

Aparat hukum juga harus menjelaskan alasan penangkapan massa. Sebab bila alasan batas waktu penyampaian pendapat, maka yang harus disalahkan adalah PT GMS karena tidak menemui massa sebelum batas waktu sesuai UU, yakni pukul 18.00.

Sebagai aparat hukum negara, polisi harusnya bersikap netral dan tidak berpihak. Apalagi melakukan tindakan represif kepada warga negara yang ingin menyuarakan aspirasi.

“Segera bebaskan Anhar Ketua LMND Kota Kendari serta dua nelayan, yakni Erwin dan Abdul Basir yang ditangkap saat aksi unjuk rasa agar tidak terjadi konflik berkepanjangan," tegasnya.

Sebanyak 700-an masyarakat dari desa Sangi-Sangi dan Ulu Sawa Kabupaten Konawe Selatan melakukan unjuk rasa di Site PT GMS terkait dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas perusahaan. Mereka menuntut aktivitas PT GMS dihentikan karena diduga mencemarkan lingkungan di Kecamatan Laonti.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Konawe Selatan sendiri pernah menyurati manajemen perusahaan PT. GMS pada Juni 2021 lalu karena tidak melaporkan rancangan pengolahan lingkungan dan penataan limbah B3.