Disebut Bekerja dan Masuk Lokasi Tanpa Izin, Keluarga Korban Fatality Tambang Muara Enim Semakin Terpukul

Suasana tahlilan di rumah Arifin, korban fatality di areal site darmo tambang PT Menambang Muara Enim. (rmolsumsel)
Suasana tahlilan di rumah Arifin, korban fatality di areal site darmo tambang PT Menambang Muara Enim. (rmolsumsel)

Suasana haru menyelimuti kediaman Arifin, salah satu korban fatality di areal PT Menambang Muara Enim ( PT MME) pada Kamis (14/4) lalu, saat disambangi Kantor Berita RMOLSumsel. 


Seperti diketahui, Arifin dan rekannya Yusuf, meregang nyawa setelah terjatuh dari ketinggian 36 meter saat membongkar tower radio PT Ulima Nitra (PT UN), pemegang IUJP di tambang milik PT MME yang telah habis kontraknya. 

Sebelum dinyatakan meninggal, Arifin sempat dilarikan ke klinik Trijaya sebelum dirujuk RS HM Rabain Muara Enim oleh pegawai PT Bina Sarana Sukses (BSS) pada hari nahas tersebut. 

Saat dibawa ke rumah sakit, kondisi Arifin cukup menggenaskan, menderita patah kaki dan tulang leher dengan darah keluar dari hidungnya.

Meski sempat mendapat perawatan, namun Arifin akhirnya dinyatakan meninggal pukul 17.00 WIB. Jasadnya langsung dibawa ke Palembang beriringan dengan jasad Yusuf yang dibawa ambulans dari RS Bukit Asam Medika. 

Dirumah Arifin, RT 16/06, Kelurahan Sako Baru, puluhan kerabat dan warga (tetangga) datang silih berganti menyampaikan duka, seperti yang tergambar oleh wartawan Kantor Berita RMOLSumsel. 

Aparat Polsek Lawang Kidul, Resor Muara Enim menunjukkan lokasi tewasnya korban Arifin. (ho/rmolsumsel)

Raut kesedihan nampak di wajah istri dan ketiga anaknya, juga kerabat seiring lantunan doa dalam acara tahlilan, Jumat (15/4) petang. Pagi hari sebelumnya, sekitar pukul 10.00 WIB, jasad Arifin sudah dikebumikan di TPU Borang.

Ironis, mertua Arifin Aziz Junaidi mengungkapkan kalau hari nahas itu adalah hari pertama menantunya itu bekerja di CV Galang Spider Komputer, vendor tower bagi PT Ulima Nitra. 

“Baru satu hari pindah dari CV sebelumnya ke CV yang sekarang, dan terjadilah musibah itu,” ungkapnya. Arifin, kata Aziz sudah cukup lama berprofesi sebagai pekerja kontrak yang bekerja di proyek ketinggian. Sudah empat tahun dia bergelut di bidang ini. 

“Selama ini mulus-mulus saja pekerjaannya, bahkan sudah berapa kali dia (Aripin) itu ditawari lagi,” ujarnya. Terkait kronologis kejadian, Junaidi menyampaikan bahwa dirinya hanya mendapatkan informasi dari rekan kerja Arifin di CV sebelumnya. Dikatakan kepadanya kalau menantunya itu jatuh dari ketinggian 20-30 meter di atas tanah saat melakukan pembongkaran tower. 

Awal mula musibah itu terjadi lantaran pengait yang masih terpasang pada tower yang dibongkar. Saat bagian atas yang telah dibongkar akan dijatuhkan, ternyata pengait itu menarik tubuh Arifin. 

“Jadi kalau membongkar tower itu, dipotong Sebagian terus dijatuhkan. nah saat menjatuhkan potongan itu ternyata pengamannya masih terpasang dan menarik mereka berdua,” jelas Arifin menirukan keterangan yang diterimanya. 

Hanya saja, sampai saat ini belum ada perwakilan dari CV atau perusahaan yang menggunakan jasa Arifin yang diterima oleh pihak keluarga, jangankan pertanggungjawaban. Aziz hanya menerima informasi kalau mereka yang bertanggung jawab dalam kejadian nahas ini direncanakan datang tiga hari setelah informasi tewasnya Arifin itu diterimanya. 

Justru saat ini, keluarga semakin terpukul saat mendapat informasi kalau korban dan rekannya itu disebut oleh pihak perusahaan masuk lokasi secara ilegal atau tanpa izin. (baca: https://www.rmolsumsel.id/fakta-tewasnya-dua-korban-di-areal-menambang-muara-enim-jatuh-dari-ketinggian-36-meter-disebut-masuk-secara-ilegal)

Sebab dikatakannya, apabila korban Arifin itu selalu berpamitan dengan istri dan anaknya saat bekerja. Arifin juga tidak pernah mendapat masalah di tempat kerjanya. Sehingga Aziz menilai, tidak mungkin apabila menantunya itu bekerja di lokasi tanpa memegang izin. 

"Sampai sekarang kami keluarga masih menunggu. Bagaimana kronologis persisnya dan bagaimana kelanjutannya. Kalau soal tanpa izin, rasanya tidak mungkin anak kami bekerja ilegal seperti itu," tandasnya. 

Anggota Komisi III DPRD Muara Enim, Kasman MA. (rmolsumsel)

Membayangkan Arifin, yang merupakan tulang punggung keluarga ini meninggalkan istri dan ketiga anaknya, tentu mudah dilakukan oleh orang yang memiliki hati dan pikiran. Sebab, bukan hanya Arifin, tetapi rekannya Yusuf dan para korban lain dari kecelakaan tambang di Muara Enim dan Sumsel khususnya juga bernasib serupa.

Oleh sebab itu, Anggota Komisi III DPRD Muara Enim, Kasman MA menuntut pihak PT MME juga ikut bertanggung jawab dalam kejadian ini. "Tempat dia bekerja dan pemberi kerja (PT MME) harus bertanggung jawab. Seperti asuransi dan hal lain (masa depan keluarga korban), setelah kejadian ini," tegas Kasman. 

Di sisi lain, fatality tambang di Muara Enim, termasuk yang kali ini terjadi memiliki penyebab yang harus segera diusut oleh kepolisian ataupun Inspektur Tambang. 

Sebab, fatality ini menjadi ancaman bagi pekerja yang umumnya warga Muara Enim dan Sumsel, yang kemudian menjadi korban dari keuntungan yang diperoleh pihak-pihak lain yang bukan warga Sumsel. Hilangnya nyawa di waktu yang berdekatan ini menurut Kasman adalah pukulan telak bagi industri pertambangan di Muara Enim. 

"Jika operasional perusahaan ini tidak sesuai prosedur yang standar, maka operasional harus dihentikan. Kita semua tahu dan harus melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sehingga kedepan, kami meminta pelaksanaan K3 di seluruh perusahaan yang ada di Muara Enim dan proses pembinaan dan pengawasan harus lebih intens dilakukan,"ujarnya.