Diduga Pindahkan Sungai Larangan, BBWSS Palembang Laporkan PT DAS ke Kementerian PUPR

Ilustrasi aliran Sungai yang berada di kawasan tambang Kabupaten Lahat. (ist/rmolsumsel)
Ilustrasi aliran Sungai yang berada di kawasan tambang Kabupaten Lahat. (ist/rmolsumsel)

Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) Wilayah VIII Palembang telah melaporkan PT Duta Alam Sumatera (PT DAS) ke Dirjen Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kementerian PUPR.


Laporan BBWSS Wilayah VIII Palembang tersebut, terkait adanya dugaan pemindahan alur Sungai Larangan tanpa izin, di areal IUP PT DAS di kawasan Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat. 

Kepala BBWSS Wilayah VIII Palembang, Maryadi melalui Kabid OP, Arlinsyah mengatakan, pihaknya memang lagi melakukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT DAS.

Dari informasi yang didapat sejumlah keterangan, tim Balai Besar lantas mendalami adanya upaya pemindahan alur sungai, yang diduga terjadi akibat perluasan areal tambang perusahaan tersebut.

"Laporannya sudah disana (Dirjen PSDA), sekarang tinggal menunggu tindak lanjut," kata Arlinsyah kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Dugaan ini mencuat saat terjadi peristiwa jebolnya Kolam Pengendap Lumpur (KPL) beberapa waktu lalu. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/balai-besar-wilayah-sungai-sumatera-segera-cek-status-sungai-larangan-di-areal-pt-das). 

Jika Pemindahan Sungai Larangan Terbukti, Sanksi Menanti PT DAS

Arlinsyah yang ditemui beberapa waktu lalu menjelaskan, sejumlah persyaratan teknis untuk melakukan pemindahan alur sungai, tidak serta-merta bisa dilakukan tanpa adanya rekomendasi teknis dari Balai Besar. 

Sementara yang terjadi di Sungai Larangan, diduga lebih dahulu dipindahkan tanpa melapor ke Balai Besar, apalagi memperoleh rekomendasi teknis. Nah terkait hal itu, Arlinsyah menyatakan, pihaknya bisa memberikan tindakan tegas. 

“Rekomendasi teknis ini berbeda dengan Amdal. Lebih ke arah teknis pengelolaan sumber daya airnya,” terangnya. 

Mengacu pada UU No.17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, diatur sanksi mengenai upaya pengubahan alur sungai tanpa izin seperti yang tertuang pada Pasal70 menyebut, Setiap orang yang dengan sengaja (a) Melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3); (b) Menyewakan atau memindahtangankan, baik sebagian maupun keseluruhan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha atau izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4); atau (c) Melakukan penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Kemudian pada Pasal 74, Dalam hal tindak pidana Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha, pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dan/ atau pimpinan badan usaha yang bersangkutan. Pdana yang dimaksud yakni berupa: (a) Pidana denda terhadap badan usaha sebesar dua kali pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; (b) pidana penjara terhadap pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana yang lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73; dan/ atau (c) Pidana penjara terhadap pimpinan badan usaha yang besarnya sama seperti yang diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73.

PT DAS Bantah Pernyataan Balai Besar

Sementara itu, Humas Humas PT DAS, Jhon mengatakan bahwa setelah terjadi longsor (jebol) pada KPL perusahaan beberapa waktu lalu, sejumlah pihak terkait datang ke areal PT DAS untuk melakukan pemeriksaan. Menurutnya, perusahaan tak menutup diri terhadap segala pemeriksaan yang terkait dengan operasional perusahaan.

Apalagi menurutnya, yang terjadi saat itu bukanlah suatu kesalahan atau kecelakaan kerja, melainkan bagian dari kegiatan produksi. “Namanya juga heboh. Jelas banyak dari pihak-pihak terkait yang datang untuk menanyakan. Dan mereka melakukan investigasi. Kami merasa tidak melakukan kesalahan. Sehingga, tidak perlu ada yang ditakutkan,” kata Jhon. Terkait pemindahan Sungai Larangan, Jhon tidak berbicara banyak. 

Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar tahun 2017-2018, PT DAS disinyalir pernah melakukan upaya pemindahan alur Sungai Larangan yang berada di Desa Payo, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Sungai itu, masuk dalam wilayah IUP PT DAS dan rencananya dipindahkan dengan dalih untuk tetap menjaga ekosistem. Jhon sempat membantah upaya pemindahan alur sungai itu. "Sungai tersebut selama ini memang berada didalam areal pertambangan. Tapi sungainya jauh dari lokasi. Jauh sekali. Tidak ada (penyebab longsor) dari situ (sungai,red),” bantahnya. 

Tim Kantor Berita RMOLSumsel kembali melakukan klarifikasi atas pernyataan Jhon. Mantan Kepala Teknik Tambang (KTT) PT DAS, Yusuf Maulana justru mengungkapkan hal yang bertolak belakang dari bantahan Humas PT DAS itu. 

“Tapi waktu saya KTT dulu, areal penggalian belum sampai sungai tersebut,” ungkap pria yang bekerja sebagai KTT PT DAS tahun 2015-2016 ini. Hanya saja, ia tak mau berkomentar mengenai kemungkinan pemindahan alur sungai setelah ia tak lagi bekerja. 

"Soal perluasan areal galian (mencapai sungai) bisa saja, tapi itu (pemindahan alur sungai) saya tidak tahu. Waktu saya dulu, aliran masih original," jelasnya. Meski demikian, kejadian longsor ini tak mengakibatkan korban jiwa.

Untuk diketahui, PT DAS memiliki wilayah eksplorasi seluas 357 Hektar di kawasan dengan izin No.6/1/IUP/PMA/2017 yang berlaku hingga 2024 mendatang.