Desak Pemerintah Penuhi Hak Nelayan, KNTI Gelar Aksi di 8 Provinsi

Flyer peringatan Hari Nusantara 2021 oleh KNTI. (Ist/rmolsumsel.id)
Flyer peringatan Hari Nusantara 2021 oleh KNTI. (Ist/rmolsumsel.id)

Peringatan Hari Nusantara tahun 2021 dimanfaatkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) untuk mengelar aksi aksi serentak di 8 provinsi pada Senin (13/12). Aksi damai yang melibatkan nelayan tradisional di 17 kabupaten/kota itu akan menyuarakan aspirasi para nelayan.


“Aksi ini meneruskan mandat dari Deklarasi Djuanda yang menegaskan bahwa laut menyatukan Indonesia, mempertegas kedaulatan bangsa, serta memberi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Ketua Harian DPP KNTI, Dani Setiawan, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (12/12).

Menurut Dani, aksi para nelayan tradisional nantinya diisi dengan parade perahu di laut, aksi damai, serta kegiatan sosial. Tujuan utamanya adalah penyampaian aspirasi nelayan kecil dan tradisional. Sebab, aksi di Hari Nusantara ini sangat penting maknanya bagi nelayan karena bisa menjadi momentum untuk membangun fondasi pembangunan Indonesia berbasis kelautan yang menyejahterakan rakyat.

Selain itu, Dani Setiawan yakin peringatan Hari Nusantara bisa menjadi momentum bagi nelayan kecil tradisional untuk mendesak pemerintah meningkatkan pemenuhan hak-hak nelayan. Terdapat tiga catatan utama terkait dengan pemenuhan hak-hak nelayan.

Pertama, pemenuhan akses dan ketersediaan BBM bersubsidi bagi nelayan kecil. Pemerintah pusat dan daerah, BPH Migas dan Pertamina harus segera mempercepat proses kemudahan akses, penyediaan infrastruktur SPBUN, dan memastikan alokasi BBM bersubsidi yang mencukupi kebutuhan nelayan kecil dan tradisional.

“Untuk memperkuat hal ini, KNTI mendorong perubahan Perpres 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta mendorong penggunaan Kartu KUSUKA sebagai alat untuk nelayan mengakses BBM Bersubsidi,” tegasnya.

Kedua, memperkuat skema perlindungan dan keselamatan nelayan akibat dampak perubahan iklim dan kecelakaan di laut. Cuaca ekstrem dan ombak yang besar menyebabkan perahu nelayan kecil yang bersandar juga sering mengalami kerusakan, pun demikian dengan rumah-rumah nelayan di pesisir yang menjadi langganan terendam rob dan hantaman gelombang dan angin.

“Laporan dari anggota KNTI, rob yang menggenangi rumah nelayan dari tahun ke tahun makin parah. Surutnya makin lama, frekuensinya makin sering begitupun ketinggian airnya makin tinggi, alhasil aktivitas terganggu. Selain itu nelayan harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memperbaiki rumah dan kerusakan lainnya yang disebabkan oleh rob berkepanjangan,” paparnya.

Ketiga, masih terjadinya tumpang tindih wilayah atau zonasi tangkap nelayan kecil dan nelayan besar, bahkan masih maraknya beroperasi alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti trawl. Termasuk juga dampak dari kegiatan non perikanan seperti pertambangan dan pembangunan infrastruktur yang mengganggu wilayah tangkap nelayan kecil.

“Hari Nusantara adalah momentum bagi Indonesia meneguhkan kembali cita-cita pendiri bangsa untuk menjadikan laut sebagai pemersatu dan Laut Sumber Kemakmuran Bersama. Sekaligus menjadi momentum untuk pemenuhan hak-hak nelayan seperti yang di amanatkan oleh UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam,” pungkas Dani.