Bencana Hidrologi Masih Mengintai Jelang Peralihan Musim, Warga Sumsel Diminta Waspada

Fenomena bencana hidrologi seperti banjir dan tanah longsor yang biasanya terjadi akibat curah hujan tinggi masih mengintai Sumsel. 


Terlebih menjelang peralihan musim dari penghujan ke kemarau yang diperkirakan akan berlangsung hingga awal Mei 2025. 

Sebab, meskipun tren akumulasi curah hujan menunjukkan penurunan, hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi secara lokal masih mungkin terjadi di beberapa wilayah.

Hal ini diungkapkan Kepala Stasiun Klimatologi Sumatera Selatan (Sumsel), Wan Dayantolis. Menurutnya, curah hujan harian masih bisa mencapai 76-100 mm, yang berpotensi menyebabkan banjir.

"Faktor dinamika atmosfer saat ini kurang aktif di wilayah Sumsel, sehingga pertumbuhan awan tidak begitu signifikan. Meski begitu, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang masih dapat terjadi secara lokal di beberapa wilayah," ujarnya Selasa (18/2/2025).

Sehingga warga di beberapa wilayah meliputi Musi Banyuasin, Palembang, PALI, Ogan Ilir, Prabumulih, Muara Enim, OKU Timur, OKU Selatan, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Lubuklinggau, dan Lahat, perlu mewaspadai potensi bencana hidrologi ini.

Selain ancaman banjir, beberapa wilayah juga mengalami suhu lebih panas akibat berkurangnya tutupan awan. Meski begitu, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap kemungkinan hujan intensitas tinggi yang dapat terjadi secara sporadis.

Pakar hidrologi dan peneliti lingkungan, Prof. Dato' Achmad Syarifuddin

Dampak Kerusakan Lingkungan Terhadap Risiko Bencana Hidrologi 

Pakar hidrologi dan peneliti lingkungan, Prof. Dato' Achmad Syarifuddin, menilai bahwa Sumsel masih berpotensi mengalami bencana hidrologi akibat kerusakan lingkungan yang masif. 

Beberapa daerah seperti OKU Selatan, OKU, Empat Lawang, Pagaralam, Lahat, Muara Enim, dan PALI menurutnya justru menjadi lokasi dengan risiko tinggi.

"Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas korporasi (pertambangan dan perkebunan) yang masif membuat daerah-daerah ini semakin rentan. Setiap tahunnya, saat musim hujan tiba, bencana hidrologi menjadi ancaman serius," jelasnya.

Di daerah hulu seperti Kabupaten Lahat dan Muara Enim, aktivitas pertambangan telah mengurangi daerah resapan air, menyebabkan Sungai Lematang sering meluap dan berdampak pada wilayah sekitarnya.

"Hampir setiap tahun daerah ini mengalami bencana hidrologi. Dampaknya bahkan bisa meluas ke wilayah lain jika tidak ada langkah mitigasi yang serius dari pemerintah," tambahnya.

Hal inj pula yang kemudian membuat BPBD Sumsel menetapkan status siaga darurat di 12 kabupaten/kota, seperti diungkapkan Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Sumsel, Sudirman.

"Sebelumnya, 10 daerah telah menaikkan status siaga darurat, yakni OKU, Banyuasin, Muba, OKU Timur, Prabumulih, OKI, Ogan Ilir, Muratara, OKU Selatan, dan Muara Enim. Kini, dua daerah lainnya, Musi Rawas dan Lubuklinggau, juga telah mengeluarkan SK siaga darurat," jelasnya.

Namun, secara keseluruhan, masih ada enam daerah yang belum menetapkan status siaga darurat, yaitu PALI, Empat Lawang, Lahat, Pagaralam, Palembang, dan tingkat Provinsi Sumsel yang masih dalam proses.

"Apel siaga sudah dilakukan untuk memastikan kesiapan personel, peralatan, dan koordinasi dengan BMKG guna mengantisipasi potensi bencana," tambahnya.

Dengan potensi bencana hidrologi yang masih mengintai, Sudirman mengimbau masyarakat ntuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi cuaca terkini. "Mitigasi dan kesiapsiagaan sangat diperlukan guna menghindari dampak yang lebih besar dari bencana ini," ungkapnya.